Sebanyak 474 Warga Korban Banjir Bandang Gunung Mas Masih Mengungsi
Sampai Rabu pagi ini, hujan terus terjadi di kawasan Gunung Mas, Puncak, Bogor, yang pada Selasa kemarin diterjang banjir bandang. Agar tetap aman, warga diminta tetap tinggal di pengungsian.
Oleh
GIO/BKY/RTG/AIK
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Banjir bandang empat kali menerjang kawasan Gunung Mas, Kampung Rawa Dulang, Desa Tugu Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (19/1/2021). Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bogor, setidaknya ada 134 keluarga dengan 474 jiwa yang terdampak bencana itu.
”Hujan dari Minggu hingga Selasa. Selasa pagi, saya dengar seperti ada suara gemuruh. Tapi, kok, aneh makin besar suaranya. Lalu ada teriakan warga. Saat keluar, saya lihat air melimpah dan meluber ke jalan. Saya langsung mencari anak saya dan keluarga lain. Aman, kami tidak apa-apa,” tutur Iis Hapsoh (42), warga Kampung Rawa Dulang, di pondok pengungsian milik PT Perkebunan Nusantara Lapan, kemarin.
Iis melanjutkan, setelah banjir bandang pertama pukul 09.00, air kembali datang sekitar pukul 10.00. Kemudian ada lagi sekitar pukul 11.00 dan pukul 13.00.
Banjir bandang tak hanya membawa material lumpur dan potongan pohon. Banyak ternak, seperti kambing dan sapi, yang juga ikut terseret derasnya air.
Warga yang terdampak banjir bandang untuk sementara dilarang kembali ke desa karena cuaca masih buruk.
Wawah Winardi (65), pengungsi lainnya, menuturkan, banjir bandang itu membuat rumahnya dan rumah warga lainnya terdampak. ”Takut hujan deras lagi dan ada banjir susulan. Jadi, kami diminta mengungsi,” katanya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor Raya Alfajar mengatakan, dugaan awal banjir bandang itu dipicu oleh longsor di Curug Cisampai, di kaki Gunung Pangrango, hulu dari Ciliwung Hulu. Longsoran itu tertahan dan ketika ada hujan deras, material lumpur terbawa. ”Kami belum bisa memastikan seperti apa. Kami juga belum bisa ke lokasi yang berjarak sekitar 4 kilometer,” ujar Raya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Asnan mengatakan, kawasan yang dilewati anak Sungai Ciliwung Hulu itu rawan bencana. Di sempadan sungai juga terpantau banyak bangunan.
Menurut Asnan, pihaknya menurunkan tim untuk meninjau lokasi dan meneliti lebih lanjut penyebab terjadinya banjir. ”Banjir ini penyebabnya banyak faktor. Bisa cuaca ekstrem atau kondisi lahan yang berubah. Kami cek dulu di lapangan,” ujarnya.
Kawasan Puncak dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan kawasan konservasi utama yang penting sekaligus tujuan utama wisata warga Jabodetabek. Pengelolaannya, kata Asnan, melibatkan berbagai instansi di tingkat pusat dan daerah.
Peneliti IPB University, Ernan Rustandi, menuturkan, dalam berbagai kajian yang dibuatnya, ia menemukan inkonsistensi tata ruang Desa Tugu Utara dan Tugu Selatan. Artinya, yang direncanakan di rencana tata ruang wilayah (RTRW) berbeda dengan kejadian di lapangan. Kedua desa itu penting dijaga karena bagian dari DAS Hulu Ciliwung.
Raya menambahkan, saat ini, pihaknya mengutamakan evakuasi demi keselamatan warga dan memastikan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 dijalankan. ”Tidak ada korban jiwa dan luka-luka. Untuk yang terdampak, ada empat RT dan dua RW, sekitar 400 keluarga,” katanya.
Hal serupa disampaikan Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Jabar Budi Budiman Wahyu. Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan mengatakan, untuk sementara, pihaknya melarang warga yang terdampak banjir bandang kembali ke desa karena cuaca masih buruk. Cuaca buruk juga masih terus berlanjut hingga hari ini, Rabu (20/12/2021).
Rentetan bencana
Rentetan bencana alam, seperti banjir bandang dan longsor, mulai melanda Jawa Barat selama Januari 2021. Sebelumnya, terjadi longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Sabtu (9/1/2021). Sebanyak 40 orang meninggal dan sebagian besar korban tertimbun material longsor. Pencarian dilakukan selama sepuluh hari untuk menemukan semua korban.
Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim Badan Informasi Geospasial Ferrari Pinem menyebutkan, survei lapangan yang dilakukan timnya menunjukkan, faktor yang dominan mendukung longsor di Desa Cihanjuang adalah kelerengan, curah hujan tinggi, drainase, kondisi batuan dan tanah, serta tutupan lahan.
Pinem menambahkan, dari hasil observasi, longsor lanjutan masih berpotensi terjadi di wilayah itu. ”Ada kemungkinan longsor terjadi di kemudian hari. Banyak ditemukan rekahan tanah dan aliran air di area yang lebih tinggi,” katanya.
Hal senada ditegaskan Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Agus Budianto. Gubernur Jabar Ridwan Kamil meminta semua kepala daerah menganalisis zona rawan bencana dan berupaya memindahkan warga ke tempat yang aman.