Kampung Tangguh Jaya, Strategi Dorong Peran Masyarakat di Ibu Kota
Warga perlu didampingi dalam membiasakan diri untuk bermasker, menjaga jarak, rajin mencuci tangan serta tidak takut saat harus menjalani pengetesan, pelacakan kontak erat, juga perawatan yang sesuai saat terpapar wabah.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
Masyarakat setempat adalah yang paling paham kondisi mereka dan cara berkomunikasi di antara sesama warga. Karena itu, masyarakat mesti didorong untuk berperan aktif mencegah dan menangani dampak Covid-19 di wilayah tinggal mereka. Kepolisian Daerah Metro Jaya menggunakan strategi program Kampung Tangguh Jaya.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Fadil Imran mengatakan, Kampung Tangguh Jaya (KTJ) tercetus dari hasil diskusi di dalam kepolisian tentang bagaimana Polri bisa berkontribusi efektif dalam penanganan Covid-19.
”Strategi dan pendekatan harus memperhatikan kearifan dan kebijaksanaan di tingkat lokal,” ucapnya dalam seminar daring ”Policing in Disaster”, Kamis (28/1/2021).
Fadil menuturkan, polisi memandang pelibatan masyarakat sangat penting karena selain sebagai pihak yang terdampak, masyarakat bisa secara lebih efektif mengidentifikasi kebutuhan dan strategi penanganan Covid-19 lantaran lebih mengenal kondisi mereka sendiri. Tokoh lokal serta pengurus RT dan RW juga paling paham cara berkomunikasi dengan masyarakat.
Makin tinggi literasi masyarakat, makin disiplin mereka dan perilakunya bakal sesuai, misalnya untuk memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan. (Rudy Pou)
Polda Metro Jaya serta kepolisian resor dan kepolisian sektor jajaran memilih sejumlah RW untuk dijadikan KTJ. Pada pertengahan Januari, jumlahnya sudah sekitar 203 RW. Polisi bekerja sama dengan TNI dan pemerintah daerah mendorong warga di KTJ untuk berdaya menjaga kesehatan, siap membantu warga yang terpapar Covid-19, serta bergotong royong menekan dampak sosial-ekonomi dari pembatasan kegiatan selama pandemi.
Salah satu yang disasar Polda Metro Jaya lewat KTJ adalah kesadaran dan kemauan warga ikut dalam kegiatan pengetesan, pelacakan, dan perawatan (3T). Selama ini, sejumlah warga menghindari pengetesan karena takut jika hasil tes menunjukkan mereka terkonfirmasi positif. Mereka khawatir tidak bisa beraktivitas karena harus isolasi serta takut distigma negatif.
”Mengapa Kampung Tangguh Jaya efektif untuk pengetesan? Karena Ketua RT dan RW paling tahu masyarakatnya, yang bisa mengembangkan basis komunikasi yang terkecil,” ujar Fadil.
Dengan cara demikian, warga yang diketahui positif Covid-19 tetapi tanpa gejala bisa segera diminta isolasi sehingga tidak menularkan virus ke orang lain. Sementara warga yang positif dan bergejala bisa segera dirawat di rumah sakit agar kondisinya tidak memburuk.
Di KTJ, warga juga didorong untuk mampu menyediakan tempat isolasi mandiri atau setidaknya bergotong royong menyediakan kebutuhan sehari-hari orang tanpa gejala yang isolasi di rumah masing-masing sampai masa karantina dirinya usai. Cara itu, menurut Fadil, akan membantu menurunkan beban para tenaga kesehatan di rumah sakit agar terhindar dari kelelahan. Mereka tinggal fokus merawat pasien bergejala karena beban menangani OTG sudah dialihkan ke KTJ.
Sebelumnya, Kepala Staf Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta Brigadir Jenderal M Saleh Mustafa menyebutkan, jumlah kasus aktif di Ibu Kota sudah sangat tinggi sekarang sehingga seluruh Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) diprioritaskan bagi pasien-pasien bergejala. Itu lantaran pasien bergejala lebih butuh pendampingan tenaga kesehatan dalam menjalani perawatan.
”Yang tanpa gejala bukan berarti tidak perlu penanganan, tetapi itu masih bisa dilakukan dirinya sendiri dalam isolasi mandiri di rumah masing-masing,” ucap Brigjen Saleh yang juga Wakil Komandan Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) RSDC Wisma Atlet (Kompas.id, 27/1).
Kepala Satuan Tugas KTJ yang juga Inspektur Pengawasan Daerah Polda Metro Jaya Komisaris Besar Herukoco menuturkan, penerapan program KTJ tidak lepas dari kendala. Di Jakarta, salah satu kendala adalah jika KTJ merupakan permukiman kumuh dengan kemampuan finansial warga yang berbeda-beda. Kondisi ini bisa mengurangi motivasi warga menyukseskan KTJ, tetapi sejauh ini menurut dia masih bisa diatasi.
Dokter Rudy Pou, Ketua Pelaksana Trisakti Covid-19 Crisis Center, mengatakan, salah satu yang perlu dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat seperti dalam KTJ adalah menentukan faktor penyebab penularan Covid-19 di sana. Meskipun terdapat faktor lingkungan, faktor perilaku warga menurut dia paling mendasar, dan itu terkait dengan tingkat pengetahuan masyarakat.
”Makin tinggi literasi masyarakat, makin disiplin mereka dan perilakunya bakal sesuai, misalnya untuk menjalankan 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan),” ucap Rudy. Peningkatan pengetahuan bisa lewat promosi kesehatan menggunakan berbagai media. Isi informasinya pun mesti rinci, misalnya cara mencuci tangan yang benar, cara memakai masker, dan etika batuk.
Rudy menambahkan, implementasi KTJ bakal sulit mencapai hasil yang efektif jika tidak ada kesepakatan dari masyarakat setempat. Karena itu, bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (bhabinkamtibmas) Polri, bintara pembina desa (babinsa) TNI Angkatan Darat, dan perangkat kelurahan perlu memiliki kecakapan mendekati masyarakat agar semuanya sepakat.