Sebagian orang membuang masker bekas pemakaian sehari-hari tanpa penanganan khusus. Padahal, barang itu tergolong limbah beracun dan berbahaya yang semestinya tidak dibuang sembarangan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga masih kurang memperhatikan penanganan sampah masker medis setelah pemakaian rutin sehari-hari. Di banyak tempat, masker-masker bekas pakai terserak.
Hal ini terjadi lantaran sebagian warga yang tidak tahu bagaimana menangani masker bekas pakai. Seperti pada Senin (1/2/2021) siang, di Daan Mogot, Jakarta Barat, Adrian Khaerul (30), pengemudi taksi daring, mengatakan, ia memakai satu masker medis untuk dua sampai tiga hari. Setelah pemakaian, masker itu biasanya langsung ia dibuang.
Adrian tidak terlalu memedulikan sampah maskernya. Dalam beberapa kesempatan, dia membuang masker di tempat sampah terdekat. Sampah maskernya itu juga kerap bercampur dengan jenis sampah plastik atau makanan yang lain.
”Biasanya (masker) saya kumpulkan sama sampah yang lain. Dibuang ke tempat sampah seadanya saja di jalan kalau lagi ketemu. Enggak terlalu pilih-pilih mesti dibuang ke mana,” ujarnya.
Padahal, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memiliki tempat khusus untuk pembuangan masker bekas. Yogi Ikhwan dari Humas Dinas Lingkungan Hidup menyatakan, masker bekas tergolong limbah infeksius atau bahan beracun dan berbahaya (B3). Kondisi tersebut mensyaratkan sampah jenis B3 agar ditangani terpisah dengan sampah lainnya.
Walakin, tidak banyak orang menghiraukan pemisahan sampah masker bekas. Aditya Pratama (26), warga Tambora, Jakarta Barat, terbiasa menggabungkan sampah masker dengan sejumlah sampah plastik kemasan. Jenis limbah itu sudah tercampur sejak dari rumah.
Dia sebenarnya tahu sampah masker tergolong limbah B3. Namun, dalam praktiknya, masker medis masih dipakai beberapa kali demi penghematan. ”Kadang, kalau (masker) sudah dipakai, suka ngerasa sayang banget langsung dibuang. Kepikiran juga kalau terlalu cepat dibuang nanti limbah masker di kota tambah banyak,” kata pekerja di pusat perbelanjaan kawasan Tambora itu.
Masker bekas pakai di lingkungan warga juga kerap dibuang sembarangan. Pantauan Kompas, masker bekas tampak tergeletak di lingkungan permukiman serta tepi jalan di kawasan Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Sumadi (30) dan Furqan (22), pegawai kebersihan kontrak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, kerap memunguti masker bekas yang tergeletak di jalan. Seperti pada Senin siang, mereka menemukan sedikitnya 30 masker medis dibuang di tepi Jalan Tanjung Duren Raya, Grogol Petamburan.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, selama 27 April 2020 hingga 17 Januari 2021, limbah B3 dari rumah tangga sebanyak 1.538 kilogram atau 1,5 ton. Yogi dari Dinas Lingkungan Hidup mengatakan, pemprov menangani limbah medis dari rumah tangga bersama dengan pihak ketiga.
”Dari awal pandemi sejak April 2020, Jakarta sudah melakukan penanganan limbah infeksius dari rumah tangga secara rutin hingga saat ini. Ini dilakukan agar limbah infeksius bisa ditangani dengan baik dan menghindari potensi penularan Covid-19,” ujar Yogi.
Yogi mengharapkan kesadaran warga untuk memilah sampah selama pandemi, terutama jenis limbah B3 yang kini punya risiko paparan Covid-19. Ibu rumah tangga diharapkan bisa memilah sampah masker, disemprot disinfektan, dan dikemas khusus.
Kesadaran itu perlu ditingkatkan lantaran jumlah limbah B3 yang kian memadati sungai serta Teluk Jakarta. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan, sampah berupa masker medis, sarung tangan, baju hazmat, pelindung wajah, serta jas hujan lebih sering terlihat dibandingkan dengan sebelum pandemi.
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Reza Cordova, menuturkan, jenis sampah B3 menyumbang 15 sampai 16 persen dari total sampah di muara Sungai Marunda dan Cilincing. Jumlah itu tercatat sebanyak 780 item atau 0,13 ton per hari.
Kolaborator peneliti LIPI, Intan Suci Nurhati, menyebutkan, lonjakan limbah medis menjadi tantangan baru dalam komitmen menekan sampah plastik, baik di darat maupun di laut. Dari sisi kesehatan, hal itu juga menjadi potensi paparan virus meski perlu dibuktikan dengan riset lanjutan.