Pembatasan Kegiatan Belum Terjadi di Pasar Tradisional
Jumlah penjual yang nongkrong ramai-ramai ini lebih sedikit dibandingkan dengan di awal pandemi tahun lalu, tetapi belum bisa menghilang sama sekali. Mereka juga masih melepas masker saat petugas patroli pasar berlalu.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM masih menghadapi banyak kendala. Masyarakat di sejumlah pasar tradisional di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi, baik pedagang maupun pembeli, belum sepenuhnya disiplin menerapkan protokol kesehatan meskipun mereka mengetahui bahaya penularan Covid-19.
Di Jakarta, salah satu pasar yang memiliki tingkat kesukaran pengendalian tertinggi ialah pasar Kebayoran Lama. Manajer Area 11 Perusahaan Umum Daerah Pasar Jaya Cevazia Nelsa mengatakan, di pasar ini ada 1.700 kios. Area 11 Perumda Pasar Jaya adalah Pasar Kebayoran Lama, Bata Putih, Melawai, Cipete Selatan, Mampang Prapatan, Pondok Labu, Warung Buncit, dan Santa.
”Sejak awal, ketika istilahnya masih PSBB (pembatasan sosial berskala besar), patroli petugas pasar dan satuan pengaman selalu dilakukan. Sekarang juga masih, ditambah dengan imbauan melalui pengeras suara dan berbagai fasilitas cuci tangan,” katanya ketika dihubungi pada Selasa (12/1/2021).
Jumlah penjual yang nongkrong ramai-ramai ini lebih sedikit dibandingkan dengan awal pandemi tahun lalu, tetapi belum bisa menghilang sama sekali. Biasanya kami mengizinkan mereka nongkrong asalkan masker tidak dilepas.
Pantauan langsung di gedung Pasar Kebayoran Lama memang tampak petugas satpam berkeliling dan menegur penjual yang tidak bermasker. Ada beberapa penjual yang melepas masker ketika sendirian di kios, tetapi ketika ada calon pembeli mendatangi kios, mereka langsung memakai masker.
Meskipun demikian, juga masih ada penjual yang duduk bergerombol dan tidak bermasker. Mereka membubarkan diri setiap kali melihat petugas datang. ”Jumlah penjual yang nongkrong ramai-ramai ini lebih sedikit dibandingkan dengan awal pandemi tahun lalu, tetapi belum bisa menghilang sama sekali. Biasanya kami mengizinkan mereka nongkrong asalkan masker tidak dilepas,” ujar Cevazia.
Dari sisi pengunjung Pasar Kebayoran Lama tampak memiliki kedisiplinan lebih tinggi dibandingkan dengan para penjual. Mereka tertib memakai masker yang menutupi hidung hingga dagu. Tidak hanya di dalam gedung Pasar Jaya, tetapi juga ketika berbelanja di pedagang kaki lima (PKL) yang memenuhi trotoar dan pinggiran jalan.
Cevazia menerangkan, PKL di luar tidak di bawah pengelolaan Perumda Pasar Jaya. Oleh sebab itu, petugas satpam gedung Pasar Kebayoran Lama tidak bisa menegur mereka apabila ada PKL yang tidak tertib protokol kesehatan. Kewenangan atas mereka ada di tangan Satuan Polisi Pamong Praja, polisi, ataupun petugas dari kelurahan dan kecamatan.
Di Pasar Ciputat dan Plaza Ciputat, protokol kesehatan lebih kendur dibandingkan dengan di Jakarta. Gedung Pasar Ciputat yang dioperasikan Pemerintah Kota Tangerang Selatan tengah direnovasi. Para pedagangnya dipindah ke lantai 1, 2, dan bawah tanah gedung Plaza Ciputat yang dioperasikan oleh pihak swasta.
Nugroho Kurniadi, pengelola Plaza Ciputat, mengatakan, sudah ada aturan teknis protokol kesehatan, baik untuk pedagang relokasi dari Pasar Ciputat maupun pedagang asli yang sejak awal berjualan di Plaza Ciputat. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan aturan itu hanya ada di atas kertas.
Mayoritas penjual dan pembeli tidak memakai masker. Petugas satpam memang tampak ada yang berkeliling, tetapi tidak semuanya menegur mereka yang tidak bermasker. Di kios sepatu di lantai dasar Plaza Ciputat, pramuniaga yang ditanya oleh Kompas mengenai alasan dia tidak bermasker hanya menjawab ”lupa”.
Di luar area Plaza Ciputat yang diokupasi mandiri oleh PKL, situasi malah lebih parah. Para PKL tersebut mengatakan, mereka dulu berjualan di gedung Pasar Ciputat sebelum direnovasi. Mereka menolak pindah ke dalam Plaza Ciputat dengan alasan sepi pengunjung dan memilih membuka lapak di pinggir jalan. Para PKL ini tidak ada yang memakai masker, begitu juga dengan pembeli yang menyambangi lapak mereka. Petugas satpam Plaza Ciputat dan Pasar Ciputat tidak bisa menegur PKL ini karena di luar yurisdiksi mereka.
”Maskernya ada di dalam tas, sih. Enggak nyaman kalau dipakai. Insya Allah, sih, enggak akan kena sakit,” kata Iim, penjual pakaian. Ia melayani pembeli yang kadang datang tiga orang sekaligus. Tidak satu pun bermasker.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, situasi PPKM memerlukan pendekatan yang lebih tegas dibandingkan dengan PSBB. Artinya, jangan ada pilih kasih dalam penegakan hukum.
Ia menjelaskan, harus ada dua jenis pendekatan. Pertama ialah langsung kepada pelanggar aturan. Misalnya, warga yang tidak bermasker diberi sanksi denda atau disuruh menyapu jalanan. Semua dilakukan di depan umum agar ada efek malu dan jera.
Pendekatan kedua ialah pemberlakuan sanksi bertingkat kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas suatu wilayah, seperti pengelola pasar, lurah, dan camat. Dalam hal ini ialah adanya indikator terukur mengenai langkah yang diambil untuk menegakkan protokol kesehatan di wilayah masing-masing.
”Jangan cuma sekadar mengisi ’sudah melakukan sosialisasi, patroli, dan teguran’. Silangkan juga dengan data kasus harian per wilayah. Sanksi bisa berupa administratif ataupun disinsentif. Jadi, pendekatan dari penanggung jawab wilayah juga berbasis data dan fakta, bukan sekadar aturan operasional dari atas,” tuturnya.