Berharap Hujan Tak Serentak dan Ada Pembenahan Ciliwung secara Permanen
Pengurangan tumpukan sampah di Ciliwung dan kini di anak-anak sungainya melalui kerja bakti rutin setiap pekan sangat membantu memastikan aliran air selalu lancar.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Tidak terjadinya hujan secara serentak di Jakarta, Bogor, dan Depok diduga menjadi penyebab tidak terjadinya banjir ataupun luapan air sejauh ini. Meskipun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat telah melakukan pengerukan sungai dan saluran air, masyarakat tetap menginginkan agar proses pembenahan Sungai Ciliwung secara permanen segera dituntaskan.
”Sampai sekarang, Bogor hujan tiap hari, tetapi Sungai Ciliwung dan anak-anaknya masih belum menunjukkan tanda-tanda meluap,” kata Sekretaris Satuan Tugas Ciliwung Kota Bogor, Jawa Barat, Een Irawan Putra ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (2/2/2021).
Ia menjelaskan, di Kota Hujan itu ada 13 kelurahan yang dilewati oleh Ciliwung dan setiap kelurahan juga memiliki anak atau cabang dari sungai tersebut. Pada tahun 2018, Pemerintah Kota Bogor bekerja sama dengan masyarakat sipil membentuk satgas yang terdiri atas enam tim berisi warga lokal setiap kelurahan. Setiap tim bertanggung jawab atas dua hingga tiga kelurahan.
Pengurangan tumpukan sampah di Ciliwung dan kini di anak-anak sungainya melalui kerja bakti rutin setiap pekan sangat membantu memastikan aliran air selalu lancar. (Een Irawan Putra)
Selama dua tahun pertama, satgas fokus di badan utama Ciliwung yang memiliki banyak tumpukan sampah. Mereka membuat peta lokasi tumpukan dan menemukan bahwa setiap kelurahan, hingga ke level rukun tetangga (RT), menghasilkan jumlah sampah yang berbeda-beda. Setelah didalami, permasalahan sampah ini memiliki penyebab yang spesifik pada kelurahan dan RT tersebut.
”Ada RT di bantaran Ciliwung yang mayoritas warganya adalah pedagang pasar tradisional. Sampah-sampah adalah bungkus bahan-bahan baku yang dipakai untuk membuat produk makanan yang mereka jual,” tutur Een. Rembuk antara satgas dan warga menghasilkan jalan keluar penyadaran masyarakat dan sistem pengangkutan sampah teratur.
Terdapat pula RT yang mayoritas warganya bekerja di sektor formal dan sejatinya rumah tangga mereka tidak menghasilkan banyak sampah organik maupun anorganik, Akan tetapi, di RT itu tidak ada sistem pengelolaan sampah sehingga kesepakatan bersama warga ialah mengadakan iuran untuk membayar sampah. Ada juga kelurahan yang berinisiatif membangun tempat penampungan sementara yang setiap hari sampahnya diangkut oleh petugas dinas kebersihan.
Menurut Een, pengurangan tumpukan sampah di Ciliwung dan kini di anak-anak sungainya melalui kerja bakti rutin setiap pekan sangat membantu memastikan aliran air selalu lancar. Bahkan, setelah hujan selama dua pekan ini, tidak terjadi genangan di 13 kelurahan tersebut.
Penanganan Ciliwung di Kota Bogor akan masuk di dalam dua peraturan daerah (perda). Pertama, perda mengenai sampah yang di dalamnya menegaskan setiap orang maupun kelompok yang membuang sampah sembarangan akan dikenai denda Rp 50 juta.
Adanya sistem pengelolaan sampah di setiap RT menjadi senjata bahwa masyarakat telah memiliki sarana memastikan sampah tidak berakhir di sungai. Selain sebagai advokator, satgas juga bertindak sebagai saksi apabila ada pihak yang tetap membandel walaupun telah diberi tahu agar tidak membuang sampah sembarangan dan disediakan fasilitas pembuangan.
Perda kedua ialah mengenai ketertiban umum yang saat ini masih direvisi dan menunggu disahkan oleh DPRD Kota Bogor. Ada aturan baru yang ditambahkan di dalamnya, yaitu pengelolaan sungai serta danau. Aturan ini mengikat semua pihak apabila hendak membangun di bantaran sungai dan danau harus tertib menjaga lingkungan.
Birokrasi Ciliwung
Een mengungkapkan, masalah utama yang mereka hadapi ialah birokrasi pusat dengan daerah dalam penanganan Ciliwung, yaitu dengan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC). Banyak inisiatif kota dan satgas yang tidak terwujud akibat lempar-lemparan kewenangan ini.
Satgas sudah berkoordinasi dengan Pemkot Bogor untuk membenahi berbagai ruang terbuka hijau (RTH) di bantaran Ciliwung. Titik-titik RTH ini tidak bersentuhan dengan permukiman sehingga semestinya penanganan bisa cepat karena tidak perlu ada pembebasan lahan. Akan tetapi, pemkot tidak bisa bergerak karena kewenangan bantaran Ciliwung ada di BBWSCC.
”Kami meminta bantuan BBWSCC, tetapi ternyata titik-titik itu tidak masuk dalam pagu anggaran tahun kemarin sehingga kami harus mendaftarkannya lagi untuk pagu periode berikutnya. Berkas dan prosesnya lama sekali, padahal kalau lama tidak disentuh, RTH itu berisiko diokupasi warga,” tutur Een.
Pendapat serupa dikemukakan Selamet Rasanto Adi dari Forum Daerah Aliran Sungai (Fordas) Ciliwung wilayah Jakarta. Pantauan para anggota Fordas Ciliwung di Depok dan Jakarta menunjukkan sejauh ini situasi masih aman. Akan tetapi, mereka tetap mengkhawatirkan jika terjadi hujan serentak di Ibu Kota, Bogor, dan Depok.
Ia mengungkapkan, Fordas Ciliwung mengapresiasi pengerukan sungai dan saluran air oleh Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Jawa Barat, serta pemerintah kota/kabupaten Bogor dan Depok. Akan tetapi, hal tersebut merupakan tugas rutin yang wajib dijalankan. Solusi permanen ialah pembenahan Ciliwung secara keseluruhan.
”Kalau di Jakarta kan baru sampai Jatinegara, selanjutnya masih ada berbagai masalah pembebasan lahan, naturalisasi, atau normalisasi. Fordas sebagai bagian dari masyarakat sebenarnya menyerahkan analisis kepada kepakaran pemerintah asal memang tepat untuk lokasi tersebut. Kalau ada pembenahan permanen, baru kami bisa lega,” ujarnya.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Guswanto beberapa hari lalu mengatakan sepekan ini hujan lebat dengan angin dan petir masih akan terus terjadi. Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat menjadi wilayah dengan status siaga banjir bandang.