Pembatasan Mikro, Tangerang Selatan Fokuskan Upaya Surveilans
Pada 9-22 Februari ini, pembatasan mikro berlangsung di Tangerang Selatan. Pemkot memilih fokus pada upaya surveilans. Namun, impelementasinya di lapangan terkendala sejumlah faktor, salah satunya ketidakterbukaan warga.
Oleh
i gusti agung bagus angga putra
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pemerintah Kota Tangerang Selatan memilih fokus pada upaya surveilans di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM mikro 9-22 Februari 2021. Namun, upaya itu terkendala dengan ketidakterbukaan masyarakat terhadap status positif Covid-19.
Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Airin Rachmi Diany, Senin (8/2/2021), mengatakan, pihaknya telah menerima Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 3 Tahun 2021 tentang PPKM Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Dalam poin ke-13 instruksi tersebut, pemerintah kabupaten dan kota diminta lebih mengintensifkan disiplin protokol kesehatan dan memperkuat kemampuan surveilans yang terdiri dari upaya tes, lacak, dan isolasi (3T). Berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), upaya surveilans terhadap satu orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 setidaknya dilakukan pelacakan kontak terhadap 30 orang yang pernah berkontak erat dengan mereka.
Berdasarkan standar WHO, upaya surveilans terhadap satu orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 setidaknya dilakukan pelacakan kontak terhadap 30 orang yang pernah berkontak erat dengan mereka.
”Dengan adanya Instruksi Mendagri, kami akan sangat fokus terhadap 3T,” ujar Airin.
Kinerja surveilans yang dilakukan Pemkot Tangsel sebelumnya disorot Kepala Dinas Kesehatan Banten Ati Pramudji Hastuti. Menurut Ati, Kota Tangsel belum dapat keluar dari zona merah atau risiko tinggi penularan Covid-19 karena jumlah korban meninggal tergolong tinggi di Banten.
Ati menyebut, kedisiplinan warga Tangsel dalam menerapkan protokol kesehatan masih belum begitu tinggi. Demikian pula upaya Pemkot Tangsel melaksanakan surveilans yang dinilai masih sangat kurang.
Untuk meningkatkan upaya surveilans di masa PPKM mikro, Airin mengandalkan pada satgas penanganan Covid-19 di tingkat rukun tetangga dan rukun warga (RT/RW). Satgas di tingkat RT/RW juga dibebankan tugas untuk turut mengawasi penerapan protokol kesehatan di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Airin, Pemkot Tangsel saat ini tengah mengupayakan penambahan kapasitas tempat tidur di Rumah Lawan Covid-19 (RLC). RLC menjadi lokasi isolasi terpusat milik Pemkot Tangsel. Kapasitas tempat tidur yang sebelumnya berjumlah 150 unit akan ditambah hingga mencapai 300 unit.
Seiring bertambahnya kapasitas RLC, masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid-19 diarahkan untuk menjalani isolasi terpusat dan tidak menjalani isolasi mandiri di rumah. Isolasi mandiri dikhawatirkan tidak berkualitas sehingga orang positif Covid-19 masih bebas keluar rumah.
Adapun hingga 8 Februari 2021, terdapat penambahan 190 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Tangsel. Jumlah korban meninggal terkonfirmasi positif Covid-19 juga bertambah dua orang sehingga totalnya menjadi 282 orang.
Lurah Pisangan, Tangsel, Banten, Apriliadhi Kusuma Perbangsa mengakui kasus Covid-19 di wilayahnya tergolong tinggi. Ia mengklaim pelaksanaan surveilans oleh Satgas Covid-19 di tingkat RT/RW sudah sangat aktif. Upaya pelacakan kontak langsung dilakukan terhadap warga yang dinyatakan positif Covid-19 oleh Dinas Kesehatan Tangsel.
Hanya saja, selama ini, menurut Apriliadhi, upaya pelacakan kontak kerap menemui kendala akibat ketidakjujuran warga. Dalam beberapa kasus, warga tidak secara terbuka melaporkan diri bahwa mereka terkonfirmasi positif Covid-19. Mereka takut mendapat sanksi sosial, seperti mendapat stigma negatif dan dikucilkan warga sekitar.
”Masyarakat yang tidak berinisiatif melapor karena takut mendapat stigma buruk ini yang bisa menghambat upaya pelacakan kontak,” katanya.