Dalam Sehari, Pelanggaran Protokol Kesehatan di DKI Melonjak Hampir 400 Persen
Angka pelanggaran protokol kesehatan dan laju kasus Covid-19 di Jakarta selama masa pembatasan tetap tinggi. DKI membuka kemungkinan merevisi Perda No 2/2020 untuk memasukkan aturan sanksi denda progresif.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sebagian pengunjung di pinggir lapangan Museum Fatahillah, kawasan Kota Tua, Taman Sari, Jakarta Barat, Minggu (22/11/2020), belum tertib menggunakan masker. Kawasan Kota Tua kembali dibuka setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melonggarkan PSBB.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang kembali memperpanjang kebijakan pembatasan sosial berskala besar bersamaan dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat jilid II pada 26 Januari hingga 8 Februari. Namun, angka pelanggaran dalam tiga hari terakhir justru bertambah sehingga Pemprov DKI membuka kemungkinan merevisi Peraturan Daerah tentang Covid-19 untuk bisa memasukkan denda progresif ke dalam perda.
Melalui keterangan resmi Pemprov DKI Jakarta pada Senin (25/1/2021) hingga Rabu (27/1/2021), terungkap data pelanggaran terhadap protokol kesehatan terus naik. Data itu terlihat dari laporan penertiban yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta.
Untuk penertiban perseorangan yang tidak memakai masker, pada Minggu (24/1/2021) sebanyak 789 orang dikenai kerja sosial dan 34 orang membayar denda. Penghentian sementara kegiatan restoran atau rumah makan dijatuhkan kepada 20 restoran, kemudian pembubaran dan teguran tertulis dilakukan di 141 titik atau tempat.
Untuk pelanggaran di perkantoran, tempat usaha, dan tempat industri, dua tempat usaha diberi sanksi penghentian sementara kegiatan selama 3 x 24 jam dan 36 tempat usaha mendapat teguran tertulis. Sementara denda yang dibayarkan Rp 3,25 juta.
Regulasi di masa pandemi ini sangat dinamis karena kondisinya fakta dan datanya sangat dinamis. Jadi, tentu regulasi juga harus bisa menyesuaikan situasi. (Ahmad Riza Patria)
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Kepadatan lalu lintas di Jalan Daan Mogot dari arah Cengkareng menuju Grogol dan Jakarta Barat saat hari pertama perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa-Bali, Selasa (26/1/2021).
Angka pelanggaran tercatat naik saat penertiban pada Senin (25/1/2021). Jumlah orang yang dikenai kerja sosial meningkat tajam menjadi 2.873 orang, mendekati empat kali lipat atau 400 persen dari sehari sebelumnya. Sementara warga yang dikenai sanksi membayar denda sebanyak 46 orang.
Restoran atau rumah makan yang dihentikan sementara kegiatannya sebanyak 10 lokasi dan mendapatkan teguran tertulis ada 94 titik. Untuk perkantoran, tempat usaha, dan tempat industri, satu tempat usaha dihentikan sementara selama 3 x 24 jam, sementara 51 tempat usaha mendapatkan teguran tertulis. Denda yang dibayarkan Rp 6,55 juta.
Data Satpol PP dari hasil penertiban Selasa (27/1/2021), pelanggaran kembali naik. Orang tanpa masker yang melakukan kerja sosial sebanyak 3.014 orang dan membayar denda ada 67 orang. Restoran atau rumah makan yang dihentikan sementara kegiatannya ada 4 restoran, sementara yang dikenai pembubaran dan teguran tertulis sebanyak 55 restoran.
Untuk perkantoran, tempat usaha, dan tempat industri, dua dikenai penghentian sementara kegiatan 3 x 24 jam dan sebanyak 63 perkantoran, tempat usaha, dan tempat industri mendapat teguran tertulis. Adapun nilai denda yang dibayarkan mencapai Rp 9,75 juta.
Dengan adanya fakta dan data hasil penertiban serta laju kasus aktif di Jakarta yang cukup tinggi, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Rabu (27/1/2021), mengatakan, untuk penanganan Covid-19 memang sudah ada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020. Di dalamnya juga sudah diatur sanksi denda dan sebagainya.
”Meski demikian, kita akan terus melakukan evaluasi terkait peraturan. Regulasi di masa pandemi ini sangat dinamis karena kondisinya fakta dan datanya sangat dinamis. Jadi, tentu regulasi juga harus bisa menyesuaikan situasi,” kata Ahmad Riza.
Salah satu langkah yang akan diambil Pemprov DKI, menurut Ahmad Riza, adalah bersama-sama dengan DPRD DKI akan menyempurnakan perda tentang penanggulangan Covid-19. Penyempurnaan itu dengan memasukkan denda progresif ke dalam perda.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta memberhentikan mobil bak tertutup yang melanggar kapasitas muat dalam Operasi Tertib Masker di perbatasan Kota Bekasi dan Jakarta di Jalan Raya Kalimalang, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (14/9/2020).
Untuk denda, seperti diketahui, sebelum memiliki Perda Nomor 2 Tahun 2020, Pemprov DKI sudah mengatur soal denda melalui peraturan gubernur. Pertama melalui Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020, lalu direvisi melalui Pergub Nomor 101 Tahun 2020 tentang perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020 tentang penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19. Di dalam kedua pergub itu sudah terdapat sanksi denda progresif yang dikenakan kepada pelanggar.
Setelah Perda Nomor 2 Tahun 2020 terbit, pada Januari 2021 Pemprov DKI menerbitkan Pergub Nomor 3 Tahun 2021. Melalui pergub yang merupakan aturan pelaksana dari Perda Nomor 2 Tahun 2020 itu, Pemprov DKI membatalkan semua pergub yang terbit sebelum adanya Perda Nomor 2 Tahun 2020. Di dalam pergub terbaru itu juga diatur denda, tetapi berbentuk denda administratif, bukan denda progresif.
Berikutnya, dengan fakta dan data para pelanggar dan pelanggaran masih tinggi, juga laju kasus aktif cukup tinggi, cara penanggulangan yang dilakukan adalah dengan memasukkan sanksi denda progresif ke dalam Perda Nomor 2 Tahun 2020.
Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS Dedi Supriadi menjelaskan, saat penyusunan perda tentang penanggulangan Covid-19, memang semangatnya untuk penanganan Covid-19. Karena itu, denda progresif diatur sebagai bagian dari denda administratif. Yang lainnya adalah ketentuan pidana.
Dalam Pasal 9 Perda Nomor 2 Tahun 2020 sudah diatur, setiap orang yang tidak menggunakan masker dikenai sanksi berupa kerja sosial dengan membersihkan fasilitas umum atau membayar denda administratif paling banyak sebesar Rp 250.000.
Menurut Dedi, terkait kemungkinan merevisi perda untuk penanggulangan Covid-19, dirinya sebagai Wakil Ketua Bapemperda belum mendengar langkah itu. Bahkan, dari Biro Hukum Pemprov DKI belum ada informasi.
”Kalau mau menerapkan kembali denda progresif bagi pelanggar, sebaiknya membuat peraturan gubernur dengan mengacu pada Perda Nomor 2 Tahun 2020. Soal revisi perda belum ada dalam agenda Bapemperda,” kata Dedi.
Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, juga mengatakan, sanksi progresif bisa diatur dalam peraturan gubernur sebagai turunan dari Perda Nomor 2 Tahun 2020. Dalam pergub itu juga bisa dimasukkan aturan sanksi bagi pelaku usaha dan perkantoran yang belum ditetapkan dalam perda.
Baik Dedi maupun Teguh menegaskan, untuk penanganan Covid-19, meski denda bisa diatur dan diterapkan, yang paling penting adalah pencegahan, pengawasan, dan penegakan aturan. ”Perlu ada konsistensi penindakan dan penegakan aturan dalam pengawasan selama PSBB,” sebut Dedi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Penjual sayur mulai membuka lapak dagangan di Pancoran Glodok, Jakarta Barat, Sabtu (16/1/2021). Di tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali, jumlah kasus baru positif Covid-19 di Indonesia justru mencatatkan rekor baru dengan penambahan 14.244 kasus pada Sabtu.
Sementara Teguh berpandangan, seberat apa pun denda dimasukkan, sebetulnya yang paling penting adalah pencegahan, pengawasan, dan penegakan. ”Kalau tidak dilaksanakan, tidak akan berguna. Untuk pencegahan dan pengawasan, Pemprov DKI harus mendorong upaya itu sebagai gerakan masyarakat,” kata Teguh.
Dengan membuatnya sebagai gerakan masyarakat, dengan pelibatan RT/RW, bhabimkamtibmas, dan masyarakat sendiri untuk melakukan pengawasan, kesadaran masyarakat akan terdorong, baik kesadaran tentang bahaya Covid-19 maupun kesadaran bahwa penderita Covid-19 tidak boleh didiskriminasikan dan dikucilkan.
”Di sisi lain, juga membangun kesadaran warga untuk patuh pada protokol kesehatan supaya tidak jadi suspect. Sebab, kalau jadi suspect, yang akan membantu dia ya warga lingkungannya sehingga akan menjadi tidak enak kalau kena karena tidak patuh protokol kesehatan,” tutur Teguh.