Fasilitas Pejalan Kaki di Jakarta Masih Kurang Ramah Pengguna
Pada peringatan Hari Pejalan Kaki Nasional, sejumlah warga Jakarta masih merasakan fasilitas yang kurang ramah pengguna. Hal ini banyak terjadi pada akses trotoar dan jembatan penyeberangan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Warga menaiki tangga jembatan penyeberangan di Simpang Senen, Jakarta Pusat, Jumat (22/1/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga di Jakarta menyatakan fasilitas pejalan kaki masih kurang ramah pengguna. Dalam peringatan Hari Pejalan Kaki Nasional, Jumat (22/1/2021), mereka mengeluhkan akses fasilitas penyeberangan yang rumit serta gangguan saat berjalan kaki di trotoar.
Sebagian warga Jakarta mengalami keluhan itu hampir setiap hari. Suhartini (66), warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat, merasakan sulitnya akses saat melewati jembatan penyeberangan orang (JPO) di Simpang Lima Senen. Menurut dia, Perbaikan fasilitas yang baru rampung ini sudah sangat bagus, tetapi akses rutenya terlalu panjang dan curam bagi orang berusia lanjut.
Suhartini kerap menghindari turun di Halte Senen yang punya anak tangga banyak. Bagi dia, JPO di kawasan itu kurang ramah bagi lansia, apalagi dengan kaki yang sudah renta untuk berjalan jauh.
”Lutut saya sering sakit kalau naik tangga JPO yang terlalu curam. Mungkin karena faktor usia sudah 66, ya, tetapi fasilitas itu juga kurang ramah buat saya. Saya, kalau sampai di Halte Transjakarta Senen, akhirnya memilih menghindari JPO yang tangganya banyak itu bagaimanapun caranya,” tutur pekerja di Menteng, Jakarta Pusat, ini.
Suhartini (66), pejalan kaki yang berkantor di Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat.
Selama bertahun-tahun menempuh rute Cempaka Putih-Gondangdia, perempuan ini juga kerap terganggu dengan okupasi kendaraan motor dan pedagang kaki lima di trotoar. Setiap mengakses trotoar dari Gondangdia, selalu saja ada kendaraan bermotor yang parkir sembarangan di trotoar. Kendaraan tersebut menutup akses trotoar yang dilalui sehingga dia kerap minggir ke jalan raya.
Masalah serupa juga dirasakan Aldo (24). Perawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto itu sudah biasa melihat sepeda motor dan mobil menutupi trotoar. Hal itu sebenarnya membuat dia kurang nyaman saat berjalan kaki, tetapi dia memilih mengalah dan berjalan agak minggir ke jalan raya.
”Penampakan sepeda motor nutupin trotoar begitu sudah kayak lumrah, ya. Saya pribadi sebenarnya kurang nyaman, apalagi pengojek kadang berderet di trotoar begitu. Daripada berantem, mendingan saya yang minggir saja,” kata warga Depok, Jawa Barat, itu.
Penampakan sepeda motor nutupin trotoar begitu sudah kayak lumrah, ya. Saya pribadi sebenarnya kurang nyaman, apalagi pengojek kadang berderet di trotoar begitu. Daripada berantem, mendingan saya yang minggir saja.
Sugiarto (54) juga memandang hal yang sama. Pejalan kaki ini menyayangkan sejumlah akses trotoar dan JPO di Jakarta yang sudah sangat bagus, tetapi aksesibilitasnya masih terganggu. Dia, misalnya, kerap menghindari JPO yang aksesnya terlalu curam.
Puluhan sepeda motor parkir di kawasan trotoar Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat, saat peringatan Hari Pejalan Kaki Nasional pada Jumat (22/1/2021).
Aksesibilitas
Pantauan Kompas, sejumlah akses trotoar dan JPO di Jakarta masih punya banyak gangguan. Hal ini, misalnya, terlihat di trotoar kawasan Tanah Abang. Hampir sepanjang ruas trotoar di Pasar Tanah Abang Blok F dan Blok G terokupasi oleh pedagang kaki lima.
Trotoar dengan luas sekitar 4 meter itu dipenuhi lapak pedagang di sisi kiri dan kanan. Akses trotoar di sana tersisa hanya sekitar setengah meter. Alhasil, pejalan kaki harus berdesakan saat berlalu-lalang di trotoar.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Pedagang mengokupasi sisi trotoar di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (22/1/2021). Hal ini membuat akses pejalan kaki di sana menyempit.
JPO justru mengalami masalah yang lain. JPO baru di dekat kawasan Atrium Senen, misalnya, jarang digunakan pejalan kaki yang menyeberang. Alih-alih memanfaatkan JPO, mereka justru langsung menyeberang secara langsung ke jalan raya.
Abdurrohman (70), warga Johar Baru, Jakarta Pusat, mengatakan, JPO itu terlalu jauh dan curam bagi dia yang sudah lansia. Dia yang baru turun dari bus Transjakarta memilih langsung menyeberang di jalan raya karena kemudahan aksesibilitas.
”Saya beranjak dari halte bus pengumpan persis di seberang Mal Atrium Senen. Masih lebih cepat kalau saya langsung menyeberang di jalan daripada harus jalan sekitar 50 meter dan naik tangga JPO. Enggak hanya warga lansia, warga lain mungkin akan cenderung menyeberang langsung daripada naik JPO itu,” tuturnya.
Sejumlah warga nekat menyeberang di dekat jalan lintas bawah Senen, Jakarta Pusat. Warga enggan menggunakan jembatan penyeberangan orang yang berjarak beberapa meter dari lokasi semula.
Gerakan Koalisi Pejalan Kaki memandang fasilitas di Jakarta saat ini masih kurang ramah bagi kalangan lansia dan disabilitas. Dalam survei rapor trotoar 2020 yang melibatkan sekitar 280 responden dari 34 kota dan 26 kabupaten, skor rata-rata rapor trotoar se-Indonesia adalah 4,9 dari skala 10.
Lutut saya sering sakit kalau naik tangga JPO yang terlalu curam. Mungkin karena faktor usia sudah 66, ya, tetapi fasilitas itu juga kurang ramah buat saya.
Koordinator Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus menuturkan, skor tersebut menandakan kalau fasilitas pejalan kaki sudah baik, tetapi masih belum cukup ramah pengguna. Kurangnya keramahan fasilitas ini terutama sangat terasa bagi kaum disabilitas dan lansia.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Kampanye peringatan Hari Pejalan Kaki Nasional bersama gerakan Koalisi Pejalan Kaki di Jakarta, Jumat (22/1/2021). Peringatan ini menggugat hak pejalan kaki untuk fasilitas yang lebih ramah pengguna.
Meski begitu, responden menyatakan cukup optimistis dengan perkembangan fasilitas pejalan kaki di Indonesia. Alfred menyebutkan, optimisme ini menandakan kepercayaan warga terhadap pengelolaan fasilitas publik dari pemerintah.
”Kondisi ini harus disambut pemerintah setempat dengan fasilitas pejalan kaki yang lebih ramah. Fasilitas seperti JPO sebenarnya masih kurang ramah pengguna. Kami mendorong lebih banyak lagi pelican crossing di Jakarta dan kota-kota lain demi akses pejalan kaki yang lebih beradab,” ujar Alfred.