Ironi Kebijakan Pembatasan dan Pasien Positif yang Bebas Berkeliaran
Tidak ada perubahan aturan yang signifikan di masa perpanjangan pembatasan kali ini. Di sisi lain, pasien positif Covid-19 di DKI ada yang masih takut distigma. Mereka tidak menjalani perawatan ataupun isolasi mandiri.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar & Stevanus Ato
·5 menit baca
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengutarakan tidak membuat perubahan yang banyak terkait kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Sementara itu, di Ibu Kota masih ada kasus pasien positif Covid-19 tanpa gejala yang tidak melakukan isolasi mandiri ketat, bahkan berkeliaran dan berpotensi menularkan wabah kepada lebih banyak orang di sekitarnya.
Terkait PPMK di Ibu Kota, meskipun tidak ada perubahan kebijakan signifikan di masa perpanjangan hingga 8 Februari nanti, ada beberapa langkah yang diambil DKI dalam perpanjangan PPKM. Langkah tersebut ialah menambah jam buka pusat perbelanjaan agar jam usaha bisa diperpanjang, di samping itu juga ada penambahan lahan pemakaman umum untuk mengebumikan para pasien positif Covid-19 yang meninggal ataupun orang-orang yang meninggal yang harus dimakamkan dengan protokol Covid-19.
Demikian diungkapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza ”Ariza” Patria di Balai Kota Jakarta pada hari Senin (25/1/2021) pagi. ”Kami mempertimbangkan permintaan dari mal dan restoran. Jam tutup sekarang adalah pukul 20.00. Pada PPKM periode 11-25 Januari, jam tutupnya adalah pukul 19.00. Ini mempertimbangkan jam makan malam,” tuturnya.
Sesuai Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2021 yang terbit tanggal 24 Januari malam, setiap tempat makan hanya boleh menerima tamu 25 persen dari kapasitas maksimal, itu pun dengan syarat menjaga jarak. Khusus layanan pesan antar ke rumah atau pembelian dibungkus, restoran dan kafe diizinkan beroperasi melebihi pukul 20.00, bahkan 24 jam.
Upaya pemerintah ini adalah 20 persen dari skema penanganan pandemi. Sisa 80 persen lagi tergantung pada kedisiplinan kita semua menegakkan protokol kesehatan.
Ariza mengatakan, jumlah kasus terus meningkat. Data Dinas Kesehatan Jakarta per 24 Januari menunjukkan, ada 24.224 kasus aktif, yaitu orang-orang yang sedang dirawat atau menjalani isolasi. Berdasarkan data pada 25 Januari, ada 24.132 kasus aktif atau ada 92 orang yang dinyatakan sembuh. Akan tetapi, dari sisi penambahan kasus harian, pada hari Senin ada 2.451 kasus baru.
”Ini masih dampak libur panjang Natal 2020 dan Tahun Baru kemarin. Makanya, kami terus meningkatkan testing. Jumlahnya dalam sepekan terakhir sudah ada 129.333 tes, ini 13 kali standar WHO (Organisasi Kesehatan Dunia),” katanya. Ia menambahkan, untus aspek uji reaksi berantai polimerase (PCR), 43 persen hasil yang terekam secara nasional adalah dari Jakarta.
Menurut Ariza, Pemprov DKI masih fokus menambah jumlah tempat tidur di rumah sakit rujukan dan di unit perawatan intensif (ICU). Saat ini, 86 persen tempat tidur perawatan dan 84 persen ICU telah terisi. Berbagai fasilitas kesehatan, seperti laboratorium pengambilan sampel dan penguji hasil tes, serta tenaga kesehatan, juga akan ditambah. Di hilir, juga ada penambahan lahan pemakaman umum, seperti di Joglo, Rorotan, Bambu Apus, dan Tegal Alur.
”Upaya pemerintah ini adalah 20 persen dari skema penanganan pandemi. Sisa 80 persen lagi tergantung pada kedisiplinan kita semua menegakkan protokol kesehatan,” ujarnya.
Pola gelap
Peneliti senior Center for Metropolitan Studies (Centropolis), lembaga kajian perkotaan dan real estat milik Universitas Tarumanagara, Suryono Herlambang, menjelaskan semakin ke sini, pola penyebaran semakin gelap dan tidak terbaca. Pemetaan Centropolis yang terkini, yaitu tanggal 24 Januari, menunjukkan bahwa kelurahan-kelurahan Ibu Kota yang berbatasan dengan kota-kota satelit memiliki jumlah kasus di atas 100.
”Pemerintah mengatakan, kluster terbanyak sekarang ialah kluster keluarga, tetapi tidak ada data yang menjelaskan titik-titik kluster keluarga itu di mana saja. Para peneliti menjadi susah menyusun pola penyebaran virus. Tanpa pola ini, tidak akan bisa dibentuk intervensi yang spesifik,” tuturnya.
Di laman corona.jakarta.go.id pada bagian Network Graph Penularan Covid-19 hanya terdata kluster perkantoran, asrama, pesantren, lembaga negara, dan kegiatan umum. Tidak ada keterangan mengenai kluster keluarga.
Epidemiolog Universitas Respati Indonesia yang juga anggota Satuan Tugas Nasional Penanganan Covid-19, Cicilia Windiyaningsih, mengatakan bahwa kemampuan penelusuran ialah hingga 15 orang kontak erat pasien positif. Apabila pasien itu mengatakan bepergian ke keramaian, seperti pasar, pusat perbelanjaan, dan tempat umum lainnya, pemetaan nyaris mustahil dilakukan karena ada banyak orang yang tidak dikenal oleh pasien.
Cicilia juga mengingatkan pentingnya kedisiplinan pengurus rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) untuk mengawasi pasien positif atau orang yang masih menunggu giliran diperiksa agar tertib tinggal di rumah. Aparat penegak hukum yang terbatas jumlahnya tidak akan bisa setiap saat turun ke lapangan.
Berkeliaran
Salah satu contoh pasien positif yang masih bisa berkeliaran terjadi di Kelurahan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. Irawati (30), warga kelurahan itu, memperoleh hasil reaktif saat diuji antigen oleh perusahaan tempatnya bekerja sebagai bagian dari langkah keamanan rutin di kantor. Ia kemudian mendatangi salah satu puskesmas di Jakarta Utara agar bisa dites PCR, tetapi karena tidak memiliki surat rujukan dokter, petugas puskesmas menolak memberi tes. Irawati pun pulang dan tetap berkegiatan seperti biasa.
Sepekan kemudian, Irawati mengalami demam, batuk, dan pilek sehingga kembali ke puskesmas itu. Setelah dites, ia dinyatakan positif Covid-19. Puskesmas memberinya pilihan dirawat di rumah sakit rujukan atau menjalani isolasi mandiri di rumah. Ia memilih di rumah.
”Saya tidak lapor ke tetangga kalau saya positif Covid-19, takut distigma. Jadi, selama saya di rumah, tetangga masih suka berkunjung,” ucapnya. Ia mengaku tidak lapor ke petugas RT dan RW juga.
Berdasarkan ketentuan di DKI Jakarta, puskesmas harus meneruskan laporan kepada RT dan RW apabila ada warga yang dinyatakan positif Covid-19 agar kader-kader di lingkungan tempat tinggal bisa membantu mengawasi dan memastikan kebutuhan pasien yang tengah melakukan isolasi mandiri tercukupi. Berdasarkan pengakuan Irawati, tidak ada petugas RT dan RW yang mengetahui kondisinya.
Suami Irawati yang selama ini selalu bersinggungan dengannya menolak untuk dites oleh puskesmas. Hingga kini, ia masih bebas menjalankan aktivitas seperti biasa.