Waspada, Persentase Kasus Positif di DKI Masih Tiga Kali Lipat dari Batas Aman WHO
Epidemiolog UI Pandu Riono menegaskan, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat hanya akan memberi dampak signifikan jika semua jenis kegiatan dihentikan kecuali sektor-sektor esensial.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Jumlah kasus aktif di Ibu Kota menurun setiap hari meskipun belum mencapai level yang signifikan. Akan tetapi, jumlah kasus positif per hari masih berkutat di angka 3.000 ke atas. Perlu pemantauan lebih mendetail dan terbuka mengenai faktor yang benar-benar memengaruhi pengurangan kasus positif harian dan kasus aktif.
”Penurunan kasus aktif terjadi pada periode 24-30 Januari, yaitu dari 24.224 kasus aktif pada tanggal 24 menjadi 23.595 pada tanggal 30,” kata Suryono Herlambang, peneliti senior Center for Metropolitan Studies (Centropolis), lembaga Kajian Perkotaan dan Real Estat Universitas Tarumanagara saat dihubungi pada Senin (1/2/2021).
Sebelumnya, pada periode 18-24 Januari ada penambahan 3.024 kasus aktif; periode 12-18 Januari penambahan 2.212 kasus; dan periode 6-12 Januari 2.358 kasus. Kajian Centropolis pada saat itu menunjukkan penambahan kasus erat berhubungan dengan ramainya pergerakan masyarakat ketika libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021.
Perusahaan jangan memberlakukan piket 25 persen karyawan harus ke kantor, melainkan sepenuhnya bekerja dari rumah kecuali pekerjaan yang memang membutuhkan kehadiran dan operasional secara fisik. (Pandu Riono)
Peta penyebaran kasus Covid-19 di Jakarta yang dibuat oleh lembaga ini mengatakan bahwa fenomena belum berubah sejak November 2020. Kelurahan-kelurahan yang berbatasan dengan Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi menunjukkan angka kasus tinggi. Data per 30 Januari menunjukkan, ada 18 kelurahan di wilayah perbatasan yang angka kasus positifnya di atas 100.
Penurunan angka kasus positif ini, menurut Suryono, adalah hal baik meski penurunan tersebut belum signifikan dari segi jumlah untuk benar-benar bisa berdampak pada pengendalian pandemi. Hanya saja, ia menyayangkan tidak adanya keterbukaan data mengenai wilayah-wilayah yang jumlah kasusnya turun.
”Jika ada data, kami bisa melihat faktor yang memengaruhi penurunan tersebut. Saat ini tidak jelas apakah faktor penurunan kasus adalah karena pergerakan masyarakat turun atau pergerakan tetap ramai tetapi kesadaran memakai masker meningkat,” papar Suryono.
Berdasarkan pengumuman Dinas Kesehatan DKI Jakarta tanggal 1 Februari, ada penambahan 1.411 kasus aktif sehingga totalnya 24.793 masih dirawat dan diisolasi. Persentase kasus positif dalam sepekan terakhir ialah 17,4 persen atau tiga kali lipat lebih dari batas aman 5 persen yang ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Secara total, sudah 4.337 warga Jakarta yang meninggal akibat terkena Covid-19. Sebagai gambaran, data Dinas Pemakaman menyebutkan, pada 1 Februari ada 27 aktivitas penguburan jenazah dan 18 di antaranya memakai protokol pemakaman Covid-19.
Dampak libur panjang
Dampak libur Natal dan Tahun Baru masih dirasakan di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Kepala Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih Dicky Alsadik mengatakan, ada 99 kasus aktif di Kelurahan Cempaka Putih Barat, 62 kasus di Cempaka Putih Timur, dan 88 kasus di Rawasari.
”Hampir semua adalah kluster keluarga karena bepergian waktu Natal dan Tahun Baru,” ujarnya.
Beberapa juga tertular oleh anggota keluarga yang bepergian dan kemudian berkunjung serta tidak mengenakan masker selama bersilaturahim. Mayoritas pasien mengaku mengurangi kewaspadaan ketika bertemu dengan sanak saudara. Kedekatan emosional mengakibatkan mereka cenderung menganggap orang tersebut tidak membawa risiko penularan.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat hanya akan memberi dampak signifikan jika semua jenis kegiatan dihentikan kecuali sektor-sektor esensial. Artinya, semua jenis pekerjaan di luar sektor esensial harus dikerjakan dari rumah.
Perusahaan jangan memberlakukan piket 25 persen karyawan harus ke kantor, melainkan sepenuhnya bekerja dari rumah kecuali pekerjaan yang memang membutuhkan kehadiran dan operasional secara fisik.
”Ini harus menjadi kebijakan politik, bukan hanya teknis. Kalau ada PPKM tetapi orang-orang masih sibuk berkeliaran walaupun tidak untuk tujuan bekerja, ya, percuma,” kata Pandu.
Pekan lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang jam operasional mal dan restoran khusus untuk melayani pelanggan yang datang secara langsung dari pukul 19.00 menjadi tutup pukul 20.00. Alasannya mempertimbangkan jam makan malam. Padahal, di aturan mengenai PPKM telah ditegaskan bahwa layanan antar dari rumah makan boleh beroperasi 24 jam sehingga masyarakat tidak perlu makan di restoran.