Kawasan Puncak dan tempat wisata seolah tak terpisahkan. Di tengah pembatasan aktivitas saat pandemi Covid-19, sejumlah orang tetap memilih ke Puncak.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS - Di tengah pembatasan aktivitas selama pandemi Covid-19, sejumlah warga Jabodetabek tetap berwisata ke kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Keindahan alam di kaki Gunung Pangrango dan Gede ini menjadi daya tariknya. Di sisi lain, pelaku wisata menuturkan bahwa kunjungan wisata di kawasan ini masih tergolong sepi.
Gabriel (24) dan Silvy (23), Jumat (5/2/2021) pagi, sudah tiba di Kuliner Warpat, kumpulan kedai kopi dan makanan yang berada di perbatasan Bogor dan Cianjur. Pasangan asal Bekasi, Jawa Barat, ini menikmati sejuknya udara dan kabut Puncak yang masih tebal pagi itu.
"Kami kangen ke sini. Dulu terakhir, dua tahun lalu," ujar Silvy.
Bagi Gabriel, yang bekerja di salah satu laboratorium di Jakarta, Puncak adalah kawasan yang tepat untuk keluar sejenak dari hiruk-pikuk Jakarta dan kemacetan di Bekasi. "Untuk Jabodetabek, suasana adem begini ya cuma di Puncak. Kalau nggak ya mesti ke Bandung. Tetapi kan jauh," kata Gabriel.
Mereka berdua sengaja mengambil cuti di hari kerja untuk menghindari macet. Selama semalam, mereka menginap di salah satu hotel di Kota Bogor.
Di tempat wisata berkuda The Ranch Puncak, Zsazsa Bella (24) sedang menunggu suaminya di lobi. Suaminya sedang shalat jumat.
Pasangan yang baru menikah Desember 2020 ini menjadikan Puncak sebagai tempat bulan madu kedua setelah mereka ke Bali pada Januari lalu.
Untuk Jabodetabek, suasana adem begini ya cuma di Puncak. Kalau nggak ya mesti ke Bandung. Tetapi kan jauh.
Suami Bela menyukai hewan, salah satunya kuda. Sebelum ke The Ranch, dia dan suami mengunjungi tempat wisata berkuda lain di Puncak. Namun, tempat itu tutup.
Senada dengan Gabriel dan Silvy, Bella dan suami juga ingin menghindari macet akhir pekan. "Suami kebetulan lagi kerja dari rumah. Kami berpikir akhir pekan pasti ramai. Makanya kami datang kemarin, terus nyewa vila semalam. Hari ini balik lagi ke Jakarta," jelas Bela yang juga pemilik Sisi Rumah Cafe, Jakarta Timur ini.
Berdasarkan pantauan, The Ranch siang itu memang lengang. Hanya ada lima mobil di tempat parkir. Sejumlah wahana, seperti wahana berkuda dan memanah tak ada pengunjung.
Di banding The Ranch, Cimory Riverside lebih ramai. Pengunjung memadati tempat perbelanjaan dan restoran. Sedikitnya ada 50 meja restoran yang ditempati pengunjung.
Menurut Rika Sri Rahayu (29), salah seorang pengunjung, Cimory masih terbilang sepi dibanding kondisi normal. Biasanya, pengunjung harus mengantre bila ingin makan di restoran
Rahayu staycation di Bogor bersama temannya, Rika Rahmawati (29). Mereka berdua dulunya teman sekampus. "Aku lagi cuti, makanya kuajakin Rahayu
staycation. Kan dia kerja dan rumahnya di Bogor, jadi paling hafal wilayah," kata Rika.
Dua sahabat ini menginap di salah satu hotel dengan tarif Rp 800.000. Mereka puas dengan layanan hotel karena protokol kesehatan diterapkan dengan baik. "Hotelnya juga sepi. Kemarin selain kami, hanya ada tiga keluarga yang menginap di sana," ujar Rika.
Rahayu menyatakan, Puncak masih menarik, bahkan bagi warga Bogor seperti dia. Sebab, tidak semua orang Bogor sering ke Puncak. "Biasanya macet, kan. Makanya aku pun jarang ke Puncak. Selama PPKM ini kan Puncak lengang. Jadi, kami memilih reunian di sini saja," tambah Rahayu.
Selama PPKM (11 Januari-25 Januari/PPKM jilid I dan 26 Januari-8 Februari/PPKM jilid II), sejumlah pelaku wisata merasakan betul penurunan jumlah pengunjung. Anisa (35), karyawan kedai kopi di Kuliner Warpat menjelaskan, omzet warung turun drastis. Biasanya, warung beromzet Rp 10 juta dalam 24 jam. Kini, omzet tak sampai Rp 1 juta.
Warung, kata Anisa, sebelumnya punya tujuh karyawan. Tiga orang masuk sif siang dan empat orang sif malam. Kini, warung hanya menyisakan dua orang untuk setiap sif. "Kalau siang begini kadang saya sendiri saja di warung masih sanggup melayani pembeli," tambahnya.
Berdasarkan aturan, warung di Puncak selama PPKM hanya boleh beoperasi hingga pukul 19.00. Setelah itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) akan merazia warung yang masih buka. "Pukul 19.00 itu biasanya Sarpol PP berkeliaran. Nah, pasti itu kami matiin lampu biar dikira tutup. Pas mereka sudah pergi, kami hidupkan lagi lampunya," jelasnya.
General Manager Hotel The Grand Hill Puncak, Agnes menyatakan, PPKM sangat berdampak ke industri perhotelan. Di PPKM jilid I, kapasitas hotel dibatasi maksimal 25 persen. Kapasitas hotel dilonggarkan menjadi 50 persen di PPKM jilid II. Selama PPKM dua periode itu, The Grand Hill tak pernah penuh.
"Sekarang hampir tak ada beda jumlah pengunjung di hari kerja dan akhir pekan. Lalu lintas di Puncak yang tadinya macet sekarang sangat lancar," jelasnya.
Pandemi Covid-19 pun membuat The Grand Hill kehilangan tamu hotel wisatawan luar negeri. Biasanya di waktu tertentu seperti Juli-Agustus, hotel kebanjiran tamu dari Timur Tengah.
Kendati demikian, lanjut Agnes, pelaku wisata harus tetap bertahan agar pandemi cepat berlalu. "Kami konsisten menerapkan aturan dari pemerintah. Semoga dengan dimulainya vaksinasi, kasus aktif bisa menurun dan Puncak normal kembali," ujarnya.
Tarif kamar di The Grand Hill sekitar Rp 800.000. Kamar dengan luas sekitar 10 × 5 meter ini dilengkapi balkon. Selain kasur tidur, tersedia pula kasur santai di bawah televisi. Ketika pintu balkon dibuka, terasa kesejukan angin gunung.