Warga menunggu aksi nyata pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM berskala mikro. Mereka ingin program kali ini lebih efektif dari yang sebelumnya diberlakukan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga belum tahu bakal seperti apa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM skala mikro. Mereka menunggu aksi nyata pelaksanaan kebijakan ini. Harapannya, prorgam kali ini berjalan lebih efektif, bukan sekadar mengganti nama.
PPKM skala mikro akan berlangsung 9 Februari hingga 22 Februari 2021. Ketentuannya tertera dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Budi (41), karyawan swasta di Jakarta, belum tahu bakal seperti apa PPKM berskala mikro. Menurut dia selama ini pembatasan sosial yang sudah ada minim penegakan di tingkat warga
”Di tempat publik orang berkurang, tetapi kalau orang pergi ke Banten sekeluarga naik mobil? Apakah ketua RT/RW bisa membatasi? Apakah berhak menghalangi keluarga bepergian? Tidak boleh bikin hajatan? Ngerumpi-ngerumpi dibatasi,” ucap Budi, Senin (8/2/2021).
Selama ini, di kawasan perumahannya di area Tambun, Kabupaten Bekasi, berlaku buka tutup akses masuk keluar. Berlangsung pula imbauan mengenakan masker meskipun tidak ada sanksi sosial atau denda.
”Di kampung, kegiatan keagamaan dan pesta tetap jalan tanpa pembatasan jumlah orang. Keluarga jauh masih boleh ramai-ramai berkunjung. Apa yang dibatasi?” katanya.
Sepanjang tahun lalu, ia lebih banyak bekerja dari rumah. Rutinitas ke kantor hanya untuk menjalani tes usap rutin, mengambil data, atau keperluan mendesak. Namun, setidaknya ada 15 dinas luar kota sejak Oktober. Dinas itu antara lain ke Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Lampung. ”Repot harus tes usap berulang-ulang. Ke Bali verifikasi berlapis-lapis kalau kota lain tidak terlalu ketat,” ujarnya.
Hingga Minggu (7/2/2021), tercatat penambahan 10.827 kasus baru secara nasional sehingga total menjadi 1.157.837 kasus. Adapun jumlah kasus aktif sebanyak 176.291 orang dan korban jiwa bertambah 163 orang sehingga total mencapai 31.556 orang.
Putri (26), karyawan swasta di Jakarta, tidak mengalami kendala berarti selama pembatasan sosial. Menurut dia, situasi tetap normal meskipun tidak bepergian jauh untuk mencegah risiko terpapar SARS-Cov-2 penyebab Covid-19. ”Tidak berpengaruh signifikan. Cuma bekerja dari rumah. Hal lain semisal bepergian dalam kota, makan di tempat, dan pesan antar masih bisa,” kata Putri.
Sekretaris Jenderal Forum Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW) DKI Jakarta Andi Pane meminta pemerintah lebih serius dalam penerapan kebijakan di lapangan. Selama ini, kebijakan berjalan sendiri-sendiri tanpa pendampingan dan supervisi sehingga kurang efektif. ”Warga seperti berjibaku sendiri tanpa pendampingan dan supervisi. Banyak seremonial ketimbang aksi di lapangan,” ujar Andi.
Litbang Kompas padaakhir Desember lalu mengadakan survei tatap muka di 34 provinsi. Hasilnya, 84,5 persen masyarakat mengaku selalu menggunakan masker saat keluar rumah. Sisanya mengaku jarang, bahkan tidak pernah.
Protokol kesehatan selain masker adalah mencuci tangan. Sebanyak tiga perempat lebih mengaku rutin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Proporsi terendah adalah kepatuhan menjaga jarak. Hanya 61 persen yang mengaku selalu menjaga jarak dengan orang lain.
Kondisi tersebut cukup memprihatinkan. Hampir setahun pandemi, seharusnya orang semakin patuh melakukan 3M. Namun, sebaliknya, orang semakin lengah.