Jadilah Konsumen Cerdas agar Tidak Terjerat Rayuan Kosmetik Ilegal
Jangan sekadar mengharapkan hasil cepat karena ada risiko pemakaian senyawa berbahaya di dalam produk kosmetik ilegal. Langkah pertama bisa dengan memeriksa keabsahan nomor edar produk di laman pom.go.id.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Peredaran kosmetik ilegal masih membahayakan masyarakat. Beroperasinya berbagai pabrik yang tidak terdaftar atau izin telah kedaluwarsa dan penjualan secara daring mempersulit pemantauan yang konsisten. Masyarakat harus mulai mendidik diri sendiri untuk kritis menanyakan bahan-bahan yang dipakai membuat kosmetik dan jaminan proses produksi yang steril dari kontaminasi.
Hari Jumat (29/1/2021), Polda Metro Jaya melalui Direktorat Reserse Narkoba menggerebek pabrik kosmetik ilegal di Kelurahan Jatirasa, Jatiasih, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Di sana polisi mengamankan tersangka berinisial CS beserta 11 karyawannya. Polisi mengetahui kegiatan produksi kosmetik ilegal itu karena menyelidiki salah seorang penjual produknya, sama-sama di Bekasi. Setelah dilacak, ditemukan bahwa produk berupa masker kecantikan itu dibuat di Jatirasa.
”Pabrik berupa rumah kontrakan ini sudah beroperasi sejak tahun 2018. Dari dulu sampai sekarang, pabrik tidak memiliki izin operasional dari Kementerian Kesehatan. Produk masker kecantikannya juga tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” kata Kepala Bidang Humas PMJ Yusri Yunus.
Mengantongi izin produksi dari Kemenkes tidak otomatis membuat produsen boleh menjual produk. Mereka harus mengurus izin edar dari BPOM.
Masker kecantikan itu dijual secara langsung melalui toko, agen, ataupun secara daring. Persebarannya diketahui PMJ telah mencakup seluruh Pulau Jawa. Satu bungkus masker dihargai Rp 2.500 hingga Rp 3.000. Ada pula bundel Rp 60.000 untuk 1 kilogram.
Dalam penggerebekan ini, polisi menyita 50 kilogram bahan baku yang bisa dipakai untuk memproduksi 1.000 bungkus masker dalam satu hari. Bahan baku yang dipakai mencakup tepung beras yang lazim ditemukan di warung-warung. Masker-masker ini dijual dengan merek Yoleskin, Acone Skin, NHM, dan Youra dengan embel-embel organik.
”Tersangka CS tidak memiliki latar belakang pendidikan kosmetologi ataupun ilmu yang terkait dengan pembuatan kosmetik. Pendidikannya yang paling tinggi ialah SMA. Ia mengaku otodidak belajar membuat masker kecantikan menggunakan bahan-bahan seperti kunyit dan kopi,” ujar Yusri. Masker dibuat di rumah kontrakan yang tidak memiliki fasilitas pembuatan kosmetik sesuai standar kesehatan dan keamanan.
Ia menjelaskan, polisi masih mendalami bahan-bahan yang dipakai dan dampaknya terhadap kulit konsumen. Selain itu, juga ditelusuri orang-orang yang menjadi penjual dan kemungkinan ada artis atau pesohor media sosial yang menjadi pengiklan produk masker tersebut. CS dijerat dengan Undang-Undang No 36/2009 tentang Kesehatan Pasal 197, 196, dan Pasal 106. Ancaman hukumannya ialah 15 tahun penjara atau denda Rp 1,5 miliar.
Ini adalah kedua kali PMJ menggerebek pabrik kosmetik ilegal di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Pada 20 Januari lalu, mereka menggerebek pabrik kosmetik yang masih beroperasi walau izinnya sudah kedaluwarsa di Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Pada Februari 2020, pabrik di Depok yang digerebek dan terungkap produk-produk tersebut dijual kepada dokter-dokter di berbagai klinik kecantikan.
Menurut Kepala Unit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba PMJ Kresno Wisnu Putranto, pelaku hanya memakai alat-alat sederhana. Penakaran bahan bakunya juga tidak memakai ukuran yang presisi. Bahan-bahan bakunya bisa dibeli bebas di toko-toko bahan kimia (Kompas.id, 19 Februari 2020).
Konsumen cerdas
Guru Besar Teknologi Proses Agroindustri IPB University Erliza Hambali menjelaskan, ada beberapa kriteria sebuah produk kosmetik dinyatakan ilegal. Pertama ialah pabrik tersebut tidak memiliki izin bangunan, analisis mengenai dampak lingkungan, dan izin operasional. Apabila pabrik sudah mengantongi izin-izin ini dari pemerintah daerah, mereka harus mengurus izin produksi ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
”Izin produksi ini menjamin semua ruangan, alat, asal-usul bahan baku, dan sumber daya manusia yang memproduksi memahami tata cara produksi yang aman dan sehat. Tidak ada risiko kontaminasi mikroba karena sekalipun bahan bakunya sehat, apabila tercemar sedikit saja sudah berbahaya. Izin ini juga memastikan produsen tidak memakai zat-zat berbahaya seperti logam berat,” ujarnya.
Mengantongi izin produksi dari Kemekes tidak otomatis membuat produsen boleh menjual produk. Mereka harus mengurus izin edar dari BPOM. Dalam proses ini, produk kosmetik itu diuji coba oleh laboratorium terakreditasi untuk memastikan keamanan dan keampuhannya. Hal ini guna menjamin konsumen tidak ditipu oleh iming-iming khasiat produk.
Erliza mencontohkan secang (Caesalpinia sappan) yang memiliki senyawa antimikroba, artinya bisa membunuh setidaknya empat jenis bakteri yang ada di kulit manusia. Produsen kosmetik yang mengklaim produknya berkhasiat membunuh bakteri karena mengandung secang harus dites di laboratorium. Dalam pengajuan tes, mereka juga harus menyertakan hasil kajian ilmiah terkait secang sebagai antimikroba.
”Laboratorium kemudian menguji apabila produk itu memang mengandung secang yang telah diolah secara tepat dan dalam jumlah yang bisa mengeluarkan khasiat antimikroba,” ujarnya.
Konsumen harus membiasakan berlaku cerdas apabila berhadapan dengan produk kosmetik terbaru. Jangan sekadar mengharapkan hasil cepat karena ada risiko pemakaian senyawa berbahaya di dalamnya. Langkah pertama bisa dengan memeriksa keabsahan nomor edar produk di laman pom.go.id.