Pengurangan impor sapi bakalan dari Australia mendongkrak harga jual daging sapi di Lampung. Namun, di Boyolali, Jawa Tengah, harga sapi potong cenderung turun selama pandemi ini.
Oleh
Vina Oktavia/Aditya Putra Perdana/Nino Citra Anugerah
·5 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Sarjono (49), peternak sapi asal Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, mengatakan, saat ini harga jual daging sapi lokal di tingkat peternak Rp 44.000-Rp 45.000 per kilogram hidup. Harga jual itu meningkat ketimbang beberapa pekan lalu yang hanya Rp 41.000-Rp 42.000 per kilogram hidup.
Kenaikan harga itu diyakini dampak dari pengurangan impor sapi bakalan asal Australia. ”Bagi kami, peternak lokal, kondisi ini membawa berkah karena harga sapi lokal naik,” kata Sarjono saat dihubungi, Sabtu (23/1/2021).
Menurut dia, sejauh ini pasokan bibit sapi lokal juga tidak ada kendala. Kendati begitu, harga jual bibit sapi lokal naik Rp 500.000-Rp 1 juta per ekor. Selama ini, pasar utama peternak sapi lokal Lampung adalah pulau induknya sendiri, yaitu Sumatera. Namun, beberapa hari terakhir, permintaan untuk memenuhi konsumsi di Jabodetabek juga meningkat.
Ketua Asosiasi Peternak dan Pegiat Sapi Lokal Lampung Nanang P Subendro mengatakan, permintaan daging sapi untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya naik sekitar 25 persen. Kondisi itulah yang ikut memicu kenaikan harga jual daging sapi lokal di tingkat peternak.
Dalam jangka panjang, pemerintah juga perlu mengantisipasi ketersediaan stok sapi bakalan lokal.
Dia menilai, pengurangan impor daging sapi bakalan asal Australia justru membawa dampak positif bagi peternak sapi lokal. Kenaikan harga jual daging sapi di tingkat peternak juga semakin menggairahkan bisnis peternakan sapi lokal.
Dia berharap pemerintah berkomitmen mendukung konsumsi sapi lokal dengan mengatur kebijakan impor daging sapi secara tepat. Pemerintah diharapkan tidak mengambil jalan pintas dengan membuka impor daging beku secara besar-besaran. Hal itu akan membuat harga jual daging sapi lokal anjlok dan peternak lokal gulung tikar.
Pemasaran daging beku juga dinilai perlu menyertakan keterangan jelas tentang jenis daging dan asalnya. Dengan begitu, konsumen tahu produk yang dibeli merupakan daging kerbau beku asal India. Pemasaran daging impor beku yang tidak diatur secara tepat disinyalir dimanfaatkan sejumlah pedagang untuk berbuat curang dengan mencampur daging beku dengan daging lokal segar. Hal ini merusak kualitas dan harga jual daging sapi lokal.
Dalam jangka panjang, pemerintah juga perlu mengantisipasi ketersediaan stok sapi bakalan lokal. Hal ini penting agar industri peternak lokal tidak terganggu akibat menurunnya stok sapi bakalan lokal. Kondisi sekarang ini dapat menjadi momentum pemerintah untuk mengembangkan industri peternakan sapi lokal.
Untuk mendorong industri peternakan sapi lokal, pemerintah perlu memberikan insentif bagi pelaku usaha peternak pembiakan sapi lokal. Selain pinjaman modal dengan bunga rendah, pemerintah juga perlu menjaga harga jual daging sapi lokal. Harga jual daging sapi yang saat ini Rp 44.000-Rp 45.000 per kilogram hidup dinilai sudah cukup baik bagi peternak.
Subendro berharap harga jual daging sapi lokal bisa lebih baik di rentang harga Rp 48.000-Rp 50.000 per kilogram hidup. Harga jual itu dinilai ideal bagi perkembangan industri peternak lokal dan masih dapat dijangkau oleh konsumen.
Terdampak pandemi
Berbeda dengan Lampung, kenaikan harga daging sapi di Jabodetabek tidak berdampak pada keuntungan para pertenak di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, salah satu daerah penghasil sapi potong terbanyak di provinsi itu.
Bakri (55), peternak asal Desa Winong, Kecamatan Boyolali, kemarin, mengatakan, pandemi Covid-19 benar-benar berdampak pada usaha penggemukan sapi. Jika biasanya membeli sapi Rp 17 juta per ekor, dalam 3-4 bulan akan dijual seharga Rp 21 juta-Rp 22 juta. Namun, di masa pandemi, harga jual hanya Rp 20 juta per ekor.
”Yang saya dengar, penyebabnya memang permintaannya. Misalnya, biasanya dikirim 20-30 ekor sekali kirim, sekarang hanya 10 ekor. Berkurang sekitar 50 persen. Sebelumnya, sapi jantan yang baru lahir harganya tinggi, sekarang biasa saja. Peternak sekarang cenderung memilih sapi untuk diperah,” tutur Bakri.
Meskipun demikian, Ketua Asosiasi Peternak Sapi Indonesia (Aspin) Boyolali Suparno mengatakan, tingginya harga sapi impor dari Australia dapat menguntungkan peternak sapi lokal. Ia berharap pemerintah berkomitmen mendorong konsumsi sapi lokal. Keberpihakan pemerintah terhadap sapi lokal dinanti kalangan peternak.
”Harapannya memang ada keberpihakan terhadap peternak lokal. Dengan kondisi sekarang, sebenarnya sapi lokal diuntungkan. Apabila nantinya tetap mengimpor, itu pasti akan berpengaruh ke peternak lokal,” kata Suparno.
Suparno menambahkan, harga sapi potong lokal juga perlahan meningkat sejak akhir 2020. Dari semula sekitar Rp 20 juta per ekor kini bisa menjadi Rp 23 juta per ekor. Jika dihitung per kilogram, harganya dari Rp 43.000 per kilogram menjadi Rp 47.000 per kilogram.
Namun, Suparno menyatakan, kenaikan harga sapi lokal itu tidak juga dirasakan kalangan peternak. Hal ini disebabkan rendahnya daya beli masyarakat. Penurunan daya beli ini diduga akibat adanya pandemi Covid-19. Penurunan daya beli diperkirakan berkisar 40-50 persen ketimbang saat kondisi normal tanpa adanya pandemi.
Suparno mengatakan, rendahnya daya beli masyarakat dapat dilihat dari berkurangnya hewan yang dipotong dari satu rumah pemotongan hewan (RPH). Ia mencontohkan, di Boyolali, satu RPH yang biasa memotong 50 ekor sapi per hari, saat ini hanya memotong 25 ekor sapi per hari.
Di luar masalah harga dan rendahnya penjualan, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jateng Lalu M Syafriadi menuturkan, ketersediaan daging sapi di Jateng mencapai 398.000 ton. Penghitungan itu jika merujuk pada populasi sapi usia potong di provinsi tersebut, yakni 1,7 juta ekor. Pada angka tersebut, kebutuhan daging sapi di Jateng dinilai aman.
Di tingkat peternak, di Jateng, harga sapi per ekor yang siap penggemukan menurun. ”Biasanya, harga rata-rata sapi dengan berat sekitar 300 kg pada tujuh bulan sebelum Idul Adha Rp 16 juta, nanti kemudian akan laku Rp 20 juta setelah dipelihara. Namun, pada bulan-bulan ini harganya menurun berkisar Rp 1 juta-Rp 2 juta. Sementara harga daging sapi konsumsi relatif stabil, berkisar Rp 110.000-120.000 per kg,” tutur Lalu.