Pelacakan Kontak Erat Lemah, Kasus Covid-19 Terus Meningkat
Rendahnya kesadaran protokol kesehatan ditambah lemahnya sistem pelacakan kontak erat kasus positif membuat kasus harian terus meningkat.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
Lemahnya sistem pelacakan atau penelusuran kontak erat kasus positif membuat kasus harian terus meningkat. Untuk meningkatkan sistem pelacakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuat program Puskesmas Terpadu dan Juara (Puspa). Namun, program ini sulit berjalan maksimal jika jumlah tim surveilans dan alokasi anggaran serba terbatas.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, peningkatan kasus positif di Jabodetabek, khususnya kasus harian di Kota Bogor, Jawa Barat, yang mencapai rata-rata 100 kasus, tidak bisa dilihat sekadar dampak libur panjang akhir tahun lalu. Lonjakan kasus positif Covid-19 lebih disebabkan sistem yang ada kurang mampu untuk meningkatkan kapasitasnya dalam hal testing, tracing, dan treatment (3T).
”Sekarang kita melihat lonjakan di rumah sakit, hal itu karena warga terpaksa atau dipaksa untuk dirawat di rumah, padahal kondisi di rumah tidak memungkinkan. Kedua, kurang maksimal dalam hal surveilans atau penelusuran kontak erat. Saya kira sistem inilah yang lemah dimana-mana, termasuk di Kota Bogor,” kata Bima, Rabu (27/1/2021).
Program ini saya namakan Puskesmas Terpadu dan Juara (Puspa). Kepada kepala daerah, kami mohon mencari akal untuk membiayai program ini. (Ridwan Kamil)
Berdasarkan data pembaruan pada Rabu (27/1/2021), tercatat penambahan 132 kasus sehingga total konfirmasi positif sebanyak 7.898 kasus. Adapun kasus aktif atau pasien sakit 1.362 kasus, selesai isolasi atau pasien sembuh sebanyak 6.383 kasus, dan meninggal 153 kasus. Sementara dari hasil pelacakan kontak erat bertambah 48 kasus sehingga total ada 6.286 kasus.
Bima menuturkan, Pemkot Bogor menargetkan setiap satu kasus positif Covid-19 dilakukan penelusuran 20 kontak erat. Namun, jika dalam satu hari ada 100 kasus, ada 2.000 kontak erat yang harus menjalani tes. Sementara tim surveilans yang ada tidak akan mampu melakukan 3T secara maksimal akibat keterbatasan dan lemah, baik secara jumlah maupun stamina, termasuk alokasi anggaran dan lain sebagainya.
”Dampaknya kontak erat banyak yang lolos dan warga banyak yang tidak terfasilitasi,” ujar Bima.
Oleh karena itu, kata Bima, program penguatan puskesmas untuk mempertangguh sistem disambut baik jika Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan insentif untuk menguatkan sistem yang ada.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengajak semua daerah di provinsinya untuk menggeser energi dan peran pihak terkait dalam menangani Covid-19 ke puskesmas.
Kamil menilai, upaya penanganan pandemi sudah dilakukan puskesmas. Namun, penanganan khususnya dalam hal pelacakan belum terkonsep, terkoordinasi, dan terteorikan secara komprehensif.
”Sementara program ini saya namakan Puskesmas Terpadu dan Juara (Puspa). Kepada kepala daerah kami mohon mencari akal untuk membiayai program Puspa ini,” kata Kamil saat memimpin rapat koordinasi persiapan program penguatan puskesmas di Jawa Barat.
Kamil menyatakan, saat ini Pemprov Jabar hanya sanggup membiayai Rp 80 miliar yang diperuntukkan bagi 100 puskesmas di 12 kota/kabupaten yang memiliki jumlah kasus konfirmasi, suspek, kontak erat, dan probable aktif terbanyak.
Anggaran yang diberikan kepada puskesmas melalui Program Penguatan Puskesmas terdiri dari 68,1 persen untuk APD, pengetesan, dan KIE KIT; 2,3 persen untuk pelatihan; 24,2 persen untuk SDM, serta 5,4 persen untuk alih fungsi isolasi komunitas.