Sebagian warga tidak mudah melakukan isolasi mandiri di rumah karena sempitnya hunian mereka. Potensi penularan kluster keluarga meningkat.
Oleh
Aditya Diveranta dan Aguido Adri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keadaan Hambali (39), warga RT 003 RW 005 Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, menjadi rumit karena Hambali, istri, dan bayi yang baru lahir ini diketahui positif Covid-19 sejak akhir Desember 2020.
Kondisi itu membuat sulitnya proses isolasi. Terutama karena rumah kontrakan mereka berukuran 4 meter x 5 meter. Dia meminta rujukan ke rumah sakit atau rumah sakit darurat Covid-19 Wisma Atlet, tetapi semuanya penuh.
”Saya dan keluarga agak susah untuk isolasi dengan rumah kontrakan seluas itu. Rumah sakit juga bilang enggak ada ruangan lagi. Akhirnya, dapat bantuan dari pengurus RT setempat untuk isolasi di ruang serbaguna milik warga setempat,” ucapnya saat dihubungi, Kamis (21/1/2021).
Kardi (58), ketua RT setempat, turut susah mencarikan fasilitas isolasi mandiri bagi warga. Saat Hambali berstatus positif, Kardi kelimpungan mencari ruangan isolasi. Beruntung, dia mendapat pinjaman ruangan dari kelurahan setempat.
Proporsi kluster keluarga terus meningkat dibandingkan beberapa pekan sebelumnya. (Dwi Oktavia)
Meski begitu, Kardi khawatir apabila kluster keluarga seperti Hambali menjadi banyak. Sebab, dirinya tidak sanggup menyediakan ruang isolasi warga dalam jumlah banyak. Sementara, rumah sakit rujukan untuk pasien Covid-19 dikabarkan nyaris tidak tersisa.
Irianti (29), warga RW 012 Pademangan Barat, Pademangan, Jakarta Utara, juga menjalani isolasi mandiri pada November 2020. Isolasi mandiri yang di jalani di rumah justru membawa lima anggota keluarganya tertular Covid-19.
Dia merasakan sulitnya isolasi mandiri, terutama di wilayah permukiman padat.
”Mungkin karena lingkungan rumah terhitung sempit, lalu saya juga masih meletakkan baju-baju cucian di luar. Karena masih tinggal serumah dengan keluarga, jadinya potensi paparan Covid-19 itu tetap ada,” ucapnya.
Di Jakarta, kluster penularan keluarga kian tinggi saat memasuki awal 2021. Menurut catatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta selama periode 11-17 Januari, proporsi kluster penularan keluarga mencapai 44 persen dari total kasus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menuturkan, proporsi kluster keluarga terus meningkat dibandingkan beberapa pekan sebelumnya. ”Sebelumnya (kluster keluarga) 40 persen, 41 persen, 43 persen, dan pekan ini mencapai 44 persen,” kata Dwi lewat keterangan tertulis, Rabu (20/1/2021).
Secara proporsi, Dwi menyebut penularan kluster keluarga itu lebih tinggi daripada kluster perkantoran. Menurut data yang dihimpun, kluster penularan di perkantoran saat ini sekitar 2,7 persen.
Penambahan kluster keluarga ini diprediksi berasal dari imbas libur Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan data 3-17 Januari, ada 442 kluster keluarga dengan 1.241 kasus positif yang mayoritas memiliki riwayat bepergian dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Banten. Keluarga ini umumnya menggunakan kendaraan pribadi.
Dwi mengimbau pasien positif segera berkoordinasi dengan puskesmas setempat untuk mengetahui gejala yang terasa. Bagi pasien bergejala ringan, disarankan agar pasien menjalani isolasi mandiri saja.
Pasien dengan gejala berat diarahkan meminta rujukan ke puskesmas. ”Puskesmas akan membantu mencarikan rujukan. Apabila masih kesulitan, warga dapat menghubungi Posko Tanggap Covid-19 Dinkes DKI dengan nomor 112 atau 081112112112,” ujarnya.
Sementara itu, dari dua menara yang siap untuk menampung pasien positif Covid-19 tanpa gejala serta bergejala ringan di Wisma Atlet Pademangan, Jakarta Utara, satu menara kini sudah terisi 96 persen. Tingkat keterisian empat menara Wisma Atlet Kemayoran di Jakarta Pusat saat ini tinggi meski sudah fokus pada pasien bergejala saja.
”Ini peringatan, pandemi belum berakhir dan angka positif masih terus meningkat,” tutur Humas Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Letnan Kolonel Laut dokter gigi M Arifin, Rabu.
Lonjakan di Bogor
Lonjakan kasus juga dilaporkan terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat. Data Dinas Kesehatan Kota Bogor, pada Selasa, menunjukkan terjadi penambahan angka positif harian mencapai 120 kasus. Sementara pada Rabu, angka positif 105 kasus. Lonjakan kasus dalam dua hari itu membuat total kasus terkonfirmasi 7.041 kasus. Kasus aktif atau pasien yang masih sakit 1.252 kasus, meninggal 146 kasus, dan pasien sembuh 5.643 kasus.
Wali Kota Bima Arya mengatakan, peningkatan angka kasus yang mencapai lebih dari 100 kasus karena keabaian protokol kesehatan dan masih tingginya mobilitas warga. ”Peningkatan kasus karena libur akhir tahun, mobilitas warga, dan ada kegiatan keagamaan dari luar kota. Oleh karena itu, kami tekankan lagi untuk kurangi mobilitas. Kasus terus meningkat. Protokol kesehatan tolong ketat,” kata Bima.
Bima menambahkan, tempat tidur di rumah sakit rujukan juga makin penuh. Oleh karena itu, pihaknya terus berusaha menambah tempat tidur atau ruang isolasi di rumah sakit rujukan. Pasien bergelaja ringan diisolasi di BNN Lido. Pemkot Bogor dan Pemprov Jawa Barat juga sudah menyiapkan RS Lapangan GOR Pajajaran.
”Dalam waktu dekat, kita juga menyiapkan satu hotel untuk pasien Covid-19 dengan tanpa gejala atau OTG. Kami masih urus agar hotel siap beroperasi karena prokes di hotel juga perlu diperhatikan,” kata Bima.
Selain kesiapan fasilitas nonkesehatan, Pemkot Bogor saat ini mendorong produksi alat bantu pernapasan atau ventilator untuk mencukupi kebutuhaan perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit.