Angka penularan Covid-19 di Jakarta tergolong tinggi, yaitu 14,9 persen dan sudah ada 4.134 warga Jakarta yang meninggal dunia, baik resmi positif korona maupun yang dimakamkan dengan protokol penanganan wabah.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Pelacakan kasus positif Covid-19 di Ibu Kota membentur berbagai celah yang tidak terpantau oleh aparat penegak hukum maupun perpanjangan tangan pemerintah di masyarakat. Tanpa ada sistem intervensi yang menyasar masalah secara spesifik, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM akan berlangsung stagnan.
”Mayoritas kegiatan puskesmas saat ini adalah tracing atau penelusuran kontak erat pasien positif Covid-19. Swab (tes usap) massal sudah jarang kami lakukan, kecuali jika ada permintaan khusus dari RT (rukun tetangga) atau RW (rukun warga),” kata Kepala Puskesmas Cilincing, Jakarta Utara, Edison Sahputra ketika dihubungi pada Rabu (27/1/2021).
Pengungkapan kasus positif, lanjut Edison, biasanya bermula dari inisiatif warga memeriksakan diri ke puskesmas apabila mereka merasa tidak enak badan, seperti mengalami gejala demam dan sesak napas. Ada juga pemberlakuan uji reaksi berantai polimerase (PCR) setelah menerima laporan pihak ketiga, misalnya perkantoran yang melaksanakan uji cepat berbasis antigen dan menemukan pegawai mereka yang warga Cilincing reaktif.
Ada banyak faktor yang memungkinkan terjadinya penularan, seperti saat pulang dan pergi ke tempat kerja, sistem protokol keamanan di kantor, serta protokol keamanan pada jam istirahat.
Data per 27 Januari, di Cilincing ada 457 kasus positif. Perinciannya ialah 56 orang dirawat di rumah sakit (RS) rujukan, 55 orang tanpa gejala (OTG) diisolasi di hotel, dan 346 OTG diisolasi di rumah dengan pengawasan dari RT dan RW.
Menurut Edison, isolasi di rumah ini adalah hal baru karena sejak awal, puskesmas selalu mengupayakan agar pasien dan OTG bisa menjalani isolasi terkendali di RS ataupun hotel yang pengawasannya bisa 24 jam. ”Sekarang sudah ada penguatan RT/RW sebagai gugus tugas Covid-19 di tengah warga,” ujarnya.
Ia menjabarkan, keseluruhan kasus ialah kluster keluarga, yakni warga pergi bekerja di luar daerah Cilincing. Ketika pulang, mereka menularkan virus korona baru kepada anggota keluarga. Kasus organik yang berasal dari dalam wilayah Cilincing sendiri, baik permukiman, pertokoan, maupun perkantoran sejauh ini sudah tidak ada.
Namun, Edison menjelaskan, puskesmas tidak mengetahui celah masuknya virus. Ada banyak faktor yang memungkinkan, seperti metode pulang dan pergi ke tempat kerja, sistem protokol keamanan di kantor, serta protokol keamanan pada jam istirahat. Akibatnya, ketika melakukan penelusuran kontak erat, puskesmas hanya bisa turut mengetes anggota keluarga dan kemungkinan tetangga yang berinteraksi dengan pasien positif tersebut.
Ia menerangkan, di Cilincing kampanye keamanan tempat kerja sudah berjalan dengan meminta warga mengenakan jaket atau baju lengan panjang ketika bepergian keluar rumah. Jaket dibuka ketika sampai di kantor. Lebih ideal apabila di tempat kerja juga disediakan kamar mandi guna meminimalkan risiko virus menempel di kulit maupun rambut.
Salah satu lembaga yang berkolaborasi dengan puskesmas Cilincing ialah Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta yang memiliki 750 taruna serta staf yang tinggal di asrama. Mereka dipantau untuk rutin melakukan disinfektasi gedung dan perabotan antara empat jam hingga delapan jam sekali. Koordinasi klinik STIP dengan puskesmas juga berjalan.
Beberapa bulan lalu, pengawas asrama mendeteksi salah satu taruna menunjukkan gejala sakit. Klinik segera mengisolasi taruna itu dan menghubungi puskesmas agar petugasnya datang untuk melakukan usap PCR. Setelah terbukti positif, puskesmas merujuknya ke RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet. Setelah itu, tidak ada lagi kasus positif ditemukan di lembaga tersebut.
Sementara itu, di puskesmas Menteng (Jakarta Pusat), Kebayoran Lama (Jakarta Selatan), Tanah Abang (Jakarta Pusat), dan Cempaka Putih (Jakarta Pusat), penapisan pasien positif masih melalui pemeriksaan mandiri di poliklinik infeksi saluran pernapasan akut, instalasi gawat darurat, atau poliklinik lainnya.
”Tapi paling banyak memang orang-orang yang masuk ke dalam daftar kontak erat pasien yang telah diketahui,” tutur Kepala Puskesmas Cempaka Putih Dicky Alsadik.
Bedasarkan data agregat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada 27 Januari jumlah kasus aktif turun 1.161 kasus menjadi 22.301 orang yang masih menjalani perawat ataupun isolasi. Jumlah kasus baru harian juga berkurang menjadi di bawah 2.000, yaitu 1.836 kasus. Meskipun demikian, angka penularan tergolong tinggi, yaitu 14,9 persen dan sudah ada 4.134 warga Jakarta yang meninggal dunia. Jumlah ini belum mencakup orang-orang yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 walaupun mereka tidak atau belum terbukti mengidap virus korona.
Pemprov DKI Jakarta juga telah memulai vaksinasi publik dengan fokus tenaga kesehatan untuk Januari-Februari. Target sampai April ialah ada 131.000 tenaga kesehatan yang disuntik vaksin. Dalam peluncuran program tersebut, Gubernur Jakarta Anies Baswedan meminta masyarakat agar tetap menjalankan protokol kesehatan dan jangan gegabah membuka masker hanya karena tengah mengobrol dengan teman akrab atau rekan kerja.
”Justru penularan ada di ruang-ruang mikro seperti relasi personal yang tidak bisa diawasi oleh pemerintah dan aparat penegak hukum,” ujarnya (Kompas.id, 15 Januari 2021).
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo mengkritisi pemerintah karena belum bisa memahami dan mencegah penyebaran di ruang mikro ini. Selain penguatan RT dan RW secara formal, ia meminta adanya program spesifik yang menyasar masalah penyebaran di ranah mikro ini. Minimal dimulai dari kampanye yang khusus untuk keluarga dan pekerja kantor.