Pembatasan Pergerakan Warga Turunkan Kasus Penularan di Tangerang
Tahun lalu, libur panjang dan cuti bersama menjadi penyumbang kasus penularan. Pembatasan pergerakan menurunkan kasus harian Covid-19 di Kabupaten Tangerang.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat hingga 8 Februari 2020. Sejumlah wilayah seperti di Kabupaten Tangerang mengalami penurunan kasus positif Covid-19 dalam skala harian meskipun tidak signifikan.
”Selama satu minggu PPKM sudah ada penurunan kasus positif dari 80 per hari menjadi 50 kasus per hari,” kata Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat (22/1/2021).
Ia sangat mengharapkan kasus terus menurun dalam tiga pekan ke depan. Jika tidak, fasilitas kesehatan di kabupaten tersebut akan kewalahan menangani para pasien positif. Sebagai gambaran, keterisian kamar perawatan di rumah sakit sudah melebihi 80 persen.
”Rumah-rumah singgah yang kami sediakan juga sudah penuh. Tidak bisa menampung pasien baru,” ungkap Zaki. Unit perawatan intensif (ICU) sudah terokupasi di atas 95 persen. Apabila tidak ada penurunan kasus, bisa-bisa sistem kesehatan di Kabupaten Tangerang ambruk.
Menurut dia, pemerintah kabupaten sudah menambah 800 unit tempat tidur. Menurut rencana, sampai akhir Februari mereka bisa mencapai target 1.000 tempat tidur baru. Akan tetapi, ini bukan jalan keluar dari pandemi karena kuncinya ada di hulu, yakni ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Zaki mengatakan, mayoritas kasus di Kabupaten Tangerang adalah kluster keluarga. Asalnya dari kluster kantor karena banyak warga yang menjadi pelaju guna bekerja di Jakarta. Peringkat kedua adalah kluster pabrik. Kasus per kluster bisa di atas 20 orang. Akan tetapi, pabrik lebih mudah dikendalikan karena aturan formal bisa masuk dan mengikat di tempat kerja.
”PPKM sangat mengurangi jumlah pelaju ke Jakarta. Pabrik-pabrik yang buka pun hanya di sektor esensial, sisanya merumahkan pekerjanya. Ini penyumbang penurunan kasus harian,” tuturnya.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, keampuhan PPKM hanya bisa terjadi jika ada penghentian semua pergerakan masyarakat kecuali di sektor esensial. Artinya, seluruh pekerjaan di luar sektor esensial dilakukan dari rumah.
Bagi sektor esensial, termasuk pasar tradisional pun, jika memungkinkan dibatasi dengan menerapkan kuota bergiliran dan protokol kesehatan ketat. Sistem ini seperti fase awal pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Maret-Mei 2020.
”Berkaca pada tahun lalu, kita mengetahui libur-libur panjang dan cuti bersama menjadi penyumbang kasus karena mengakibatkan pergerakan jutaan orang. Melalui PPKM, kalaupun ada libur dan tanggal merah, tetap jangan perbolehkan pergerakan masyarakat secara masif,” ujarnya.
Ia juga mengkritik komitmen pemerintah daerah menyediakan sistem pengetesan dan pelacakan pasien positif. Angka yang tercatat oleh pemerintah sejatinya adalah fenomena gunung es. Patut diperhatikan faktor banyak orang tidak mau melaporkan diri jika sakit atau memiliki anggota keluarga yang sakit karena takut stigma. Ada pula takut tidak bisa memakamkan dan melaksanakan doa bersama jika anggota keluarganya meninggal dengan diagnosis Covid-19.
”Jumlah warga yang meninggal walaupun tidak dimakamkan dengan protokol Covid-19 harus menjadi pertimbangan dalam pendataan kasus positif. Ada orang yang baru tiba di unit gawat darurat dan belum sempat dites sudah meninggal. Ada yang hasil tes belum keluar sudah meninggal dan ada yang meninggal di rumah,” papar Pandu.
Konsep kekebalan massal (herd immunity), lanjut Pandu, sama sekali tidak boleh menjadi pertimbangan opsi oleh pemerintah. Konsep ini tidak berbasis ilmiah dan tidak pernah ada bukti historis keberhasilannya. Swedia, yang tahun lalu menyatakan, ingin menerapkan konsep kekebalan massal, kini kembali ke sistem karantina akibat gagal menangani pandemi.