Pembatasan Kegiatan Masyarakat Setengah Hati, Kasus Covid-19 Terus Meningkat
Peningkatan laju penularan Covid-19 yang dilihat dari tren pertambahan kasus harian terus mencetak rekor baru. Model baru pembatasan kegiatan masyarakat masih diterapkan setengah hati. Perlu pembatasan lebih ketat.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM untuk menghambat laju penularan Covid-19 masih setengah hati. Tren pertambahan harian kasus Covid-19 terus mencetak rekor baru. Pembatasan model baru belum berhasil mengendalikan wabah.
Kenaikan kasus harian menembus rekor baru secara nasional, yaitu 14.224 kasus, Sabtu (17/1/2021). Rasio kasus positif tercatat 31,35 persen atau enam kali lipat dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 5 persen. Penambahan kasus terbanyak terjadi di Jakarta dengan 3.536 kasus, Jawa Barat 3.460 kasus, Jawa Tengah 1.997 kasus, dan Jawa Timur 1.160 kasus.
Ketua Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia sekaligus tim ahli Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Tri Yunis Miko, menilai, pembatasan sosial yang diterapkan saat ini belum berhasil mengendalikan wabah. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) perlu lebih diperketat, khususnya di daerah-daerah dengan kasus tertinggi.
”PSBB atau PPKM yang dijalankan saat ini efektivitasnya tergolong ringan atau sedang. Seharusnya dengan rasio positif di atas 30 persen seperti saat ini, PSBB jangan sedang-sedang saja. Kalau bisa, sedang ke tinggi, sama seperti di awal pandemi,” katanya saat dihubungi pada Minggu (17/1/2021).
PSBB dengan kategori sedang pernah diterapkan Pemerintah Provinsi DKI, diikuti PSBB di Tangerang Raya dan Bogor-Depok-Bekasi (Bodebek), mulai April 2020. Dalam penerapannya, kegiatan belajar, bekerja, dan beribadah dilakukan di rumah. Mobilitas transportasi umum dibatasi sementara.
Pusat perbelanjaan tutup kecuali untuk peritel yang dibolehkan buka, restoran hanya membuka layanan tanpa turun atau dibawa pulang, dan obyek wisata dan hiburan dilarang beroperasi.
Kebijakan pada April hingga Juni tersebut sedikit banyak mengerem laju peningkatan kasus. Meski ada kecenderungan kenaikan angka kasus positif, laju kasus positif turun dari rata-rata ratusan persen menjadi puluhan persen. Hal yang sama terjadi di kawasan Bodebek (Kompas, 17/1/2021).
Seharusnya dengan rasio positif di atas 30 persen seperti saat ini, PSBB jangan sedang-sedang saja. Kalau bisa, sedang ke tinggi, sama seperti di awal pandemi.
Saat ini, PPKM yang diterapkan sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2021 selama 11-25 Januari 2021 cenderung lebih longgar. Kegiatan ibadah dan bekerja boleh dilakukan di luar rumah walaupun dengan pembatasan kapasitas. Pusat perbelanjaan dan restoran dibuka dengan pembatasan waktu operasional dan kapasitas, demikian juga dengan tempat wisata.
Epidemiolog kolaborator saintis LaporCovid-19, Iqbal Elyazar, menilai strategi pengendalian seperti PPKM mungkin baru dapat diukur dampaknya 2-4 minggu ke depan. Namun, ia juga berpendapat penerapan PPKM yang masih setengah hati tidak akan mengubah banyak laju pertumbuhan penularan.
”Belajar dari negara-negara lain dan Jakarta di awal pandemi, kita butuh sebagian besar orang berada di rumah, minimal 95 persen orang pakai masker dengan cara yang benar, serta meminimalkan kerumunan dan menjauhi kerumunan,” ujarnya.
Adaptasi peraturan
Sementara itu, selama seminggu penerapan PPKM di Ibu Kota, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta masih menemukan pelanggaran dari masyarakat individu dan pemilik usaha. Kendati sedikit, pelanggaran terjadi karena masyarakat, khususnya pemilik usaha, harus beradaptasi dengan aturan baru.
Data pelanggaran yang dikumpulkan Satpol PP DKI Jakarta pada 11-16 Januari 2021, ada 10.020 pelanggaran penggunaan masker di tempat umum. Sebanyak 9.808 pelanggar dikenai sanksi kerja sosial dan 212 pelanggar dikenai denda.
Di restoran atau rumah makan, yang kapasitas makan di tempat dibatasi 25 persen sampai pukul 19.00, ditemukan 178 pelanggaran dari 2.307 tempat yang disisir. Hukuman untuk pelanggar mulai denda (8 tempat), penghentian sementara kegiatan (24 tempat), hingga teguran tertulis (146 tempat).
Di tempat usaha, perkantoran, dan industri, pelanggaran terkait kapasitas 25 persen dilakukan di 213 tempat dari 2.312 tempat yang dipantau. Hukuman untuk pelanggar meliputi denda (1 tempat), penghentian sementara kegiatan 3 x 24 jam (10 tempat), dan teguran tertulis (202 tempat).
”Persentase pelanggaran yang dilakukan di tiga kategori tersebut sudah relatif kecil,” kata Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin, yang dihubungi secara terpisah.
Penerapan PPKM yang masih setengah hati tidak akan mengubah banyak laju pertumbuhan penularan.
Terkait penggunaan masker, misalnya, masyarakat yang ditemukan tidak membawa masker terbilang semakin sedikit. Hanya ketidakdisiplinan untuk memakai masker dengan baik dan benar, yaitu dengan menutupi hidung dan mulut, masih ditemui.
Adapun kebijakan baru, seperti pembatasan waktu operasional makan di tempat sampai pukul 19.00 selama PPKM oleh pemilik restoran atau tempat makan, dinilai sudah diadaptasi dengan baik. Hal ini karena pemilik usaha sudah menerapkannya selama libur Natal dan Tahun Baru silam.
Namun, aturan kapasitas 25 persen disebut masih sulit diterapkan pemilik restoran dan rumah makan. Arifin menyebut masih banyak dari mereka yang kesulitan mengatur tempat makan agar tidak diisi pengunjung melebihi kapasitas maksimal yang ditetapkan.
”Perlu sekali lagi kami ingatkan kepada pemilik restoran dan rumah makan agar mengatur kapasitas pengunjung makan di tempat maksimal 25 persen. Jadi, mereka harus bisa mengatur kursi dan meja, entah dengan dipinggirkan atau dipisahkan dari yang disediakan. Bagi yang belum bisa mengatur, kami biasanya kasih teguran tertulis untuk pembenahan,” tutur Arifin.
Sakinah (51), pedagang bakso malang di daerah Kramatjati, Jakarta Timur, mengaku baru kali ini mengatur kapasitas di tempat usahanya. Di rumah makan seluas sekitar 7 meter persegi, ia membatasi tempatnya hanya untuk maksimal 4 pengunjung dari kapasitas 10-15 orang yang bisa makan di tempat sekali waktu.
”Waktu hari pertama PPKM ini banyak petugas (satpol PP) datang sosialisasi. Sejak saat itu, saya pasang penanda larangan duduk di meja, terus kurangin kursi supaya orang yang maksa datang ketika ramai enggak bisa duduk,” katanya.
Menurut Sakinah, suasana di rumah makannya selama PPKM kali ini tidak berbeda dengan masa pembatasan sosial yang sebelumnya diterapkan. Pembeli yang datang jauh lebih sedikit daripada saat normal. Namun, pengawasan aparat lebih ketat dan intens.
”Saya ikut aturan pemerintah saja. Kalau memang untuk kebaikan supaya kasus Covid-19 enggak naik terus, ya enggak masalah, biar saya dan pengunjung enggak ada yang ketularan juga, kan,” ujarnya.