BMKG ingatkan, Januari-Februari menjadi puncak musim hujan dan daerah mewaspadai cuaca ekstrem.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG merilis informasi tentang puncak musim hujan yang akan terjadi pada Januari-Februari 2021 ini. BMKG meminta setiap daerah mewaspadai cuaca ekstrem. Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta memastikan, DKI siap menghadapi cuaca ekstrem dan memastikan pompa-pompa air dalam posisi terpelihara dan bisa bekerja manakala intensitas hujan tinggi.
Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Juaini Yusuf, Rabu (13/1/2021), menjelaskan, informasi dari BMKG menjadi panduan SDA melakukan persiapan-persiapan. Selain gerebek lumpur, Dinas SDA juga menyiapkan pompa-pompa air baik yang mobile ataupun stationer.
Dari pengadaan dengan APBD 2020, lanjut Juaini, DKI memiliki tambahan 19 unit pompa bergerak, yang terdiri atas pengadaan Dinas SDA, serta pengadaan oleh Suku Dinas SDA Jakarta Utara dan Jakarta Timur.
Informasi dari BMKG menjadi panduan SDA melakukan persiapan-persiapan. Selain gerebek lumpur, Dinas SDA juga menyiapkan pompa-pompa air baik yang bergerak ataupun stationer. (Juaini Yusuf)
Masih dari pengadaan dengan APBD 2020, DKI juga memiliki tambahan 65 unit pompa apung berkapasitas masing-masing 50 liter per detik. Keseluruhan unit pompa apung itu didistribusikan ke semua kecamatan di DKI Jakarta.
”Jadi per kecamatan ada yang mendapat dua unit pompa, ada yang tiga unit, tergantung kebutuhannya di lapangan. Daerah-daerah yang sering terdampak mendapat lebih banyak,” kata Juaini.
Untuk pompa stationer, lanjut Juaini, juga ada tambahan baru. Dua unit yang baru saja dicoba, Rabu (13/1/2021) pagi, yaitu di Pompa Mangga Besar 13 di Jalan Pangeran Jayakarta. Kedua unit pompa dari Yunani itu masing-masing berkapasitas 250 liter per detik.
Unit pompa stationer lain yang mendapat tambahan baru adalah di titik Pompa Industri dan di Jati Pinggir. Masing-masing berkapasitas 500 dan 1.000 liter per detik.
Sementara untuk unit pompa eksisting, total Dinas SDA memiliki 478 pompa yang tersebar di 178 lokasi. Per 10 Januari, lanjut Juaini, ada 12 unit pompa yang masih dalam pemeliharaan. ”Secara umum, seluruh pompa siap,” kata Juaini.
Selain pompa, ia menilai, peningkatan kapasitas tampung waduk, situ, dan juga saluran penghubung, menjadi cara antisipasi atas banjir.
Kesiapan sarana, menurut Juaini, didukung dengan 8.000 orang satuan petugas (satgas) yang selalu siap sedia. ”Satgas kita minta stand by 24 jam, pengerukan tetap berjalan terus, dan sekarang kita lanjutkan juga yang program sumur resapan,” kata Juaini.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria turut menanggapi permintaan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem tersebut, ia menjelaskan, DKI Jakarta memahami terkait penanganan banjir. Sejumlah program penanganan dilaksanakan mulai dari pengerukan drainase vertikal, normalisasi, kemudian penyediaan pompa air.
”Kami melakukan berbagai upaya untuk memastikan bahwa kita berupaya mencegah terjadinya banjir sekaligus Jakarta yang wilayahnya rendah,” katanya.
Dalam satu dua bulan terakhir, Dinas SDA terus meningkatkan kapasitas tampungan air, yaitu baik di saluran penghubung maupun waduk-waduk. ”Caranya dengan terus melakukan pengerukan, bahkan alat-alat berat kita yang jumlahnya 257 persisnya dan juga ekskavator itu kita pastikan secara optimal beroperasi dengan jadwal pengerukan dari pagi pukul 06.00 sampai pukul 22.00 malam,” kata Ahmad Riza.
Penolakan gugatan class action
Sementara itu, gugatan class action banjir Jakarta 2020 ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 11 Januari 2020.
”Dalam sidang pembacaan putusan sela, majelis hakim menerima keberatan Gubernur DKI Jakarta atas gugatan warga korban banjir Jakarta 2020,” tutur Azas Tigor Nainggolan, kuasa hukum korban banjir Jakarta 2020, melalui pesan tertulis.
Dalam sidang, majelis hakim menerima keberatan Gubernur DKI Jakarta bahwa majelis hakim PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili gugatan banjir Jakarta 2020 dan menyatakan gugatan harusnya ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). ”Jadi kami dinyatakan salah memilih peradilan dalam mengajukan gugatan,” ujar Azas Tigor Nainggolan.
Ada inkonsistensi sikap dan pengambilan keputusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan class action banjir Jakarta 2020. (Tigor Nainggolan)
Putusan sela tersebut sangat menyakitkan. Menurut Nainggolan, gugatan banjir Jakarta kali ini adalah gugatan ketiga yang ia ikuti juga lakukan.
”Semua gugatan kami kalah dan dikalahkan akibat kekuranganpahaman majelis hakim yang mengadili terhadap metode gugatan class action. Putusan sela pada gugatan ke-3 ini pun lucu, yakni majelis hakim melakukan putusan sela dua kali,” katanya.
Padahal, pada sidang sebelumnya, majelis hakim sudah memutuskan bahwa gugatan kami diterima sebagai gugatan class action. Tepatnya pada 17 Maret 2020, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Panji Surono membacakan putusan bahwa gugatan dengan nomor perkara: 27/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst telah diterima sebagai gugatan class action. Dinyatakan oleh Majelis Hakim bahwa gugatan class action banjir Jakarta 2020 sudah memenuhi syarat sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tata Cara Gugatan Class Action. Syarat gugatan class action sesuai Perma 1/2002 itu adalah korbannya massal dan ada kesamaan peristiwa atau fakta hukum secara substansia antara wakil kelas dan anggota kelas yang menggugat.
Menurut Nainggolan, ada inkonsistensi sikap dan pengambilan keputusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan class action banjir Jakarta 2020.