Bencana Puncak dan Bekasi, Peringatan agar Jabodetabek Segera Berbenah
Berbagai bencana yang terjadi Jabodetabek tidak terlepas dari banyak alih fungsi lahan, di antaranya kawasan lindung menjadi kawasan budidaya atau penerbitan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Oleh
Stefanus Ato dan Aguido Adri
·6 menit baca
Dua pekan terakhir, banjir bandang melanda kawasan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, diikuti banjir yang merendam sebagian Kota Bekasi di Jawa Barat. Kembali masalah kekacauan tata ruang mencuat dan diyakini memicu kedua peristiwa tersebut. Di Gunung Mas, warga diminta tidak lagi tinggal di sekitar lokasi bencana, sementara rekomendasi sanksi diberikan kepada pengembang salah satu permukiman di Bekasi.
Berdasarkan kajian tim IPB University, banjir bandang yang menerjang dua kampung di Cisarua, Kabupaten Bogor, Selasa (19/1/2021), akibat longsor di gunung anakan Pangrango. Longsor susulan berpotensi terjadi jika turun hujan berintensitas tinggi.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University Ernan Rustiadi mengatakan, LPPM bersama Tim Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB, pada 21-23 Januari, mengkaji penyebab tanah longsor yang mengakibatkan banjir bandang di Kampung Blok C dan Kampung Rawa Dulang, Desa Tugu Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor, sebanyak empat kali dalam waktu satu hari.
Ernan mengatakan, secara geomorfologi Kampung Blok C dan Rawa Dulang berada di bawah area cekungan Sub-DAS Cisampai, hulu Sungai Ciliwung, yang dominan berlereng curam dan berbahan induk vulkanik (piroklastik dan lava). Tanah yang mengandung material piroklastik bersifat lepas dan tidak stabil itu mudah bergerak.
”Area cekungan merupakan kawah purba. Longsoran itu membendung sungai. Hujan intensitas tinggi dan akumulasi air sungai dapat menjebol pembendungan air yang menyebabkan banjir bandang. Dari lokasi longsor ke wilayah terdampak berjarak sekitar 1,77 Kilometer. Kami tidak melihat secara khusus ada persoalan dari tata ruang, area longsor merupakan tutupan lahan hutan dan vegetasi tinggi,” kata Ernan, Selasa (26/1/2021).
Pascabanjir bandang, lanjut Ernan, lebar sungai menjadi 10-21 meter dari lebar awal 2-3 meter. Selain itu, berdasarkan analisis citra satelit dan foto udara menggunakan drone, ada potensi longsor susulan jika turun hujan intensitas tinggi.
Langkah paling ekstrem bisa saja melakukan relokasi terhadap wilayah yang secara alami sangat berisiko karena berada pada zona yang sangat berbahaya dan sulit untuk dilakukan upaya mitigasinya. (Ferrari Pinem)
Ernan mengatakan, pihaknya merekomendasikan dalam jangka pendek membatasi aktivitas wisata dan permukiman hingga berakhirnya puncak musim hujan dan monitoring harian menggunakan teknologi pemantauan jarak jauh seperti drone di area rawan tanah longsor selama musim hujan.
Untuk rekomendasi jangka menengah dan panjang, kata Ernan, perlu dibangun sistem pemantauan rutin terpadu di kawasan rawan longsor, disediakannya area tangkapan air, serta sistem sempadan sungai yang memadai untuk mengantisipasi dan menampung potensi banjir bandang alami.
”Selain itu, menata ulang area permukiman dan wisata di sekitar Kampung Blok C, Kampung Rawa Dulang, dan sekitarnya berbasis pertimbangan geomorfologis dan daya dukung lahan. Juga mengembangkan sistem proteksi atau penghalang buatan dan biologi seperti rumpun bambu,” kata Ernan.
Sementara itu, Koordinator Informasi Geospasial Tematik Bidang Kebencanaan Badan Informasi Geospasial (BIG) Ferrari Pinem mengatakan, permukiman di wilayah pegunungan, terutama di titik banjir, perlu ditata kembali dengan menguatkan aspek mitigasi.
Ferrari dalam keterangan tertulis menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Nomor 41 Tahun 2007, wilayah terdampak bencana memiliki peruntukan permukiman rendah. Hal itu juga dilihat dari jenis ancaman bencana geologi yang ada, seperti gerakan tanah dan gempa bumi, sehingga perlu diantisipasi.
Ferrari melanjutkan, posisi kompleks Gunung Mas terletak di subdaerah aliran Sungai (DAS) Cisampai yang merupakan wilayah tangkapan hujan berbentuk cekungan mangkuk. Curah hujan yang tertangkap di atasnya dialirkan pada satu titik (outlet) dan keluar melewati kompleks Gunung Mas.
”Langkah paling ekstrem bisa saja melakukan relokasi terhadap wilayah yang secara alami sangat berisiko karena berada pada zona yang sangat berbahaya dan sulit untuk dilakukan upaya mitigasinya,” kata Ferrari.
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, perusahaan perkebunan dan perhutanan, salah satunya PTPN VIII, bekerja sama dengan BIG dalam pemanfaatan lahan dalam upaya melihat adanya potensi bencana.
”Kami mengimbau, perusahaan seperti Perhutani bekerja sama dengan BIG untuk melihat potensi bencana. Jika wilayah terdeteksi zona merah, kawasan itu jangan ditempati warga atau ditanami teh atau tanaman lainnya, kecuali tanaman vetiver,” kata Ade.
Sanksi bagi Kota Bintang
Di Kota Bekasi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menjatuhkan sanksi administratif kepada area komersial Kota Bintang,untuk membongkar bangunan dan melebarkan Sungai Cakung.
Hal ini disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Rabu (27/1/2021), saat meninjau langsung kolong tol JORR, Kalimalang, yang terendam banjir beberapa waktu lalu. Hadir pula Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Sofyan mengatakan, banjir yang terjadi di kolong Tol JORR tersebut akibat adanya penyempitan Sungai Cakung karena pengembang membangun tidak sesuai standar. Pengembang membangun dengan merampas sebagian badan sungai dan mengubah arah aliran sungai.
”Intinya adalah ini harus kami kembalikan pada fungsinya. Fungsi sungai harus dikembalikan sebagai badan air,” kata Sofyan.
Upaya pembongkaran dan mengembalikan fungsi sungai akan dilakukan mandiri oleh pengembang. Langkah itu merupakan bagian dari upaya justice restorative atau penyelesaian konflik pertanahan di luar jalur pengadilan. Langkah penyelesaian di luar pengadilan lebih diutamakan lantaran sudah banyak peralihan pemanfaatan tata ruang yang kini telah berubah dan terlanjur dibangun berbagai bangunan dan lain sebagainya.
”Kami tidak akan menggunakan pidana selama mereka kolaboratif. Kementerian PUPR mengajak pengembang untuk mendesain bersama, di mana fungsi sungai tetap, kemudian kepentingan komersial ini juga terakomodasi,” kata Sofyan.
Basuki menambahkan, banjir yang terjadi di kolong Tol JORR Kalimalang sudah terjadi berulang. Kementerian PUPR sudah mengkaji dan mengevaluasi penyebab banjir di kolong tol itu. Hasilnya, Kali Cakung yang lebar awalnya 12 meter menjadi 6 meter saat melintasi Kota Bintang.
Rahmat Effendi mengatakan, Pemerintah Kota Bekasi juga terus berupaya mencari jalan keluar mengatasi masalah banjir di Kali Cakung mulai dari hulu sungai di wilayah Kecamatan Jatisampurna, polder Dosen IKIP, menuju Perumahan Duta Kranji, hingga mengarah ke Kanal Timur. Pemerintah daerah bersurat ke pemerintah pusat untuk memperbanyak daerah tangkapan air. Salah satu yang sedang berjalan saat ini adalah di Perumahan Duta Kranji. Di sana, Pemkot Bekasi menyiapkan lahan seluas 2,2 hektar untuk membangun area tangkapan air.
”Jadi, masterplan drainase kami ini sudah ingin komperehensif menyediakan area tangkapan air. Sebab, Kota Bekasi hanya 29 meter di atas permukaan laut,” katanya.
Menurut Rahmat, tingkat kepadatan penduduk di Kota Bekasi saat ini 17.000 jiwa per kilo meter persegi. Di satu sisi, banyak wilayah yang dulunya rawa dan sawah berubah menjadi kawasan permukiman.
”Justice restorative”
Sofyan mengatakan, di Jabodetabek, perubahan alih fungsi lahan, termasuk di daerah aliran sungai, terjadi berulang. Pemerintah kini menggunakan pendekatan justice restorative untuk mengembalikan sungai atau pemanfaatan ruang agar sesuai fungsinya.
”Di republik ini yang terjadi ketelanjuran itu banyak, ini yang akan kami kembalikan. Izin tata ruang sekarang akan sangat tegas,” ucap Sofyan.
Berbagai bencana yang terjadi Jabodetabek tidak terlepas dari banyak alih fungsi lahan, antara lain, kawasan lindung menjadi kawasan budidaya atau penerbitan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Salah satu pengendalian tata ruang yang juga jadi perhatian Kementerian Agraria dan Tata Ruang adalah kawasan Puncak. Pengendalian banjir di Jabodetabek akan dilakukan secara komprehensif dari hulu hingga ke hilir.
”Banjir bandang di Puncak, kami akan melihat apa masalahnya. Semua hutan, kebun teh yang mengubah fungsi (hutan), sedapat mungkin dikembalikan ke fungsi area resapan air,” ujar Sofyan.