Kala Banjir Bandang Mengambil Alih Sempadan Ciliwung Hulu
Melalui menteri dan bupati, pemerintah berjanji menginvestigasi penyebab banjir bandang. Pemerintah juga memetakan wilayah rawan bencana dan menentukan upaya untuk meminimalkan potensi kerusakan parah dan korban jiwa.
Oleh
AGUIDO ADRI
·6 menit baca
Peristiwa banjir bandang pada Selasa pagi (19/1/2020), di kawasan Gunung Mas, Kampung Rawa Dulang, Cisarua, Kabupaten Bogor, masih membuat Udek (59) gelisah dan sedih. Rabu (20/1/2021) kemarin, ia duduk membisu dengan tatapan mata kosong di depan teras pondok pengungsian. Kini ia dan keluarga pasrah dan berharap pemerintah dan pihak PT PN VIII segera membantu menyediakan rumah pengganti yang sudah rusak.
Kaki Udek masih tampak kotor oleh lumpur. Ia baru saja sampai ke pondok pengungsian dari rumahnya untuk mengambil baju cucunya yang berusia sekitar 6 tahun. Ia harus mengambil pakaian cucunya karena sampai hari kedua mengungsi belum ada bantuan untuk pakaian anak kecil. Tak hanya itu, ia harus kembali ke rumah karena putrinya saat ini sedang hamil sembilan bulan. Sementara menantunya harus menjaga anaknya dan sang istri yang sedang hamil.
“Iya, ibu yang harus ke rumah untuk ambil pakaian cucu. Kami kekurangan pakaian. Tadi ambil pakaian yang layak, selebihnya banyak yang tidak bisa dipakai. Tadi ketika lihat rumah rasanya sedih, ibu mau nangis. Semoga kedatangan ibu bupati (Ade Yasin) dan pak menteri (Muhadjir Effendy) bisa segera menangani dampak banjir terutama rumah warga yang rusak. Kami juga butuh selimut dan susu saat ini,” kata Udek, Rabu (20/1/2021).
Rumah Udek salah satu yang terdampak banjir bandang dan penuh lumpur tebal. Bagian dapur dan satu kamar jebol akibat terjangan banjir bandang. Saat ini jarak rumahnya dengan bibir Sungai Cisampai hanya 1 meter dan sangat rawan untuk ditempati. Padahal sebelum banjir bandang menerjang, rumahnya berjarak sekitar 10 meter dari bibir sungai. Banjir bandang seperti sengaja mengambil paksa sempadan Cisampai, bagian dari Sungai Ciliwung Hulu.
Kami terus berupaya keras meminimalkan kejadian, tetapi selalu saja kejadian kejadian ini ada saja tidak bisa diubah. (Muhadjir Effendi)
“Kami belum tahu akan tinggal dimana. Pasrah saja tunggu bantuan dari pemerintah. Untuk sementara kami tinggal di pondok dulu. Kami belum diizinkan untuk kembali ke rumah,” tutur perempuan yang bekerja di kawasan Gunung Mas dengan membuka kantin. Sementara suaminya merupakan pensiunan di Argo Wisata Gunung Mas, sekaligus seorang pemetik teh.
Meski masih merasa sedih, Udek masih bersyukur ia bersama keluarganya selamat. Namun, dari bencana itu, ada satu peristiwa yang hingga saat ini membuat Udek khawatir.
Selasa pagi, pengeras suara di masjid memperingati warga untuk segera lari dan menjauh dari sungai yang mulai meluap. Teriakan warga mulai terdengar panik, salah satunya dari putrinya yang sedang hamil.
“Banjir, banjir, tsunami, banjir, lari, cari tempat yang aman,” kata Udek menirukan suara teriakan kepanikan warga dan peringantan dari pengeras suara di mesjid.
Tidak banyak barang yang diambil Udek, hanya kumpukan surat dan berkas penting. Ia lalu segera menghampiri putrinya lalu memegang tangannya serta cucunya keluar rumah menjauh dari risiko terjangan banjir.
“Kami berlari cukup jauh sekitar 1 kilometer cari tempat aman, padahal saat itu putri saya sedang hamil tua. Kami panik lari menyelamatkan diri. Itu yang membuat saya khawatir hingga saat ini dengan kondisi anak saya yang sedang hamil. Ini lagi tunggu dokter untuk periksa. Doakan semoga baik-baik saja,” lanjut Udek.
Bupati Bogor Ade Yasin yang meninjau langsung pondok pengungsian, memastikan untuk kebutuhan dasar akan mereka penuhi. Ia juga memastikan tim dokter akan selalu sedia jika ada warga yang sakit atau dalam kondisi darurat. Ade juga memastikan untuk warga agar bertahan dulu di pondok pengungsian karena kondisi cuaca belum kondusif.
“Tetap di sini dulu. Cuaca masih sering hujan. Dan saya berharap pihak PTPN VIII memberikan penginapan ini sampai situasinya terkendali. Saya berkoordinasi terus dengan PT PN VIII pak Direktur Muhammad Yudayat. Dan warga bisa kembali ke rumah bagi yang rumahnya tidak rusak berat. Sedangkan yang rusak berat nanti dipikirkan di mana mereka tinggal,” kata Ade.
Saat ini, petugas BPBD, polisi, relawan, Damkar mulai membersihkan rumah-rumah warga yang terdampak banjir bandang dari lumpur dan material kayu.
Sementara terkait penyebab banjir bandang, Ade belum bisa memberikan kepastian penyebabnya. Namun, dari peristiwa itu menjadi pelajaran dan antisipasi untuk memitigasi potensi risiko bencana alam yang berdampak besar pada keselamatan masyarakat.
“Kita harus pelajari seperti apa penyebabnya. Apakah ada kesalahan tata ruang atau terjadi penggundulan. Selain itu, sungai tidak mampu menampung air ketika hujan deras sehingga meluber. Ini juga yang harus diteliti penyebabnya. Kami investigasi bersama tim ahli seperti BIG (Badan Informasi Geospasial). Saat ini belum bisa disimpulkan,” kata Ade.
Ade melanjutkan, di setiap desa ada desa tanggap bencana atau Destana. Peran Destana harus lebih aktif dan siaga dalam mitigasi bencana. Destana bersama BPBD, dan Tagana perlu berkolaborasi aktif mencari dan memetakan titik-titik rawan.
“Kita juga tidak tahu, bencana kerap tiba-tiba. Jadi yang penting siaga supaya tidak terjadi kerusakan yang lebih besar apalagi menimbulkan korban,” tutur Ade.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, ia sudah meminta pihak PTPN VIII memfasilitasi warga yang terdampak bencana.
"Saya sarankan kepada pak direktur supaya ada pemindahan rumah karyawan yang rentan ancaman banjir, ancaman tanah longsor, untuk dan segera dialihkan ke tempat aman. Perlu lihat kapasitas beberapa kebutuhannya, apakah perlu ada kebutuhan dari dinas terkait, baik dari Kementerian Kehutanan, BNPB, atau bisa ditangani cukup oleh pihak PTPN, saya juga nanti akan koordinasi dengan pak menko dan BUMN," kata Muhadjir.
Muhadjir melanjutkan, sesuai dengan instruksi Presiden, untuk wilayah penyangga sudah masuk rencana strategis. Kejadian seperti tanah longsor dan banjir bandang telah menjadi agenda penanganan setiap tahun.
“Kami terus berupaya keras meminimalkan kejadian, tetapi selalu saja kejadian kejadian ini ada saja tidak bisa diubah,” kata Muhadjir.
Dari pengamatan Muhadjir dan laporan dari pihak PTPN VIII, kondisi lingkungan, masih terawat dengan baik. Meski begitu, Muhadjir merekomendasikan untuk segera menanam dan memperbanyak pohon atau tanaman keras seperti vetiver yang memiliki daya cengkram akar cukup di tanah gembur, sehingga kondisi lingkungan semakin aman.
“Seperti yang telah dicanangkan presiden tahun lalu, yaitu salah satu pilihannya pohon sejenis vetiver yang akan ditanam wilayah yang tingkat kemiringannya ekstrem. Itu tidak boleh ada penanaman termasuk teh tidak boleh ada di situ. Tapi nanti ditanami tanaman keras dan tanaman perdu berjenis vetiver itu. Saya datang ke sini termasuk untuk memastikan bahwa nanti ada langkah konkrit dari PTPN VIII,” kata Muhadjir.
Muhadjir melanjutkan, pemerintah sudah memetakan wilayah Jawa Barat terutama wilayah hulu yang akan berpengaruh terhadap kondisi Ibu Kota Jakarta.
“Terutama banjir kemudian berbagai macam dampak yang nanti kemudian merembet ke Ibu Kota. Sudah kami evaluasi, dari waktu ke waktu penanganan lebih akan lebih tersistem,” katanya.