Warga Belum Menyiapkan Rencana Darurat meski Terdampak Banjir
Warga di bantaran Kali Mookervart, Jakarta, tidak menyiapkan rencana darurat menghadapi potensi bencana banjir. Mereka memilih bertahan di rumah meski genangan terus berlanjut.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga yang tinggal di bantaran Kali Mookervart berkeras tetap bertahan di rumah mereka meski risiko banjir sedang meningkat. Sebagian besar dari mereka tidak menyiapkan diri pada kondisi terburuk saat hujan sedang intens di Jakarta.
Sejumlah warga RW 002 Kelurahan Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, bertahan di rumah kendati wilayah mereka banjir setinggi 50 sentimeter (cm) sejak Minggu (7/2/2021) dini hari. Lingkungan RT 014 RW 002 Rawa Buaya, misalnya, sore ini masih tergenang sekitar 15 sentimeter di sebagian rumah.
Walakin, Suparti (60), warga setempat, tidak berencana melakukan evakuasi ke posko jika banjir meninggi hingga 2 meter sekalipun. Hal itu lantaran posko dianggap kurang nyaman dan minim fasilitas. Dia bersama suami percaya diri tetap tinggal di lantai dua rumahnya.
Kondisi serupa disampaikan Rosmala (24), tetangga Suparti. ”Tetangga di sini, termasuk orangtua saya, juga enggak ada yang pengin ke posko (evakuasi). Pak RT sebenarnya sudah mewanti-wanti juga soal banjir, tapi enggak ada disuruh wajib buat ke posko,” ujarnya.
Ketua RT 014 RW 002 Rawa Buaya Tugiman mengakui, dirinya memang tidak mewajibkan warga untuk evakuasi. Dia menilai kondisi banjir beberapa hari ini belum parah meski genangan sudah pasang surut beberapa kali di lingkungannya.
”Banjir di sini terjadi karena daerah permukiman yang rendah. Kalau genangannya 10 atau 30 sentimeter, masih enggak apa-apa. Asal jangan seperti banjir tahun 2020 kemarin yang tingginya 2 meter,” katanya.
Di satu sisi, Wahyono (35), petugas lapangan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta di lingkungan setempat, menyebut tim belum memasang posko darurat karena sepinya minat warga. Namun, kondisi selanjutnya masih sangat fleksibel melihat kondisi keparahan banjir.
Sebagian warga lain juga bertahan di rumah karena belum ada posko darurat. Kunaenah (52), warga RW 007 Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, terpaksa menetap di rumah meski rumah kontrakannya tergenang air setinggi 15 sentimeter hingga Minggu sore.
Kalau genangan makin parah, Kunaenah berencana menumpang di rumah saudara yang sekiranya lebih aman. ”Saya mungkin akan numpang ke saudara atau kalau mentok paling numpang ke rumah susun saja,” kata ibu tiga anak ini.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan memandang perlu ada kepastian fasilitas posko yang aman untuk warga. Keengganan publik mengungsi mungkin karena berbagai kerumitan saat menetap di posko.
Situasi pandemi mensyaratkan fasilitas pengungsian yang lebih baik. ”Semua fasilitas standar kebersihannya harus naik. Intinya orang bisa terus menjaga kebersihan dan berjaga jarak dengan fasilitas di posko,” kata Ede.
Pelaksana Tugas Kepala BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto memastikan, tenda pengungsian telah siap dan sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19. Ada tenda terpisah untuk pengungsi umum, tenda kelompok rentan (ibu hamil dan warga lansia), serta tenda kontak erat/terduga Covid-19.
Ada lokasi pengungsian alternatif yang juga disediakan oleh pihak lurah setempat. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menyiagakan petugas kesehatan atau sukarelawan kesehatan dan gugus tugas wilayah setempat. Petugas diminta rutin melakukan disinfeksi lokasi pengungsian secara teratur serta menyediakan fasilitas cuci tangan.
Pengungsi juga mendapat tes cepat antigen dari petugas dinas kesehatan. Apabila ada yang positif Covid-19, mereka segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat. ”Fasilitas itu sudah disiapkan oleh lurah setempat dengan mempertimbangkan aspek protokol kesehatan,” kata Sabdo.