Kota dan Kabupaten Bekasi merupakan daerah industri dan jasa dengan jumlah tenaga kerja mencapai jutaan orang. Hampir setahun pandemi menyebabkan kinerja industri terganggu yang memicu kebijakan pengurangan karyawan.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan di Indonesia mengakibatkan sektor-sektor usaha strategis ikut terdampak. Riak pemutusan hubungan kerja pun kian terasa di Bekasi, Jawa Barat. Buruh bekerja dalam bayang-bayang ancaman diberhentikan sebagai pekerja.
Kota dan Kabupaten Bekasi merupakan salah satu daerah pusat industri terbesar di Indonesia. Di Kota Bekasi, jumlah buruh yang bekerja di perusahaan sebanyak 84.777 pekerja. Para buruh tersebut tersebar di 2.203 perusahaan. Sementara di Kabupaten Bekasi, jumlah pekerja mencapai sekitar 1,6 juta buruh. Mereka tersebar di 7.400 perusahaan dan 11 kawasan industri Kabupaten Bekasi.
Aim (29) merupakan salah satu karyawan yang merasakan pahitnya menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19. Selama 10 tahun bekerja di salah satu pabrik yang bergerak di bidang industri bedding di Kota Bekasi, lelaki asal Bantargebang itu tak pernah membayangkan masa kerjanya akan berakhir dengan PHK akibat pandemi Covid-19.
”Saya setelah selesai libur Lebaran (2020), mau masuk itu sudah ada surat edaran bahwa kami 68 karyawan di-PHK. Dari pengumuman di surat edaran itu, salah satu alasan kami di-PHK karena dampak Covid-19,” kata ayah dua anak itu, Selasa (2/2/2021), di Bekasi.
Sesuai data Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, sejak Covid-19 mewabah di Indonesia hingga Desember 2020, sudah 1.601 buruh di daerah itu yang menjadi korban PHK.
Sebelum di-PHK, Aim dan karyawan lain sebenarnya sudah mulai merasakan dampak pengurangan aktivitas produksi di perusahaan mereka. Itu terlihat dari jam kerja yang kian berkurang serta pemotongan tunjangan hingga gaji bulanan. Namun, kebijakan tersebut rupanya tak memulihkan kondisi keuangan perusahaan hingga mereka terpaksa di-PHK.
Mereka mengalami PHK tanpa pesangon. Perusahaan hanya memberikan kompensasi berupa uang pisah untuk kebutuhan hidup selama enam bulan upah. Uang yang diberikan tersebut jumlahnya jauh lebih rendah dari hak yang seharusnya diterima karyawan jika perusahaan melakukan PHK sesuai ketentuan undang-undang ketenagakerjaan.
Aim yang tak punya pilihan lain memanfaatkan modal uang pisah yang diberikan perusahaan untuk membuka usaha sablon poliflex. Ia juga bekerja sampingan sebagai penjual duren. Upaya untuk bangkit itu dilalui dengan tak mudah.
Selama bekerja di perusahaan, Aim tak memiliki keterampilan lain. Saat ia memulai usaha sablon pun ilmu desain kaus dipelajari dari berbagai tutorial video di media sosial.
Aim hanya salah satu contoh dari ribuan buruh di Kota Bekasi yang menjadi korban PHK sebagai dampak pandemi Covid-19. Sesuai data Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, sejak Covid-19 mewabah di Indonesia hingga Desember 2020, sudah 1.601 buruh di daerah itu yang menjadi korban PHK.
Menurut Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota dan Kabupaten Bekasi Fajar Winarno, kebijakan pemutusan hubungan kerja, pemotongan upah, menghapus tunjangan, hingga meliburkan karyawan masih terus terjadi di Bekasi. Serikat pekerja telah berupaya keras agar perusahaan meminimalisasi kebijakan PHK dan mengutamakan pendekatan pemotongan gaji, pembagian waktu kerja, atau meliburkan karyawan.
Langkah ini dinilai lebih bijak agar karyawan tak sampai kehilangan pekerjaan. Sebab, karyawan yang sudah di-PHK, terutama telah berusia di atas 30 tahun, akan kesulitan mendapatkan pekerjaan baru di saat situasi kembali normal atau pascapandemi.
”Ada beberapa perusahaan yang upah buruhnya ditunda dulu. Ada perusahaan yang belum membayar tunjangan hari raya sampai sekarang. Yang kami sayangkan, perusahaan dengan berbagai dalih masih berusaha untuk melakukan PHK,” ucap Fajar.
Otomotif paling terdampak
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Bekasi Sutomo, kondisi perusahaan di Kota dan Kabupaten Bekasi cenderung sama, terutama terkait masalah ketenagakerjaan. Saat ini perusahaan tengah berupaya semaksimal mungkin untuk tetap beroperasi, termasuk dengan cara mengurangi jumlah karyawan. ”Ada satu dua perusahaan yang tidak bisa menghindar lagi selain mengurangi pegawai,” ucapnya.
Di Kabupaten Bekasi, perusahaan yang paling terdampak adalah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. Perusahaan-perusahaan tersebut terpaksa mengurangi jumlah karyawan dengan kebijakan PHK, pemotongan waktu kerja, hingga meliburkan karyawan.
Di masa pandemi ini, justru perselisihan hubungan kerja makin meningkat. (Suhup)
Perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, kata Sutomo, terbagi atas berbagai level. Level pertama biasanya berupa perusahaan yang merakit kendaraan atau jenis produk otomotif lain. Perusahaan lain atau level kedua hingga ketiga berperan sebagai perusahaan penyuplai bahan baku bagi perusahaan level pertama.
”Perusahaan pada level tiga atau perusahaan penyuplai paling kesulitan saat ini. Dan otomatis akan berpengaruh hingga ke perusahaan level pertama karena jumlah produksi sedikit sehingga jumlah karyawan yang dipekerjakan juga tidak bisa banyak karena sangat berpengaruh ke biaya produksi,” tutur Sutomo.
Di masa pandemi Covid-19, aktivitas produksi berkurang sehingga jam kerja karyawan tak maksimal. Jumlah tenaga kerja pada posisi yang tak mendukung aktivitas produksi pun dikurangi oleh perusahaan.
Meski kondisi perusahaan di bidang otomotif di Kabupaten Bekasi belum stabil, secara nasional, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Januari 2021 tercatat naik sebesar 52,2 persen. Pada Desember 2020, PMI Manufaktur Indonesia sebesar 51,3 persen.
IHS Markit mencatat, kenaikan PMI Manufaktur Indonesia selama empat bulan berturut-turut merupakan yang tertinggi selama 6,5 tahun terakhir. Meski demikian, IHS Markit juga menyoroti masalah pengiriman dan kurangnya pasokan bahan baku serta pengurangan tenaga kerja.
Masalah pengiriman bahan baku menjadi lebih lama terjadi sejak Mei 2020 akibat kebijakan pembatasan karena pandemi Covid-19. Selain itu, kekurangan bahan baku juga menyebabkan adanya penundaan pengiriman pada Januari 2021. Kurangnya pasokan bahan baku menyebabkan kenaikan biaya input. Harga input pun akhirnya naik tajam dengan laju tercepat sejak Oktober 2018.
Perselisihan meningkat
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi hingga Januari 2021 belum memiliki data jumlah pekerja yang mengalami PHK, pemotongan jam kerja, atau diliburkan perusahaan akibat pandemi Covid-19. Namun, dinas tenaga kerja mencatat ada tren kenaikan perselisihan hubungan kerja antara perusahaan dan buruh.
”Di Kabupaten Bekasi, karena banyak perusahaan, salah satu masalah yang paling sering terjadi adalah tingginya perselisihan hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja. Setiap tahun, masalah perselisihan hubungan kerja itu mencapai 450-500 kasus perselisihan. Di masa pandemi ini, justru perselisihan hubungan kerja makin meningkat,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi Suhup.
Pemerintah Kabupaten Bekasi sudah membuat surat imbauan kepada perusahaan di Kabupaten Bekasi untuk sedapat mungkin tak melakukan PHK. Namun, jika kondisi keuangan perusahaan tak memungkinkan, keputusan PHK harus tetap dilakukan dalam forum Lembaga Kerja Sama Tripartit Kabupaten Bekasi.