Pemprov DKI Terbitkan Keputusan Gubernur Pembatasan Fase Kedua
Epidemiolog Pandu Riono meminta agar pemerintah benar-benar menekan pergerakan warga secara masif. Aspek esensial, seperti pasar, termasuk para penjual keliling, harus tertib menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 51 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan, Jangka Waktu, dan Pembatasan Aktivitas Luar Rumah Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Minggu (24/1/2021). Dokumen ini disiarkan oleh bagian humas Pemprov DKI kepada awak media pada pukul 21.41, Minggu.
Kepgub ini merupakan turunan dari pemerintah pusat memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang awalnya dijadwalkan berakhir pada 25 Januari menjadi 8 Februari. Dari segi isi, tidak ada perubahan dengan aturan PPKM fase 11-25 Januari.
Sekolah-sekolah di Ibu Kota belum boleh melakukan pertemuan tatap muka. Kecuali sektor esensial, kantor-kantor wajib menyuruh 75 persen karyawannya bekerja dari rumah. Semua jenis kafe dan tempat makan, termasuk pusat jajanan kaki lima, juga hanya boleh menerima 25 persen pembeli untuk makan di tempat.
Pemprov DKI belum bisa beradaptasi pada fenomena microspreader atau penularan berskala kecil. (Anggara Wicitra Sastroamidjojo)
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jakarta, dalam dua pekan ini jumlah penambahan kasus aktif tetap tinggi. Sebagai gambaran, jumlah kasus aktif atau pasien yang dirawat dan menjalani isolasi per tanggal 11 Januari ialah 17.946 orang. Pada tanggal 24 Januari jumlahnya 24.224 orang.
”Ini melampaui titik tertinggi kasus aktif yang pernah ada di Jakarta,” kata Kepala Dinas Kesehatan Widyastuti.
Dari 8.055 tempat tidur di rumah sakit rujukan, hanya 14 persen yang kosong. Adapun unit perawatan intensif (ICU) dari 1.097 unit sudah terisi 921 tempat tidur. Pemprov DKI Jakarta bermaksud menambah 1.941 tempat tidur lagi untuk perawatan dan 1.362 unit untuk ICU.
Tuai kritik
Perpanjangan PPKM ini oleh sebagian anggota DPRD DKI Jakarta dianggap menunjukkan kegagalan pemprov menghadapi pandemi. Secara umum, DPRD menyetujui perpanjangan. Akan tetapi, tanpa pembenahan strategi dan cara kerja, PPKM fase kedua ini dikhawatirkan tidak akan membuahkan hasil yang berarti.
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo mengatakan bahwa Pemprov DKI belum bisa beradaptasi pada fenomena microspreader atau penularan berskala kecil. Hal ini dibuktikan dengan kasus-kasus positif sebesar 40,1 persen berasal dari kluster keluarga, bukan lagi kluster kantor atau kegiatan massal.
”Namun, hingga kini belum ada inovasi peraturan. Misalnya memperkuat satuan tugas di rukun warga dan rukun tetangga atau iklan layanan masyarakat yang khusus menyasar kluster keluarga. Akibatnya, pendekatan PPKM ini terkesan ketinggalan zaman,” tuturnya.
Legislator Fraksi Partai Solidaritas Indonesia ini menggarisbawahi belum ada pembahasan serius terkait kejenuhan pandemi (pandemicfatigue) di masyarakat. Perasaan kelelahan ini yang mengakibatkan orang-orang kendur menerapkan protokol kesehatan memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan sabun.
Anggara mengutip analisis epidemiolog Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, yang menjabarkan bahwa kejenuhan ini sudah mencuat sejak bulan September 2020. Persepsi masyarakat terhadap pandemi merendah. Semestinya ada kampanye yang menyasar setiap kelompok masyarakat guna menyegarkan kembali keseriusan mereka menangani pandemi.
Epidemiolog UI, Pandu Riono, menekankan pentingnya mengalihkan pekerjaan seluruh karyawan, kecuali sektor esensial dan tugas-tugas lapangan agar dikerjakan di rumah. Artinya, benar-benar menekan pergerakan warga secara masif. Aspek esensial seperti pasar, termasuk para penjual keliling, harus tertib menerapkan protokol kesehatan.
”Pastikan pemerintah tidak mencanangkan libur panjang atau cuti bersama yang sudah terbukti mengakibatkan mobilitas jutaan orang,” ujarnya.