Kasus Positif Covid-19 di Tangerang Selatan Naik Dua Kali Lipat Selama PPKM
Selama PPKM berlangsung, penambahan jumlah kasus positif Covid-19 di Kota Tangerang Selatan justru bertambah. Pemerintah dipandang perlu lebih serius membatasi aktivitas dan mobilitas warga
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR
Pedagang kaki lima yang berjualan di luar area Pasar Ciputat, Tangerang Selatan tidak menerapkan protokol kesehatan pada hari Selasa (12/1/2021).
TANGERANG SELATAN, KOMPAS – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di Kota Tangerang Selatan, Banten, sejauh ini belum cukup efektif menekan penularan Covid-19. Selama satu setengah pekan PPKM berjalan, hingga Sabtu (23/1/2021), penambahan jumlah kasus positif Covid-19 naik hampir dua kali lipat.
Laporan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menyebutkan, selama pekan pertama penerapan PPKM (11-17 Januari 2021) terdapat penambahan 254 kasus positif Covid-19. Jumlah itu meningkat menjadi 467 kasus pada rentang 18-23 Januari 2021.
PPKM tahap pertama berakhir pada 25 Januari 2021. Pemerintah pusat sebelumnya telah mengumumkan perpanjangan PPKM hingga 8 Februari 2021. PPKM diputuskan untuk diperpanjang karena dinilai belum maksimal memutus penularan Covid-19.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Tangsel Deden Deni mengatakan, Pemerintah Kota Tangsel bakal mengevaluasi penerapan PPKM pada 25 Januari 2021. Ia enggan berbicara lebih jauh ketika ditanya mengenai penyebab kenaikan kasus positif Covid-19 selama PPKM.
“Ini lagi dievaluasi. Tapi (penambahan) kasus memang masih ada. Makanya kami mendorong warga taat prokes (protokol kesehatan),” ujar Deden ditemui di sela-sela pelaksanaan operasi yustisi penegakan prokes di Pasar Serpong, Tangsel, Sabtu (23/1/2021).
DOKUMENTASI HUMAS PEMKOT TANGERANG SELATAN
Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie ketika melaksanakan operasi yustisi penegakan protokol kesehatan di Pasar Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (23/1/2021).
Operasi yustisi di Pasar Serpong itu bertujuan melihat sejauh mana masyarakat disiplin dalam menerapkan prokes. Dari pengamatan Kompas, sebagian besar pengunjung pasar telah mengenakan masker. Namun, protokol menjaga jarak aman masih sulit dilaksanakan.
Kendati sebagian besar pengunjung telah mengenakan masker, masih ada beberapa di antaranya, termasuk para pedagang yang kedapatan tidak mengenakan masker. Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie yang turut dalam operasi yustisi itu juga mengakui masih ada segelintir masyarakat yang enggan menerapkan prokes.
Benyamin juga menyoroti tiadanya fasilitas cuci tangan bagi pengunjung pasar. Dia kemudian meminta kepada pengelola pasar untuk menyiapan fasilitas cuci tangan dan setiap pedagang diwajibkan membawa penyanitasi tangan (hand sanitizer).
“Pasar tradisional dipilih sebagai lokasi operasi karena relatif tidak ada yang mengawasi seperti di mal,” katanya.
DOKUMENTASI SATPOL PP KOTA TANGERANG SELATAN
Tempat usaha kuliner di kawasan Serpong Utara disegel Satpol PP Tangerang Selatan karena melanggar pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Kamis (21/1/2021) dini hari.
Disinggung mengenai upaya mencegah penularan Covid-19 di pasar tradisional, Benyamin menyebut pemerintah akan rutin melaksanakan operasi ke depannya. Dia memastikan petugas satuan polisi pamong praja (Satpol PP) bakal aktif melihat penerapan prokes di pasar tradisional.
“Operasi ini akan terus dilakukan, setelah ini satpol pp juga akan terus melakukan kegiatan,” ucapnya.
Secara terpisah, epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan, PPKM hanya merupakan strategi tambahan. Artinya, strategi itu hanya untuk menopang dan memperkuat strategi utama surveilans, yaitu tes, lacak, dan isolasi (3T).
"Ini yang akan memutus pola eksponensial Covid-19. Sayangnya, hingga saat ini belum jadi intervensi signifikan yang sesuai dengan besaran pandeminya dan skala penduduknya. Ini belum terjadi," kata Dicky.
Jika memang serius membatasi pergerakan masyarakat, Dicky berpandangan, pemerintah seharusnya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam UU tersebut, PSBB memungkinkan penghentian semua aktivitas sosial, baik perkantoran, sekolah, perdagangan, pertokoan, pusat perbelanjaan, dan transportasi.
"Di situ sebetulnya salah satu bentuk lockdown. Untuk apa? Untuk memperkuat testing dan tracing, sehingga jadi optimal dan bisa mengejar ketertinggalan kita dari virus ini," katanya.