Solidaritas hingga Tuntas
Kerja kemanusiaan nampaknya belum segera berakhir. Namun, semangat dan niat menuntaskan misi ini masih tegak berdiri di hati mereka yang terlibat.

Kapal perang TNI AL, kapal polisi air, dan helikopter tempur Super Puma TNI AU yang dibantukan untuk melakukan pencarian korban dan kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, saat terlihat dari dalam KRI Semarang, Senin (11/1/2021).
Dua kali di hari Senin (11/1/2021), Simon Boyke Sinaga (42) menyelam di Perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu. Bersama anggota tim, Simon ikut misi penyelamatan korban Sriwijaya Air SJ-182 PK-CLC.
Sekitar pukul 10.00, ia melakukan penyelaman pertama bersama dua anggota tim. Di Kapal Negara (KN) SAR Wisnu yang membawa Simon bertolak dari JICT 2, Tanjung Priok, terdapat sekitar sepuluh tim penyelam untuk pencarian dan evakuasi. Satu tim beranggotakan 3-4 penyelam.
Tim Simon menemukan sejumlah bagian badan pesawat serta semacam tas ransel yang berisi kartu kredit serta surat izin mengemudi (SIM). Identitas pada SIM merujuk pada seorang perempuan asal Pontianak, Kalimantan Barat, kota tujuan Sriwijaya Air SJ-182.
Pada penyelaman kedua pukul 14.00, tim Simon kembali menemukan bagian dari pesawat seperti potongan jok penumpang, serta sejumlah bagian badan manusia.
“Begitu masuk ke kantong jenazah, langsung hancur lebur,” ucap aparatur sipil negara di Kementerian Kelautan dan Perikanan ini, saat dihubungi lewat sambungan telepon. Hingga Senin sore, Simon masih berada di tengah laut.

Penyelam POSSI Simon Boyke Sinaga bersama barang bukti kecelakaan pesawat Sriwijaya Air, saat sudah di atas KN SAR Wisnu, Senin (11/1/2021).
Simon menjelaskan, mereka menyelam di kedalaman 17-20 meter. Dasar laut yang sarat lumpur membuat jarak pandang terbatas. Di penyelaman pertama, jarak pandang berkisar 4-5 meter, sedangkan di penyelaman kedua lebih parah lagi, hanya sekitar satu meter, mengingat langit semakin mendung. Setiap kali mereka mengambil bagian pesawat atau pun bagian tubuh manusia dari dasar laut, lumpur tersibak dan berhamburan. Pandangan pun kian terhalang.
Simon adalah bagian dari 20 penyelam bersertifikat instruktur dari Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) yang menerima mandat menjadi sukarelawan dalam misi penyelamatan kali ini.
Di area JICT 2, sejumlah penyelam lain beristirahat. Salah satunya Ajie Oye (58). Ia baru tiba pada pagi hari dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Ajie mengatakan, ia menerima surat tugas untuk bergabung sebagai penyelam sukarelawan dalam operasi SAR Sriwijaya Air SJ-182, Minggu (10/1). Segera ia terbang ke Jakarta keesokan paginya dan menjadi penghuni sementara pelabuhan. “Istri sudah paham,” ujarnya.
“Sebagai seorang penyelam yang sudah punya kemampuan, apa yang bisa kita sumbangkan ke negara? Apakah hanya untuk bersenang-senang?” tanya Ajie pada diri sendiri. Pertanyaan itu senantiasa membawanya ke tempat operasi kemanusiaan.

Petugas gabungan saat melakukan pencarian korban dan kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, saat terlihat dari dalam KRI Semarang, Senin (11/1/2021).
Kali ini, ia kembali ke JICT 2, tempat yang sama untuk posko SAR kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, Oktober 2018.
Saat ini, Ajie belum bisa langsung turun ke air. Selain belum menerima perintah Basarnas, ia baru saja melakukan perjalanan udara sehingga langsung menyelam bakal berisiko bagi tubuhnya.
Penyelam dari POSSI merupakan satu bagian dari tim penyelam yang turun dalam misi kemanusiaan kali ini. Penyelam dari unsur TNI dan Polri pun tak kenal lelah menyisir bawah air.
Selain penyelam, kapal pendukung SAR juga dikerahkan. Salah satunya Kapal Republik Indonesia (KRI) Semarang-594, kapal rumah sakit yang juga menjadi kapal markas. Ada satu mobil terapi oksigen hiperbarik di kapal ini, untuk menangani penyelam yang mengalami gangguan.
Ada pula fasilitas kesehatan seperti kontainer medis yang memungkinkan KRI Semarang selayaknya rumah sakit apung.

Kru KRI Semarang bersiaga saat melaksakan upacara keberangkatan dalam misi pencarian korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dari posko SAR Dermaga Jakarta International Container Terminal (JITC), Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021).
Begitu kejadian Sriwijaya Air PK-CLC, kapal yang dikomandoi Letkol (P) Afrilian ini diminta putar haluan dari perjalanan untuk Upacara Dharma Samudera tanggal 15 Januari di Natuna, Kepulauan Riau. Kapal berada di sekitaran Tanjung Uban, Kepri, sebelum masuk perintah untuk bergeser ke Kepulauan Seribu, Jakarta.
Senin sekitar pukul 11.00, kapal bertolak dari Dermaga JICT, Pelabuhan Tanjung Priok, dan pukul 13.00 tiba di lokasi. Jaraknya sekitar 2 mil dari KRI Rigel-933 dan KRI Kurau-856.
Letnan Dua Laut (T) Kurniawan sebagai Perwira Divisi Mesin Pokok menyebutkan, kapal markas berfungsi seperti kapal induk dari operasi pencarian dan penyelamatan. "KRI Semarang lempar jangkar di lokasi pencarian. Paling tidak sepekan akan berada di sini (lokasi pencarian)," ucapnya.

Kru KRI Semarang bersiaga saat melaksakan upacara keberangkatan dalam misi pencarian korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dari posko SAR Dermaga Jakarta International Container Terminal (JITC), Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021).
Kapal ini memiliki dua unit Landing Craft Utility atau kapal pasukan amfibi untuk mengangkut peralatan dan pasukan ke pantai, serta dua unit Landing Craft Vehicle Personnel atau sekoci pendarat pasukan amfibi.
Sersan Mayor Nurcahyo, penyelam dari Dinas Penyelamatan Bawah Air TNI Angkatan Laut, menuturkan, para penyelam yang mengalami gangguan dapat langsung dibawa ke KRI Semarang untuk terapi.
"Para penyelam di KRI Semarang sifatnya mendukung operasi," ujar Nurcahyo.
Dari Cirebon, kapal riset ARA berlayar menuju kawasan sekitar Kepulauan Seribu. Dendi Malfian (43), kapten kapal, bertolak bersama dua awak kapal. Dengan laju hingga 30 knot, kapal cepat bermesin 250 PK ini, tiba di Muara Baru, Jakarta, sekitar enam jam kemudian.

Kapal ARA bertolak dari Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat ke Kepulauan Seribu, Jakarta, Senin (11/1/2021) subuh. Kapal hasil kolaborasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi bersama Korean Marine Technology Cooperation Research Center itu mampu mendeteksi kondisi bawah laut hingga kedalaman 100 meter. Kemampuan ini diharapkan bisa memantu pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di Kepulauan Seribu.
Sepintas, kapal ARA sepanjang 12 meter dan lebar 2,5 meter itu serupa kapal cepat yang membawa wisatawan ke Kepulauan Seribu. Akan tetapi, ada sebuah tabung sepanjang lebih dari 1 meter di bagian belakang. Alat itu merupakan penyangga untuk menurunkan multi beam echo sounder (MBES/alat pemancar sonar) ke dalam laut. Alat lain, seperti global positioning system (GPS), dua channel single beam echo sounder, dan sensor pengukur PH, juga ada di kapal.
Alat itu dapat mendeteksi kondisi bawah laut hingga kedalaman 100 meter. Dibuat pada 2019 atas kerja sama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Korea Marine Technology Cooperation Research Center (MTCRC), ARA menjadi kapal riset.
Dampingi keluarga
Kesibukan di RS Polri meningkat pasca-kecelakaan Sriwijaya Air.
Fathimah (31), petugas dari posko Kementerian Sosial menenangkan Nurul (53) yang tidak kuasa menahan tangis. Adik Nurul, Arneta Fauzia (40), ada di dalam daftar manifes penumpang pesawat Sriwijaya Air SJ-182 PK-CLC.
Dalam kondisi itu, Fathimah berusaha menghindarkan Nurul dari keramaian. Atensi penuh dicurahkan Fathimah dengan terus menemani Nurul. Sesekali, Fathimah memberi Nurul minuman agar lebih tenang. Fathimah berusaha tidak memberi pertanyaan kepada Nurul. Dia hanya ingin menjadi pendengar yang setia, menyimak keluh kesah Nurul.

Fathimah, psikolog dari Kemensos yang bertugas di RS Polri dalam misi kemanusiaan Sriwijaya Air SJ-182, Senin (11/1/2021).
Saat tangis mereda, Nurul menjadi lebih terbuka untuk bercerita kepada Fathimah. Menyediakan telinga, menjadi pendengar aktif bagi para keluarga yang datang ke rumah sakit adalah tugas yang diemban para psikolog seperti Fathimah.
Danny (38), Koordinator Pendampingan Psikologis dari Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto Polri, mengerahkan tim beranggotakan 11 psikolog, untuk mendampingi keluarga korban sepanjang Senin (11/1/2021). Seperti Fathimah, Danny dan tim juga lebih aktif mendengar kisah dan kebutuhan pihak keluarga selama di rumah sakit.
"Kami berusaha lebih banyak mendengar saat para keluarga berduka. Kami tidak banyak mengintervensi kedukaan mereka, tetapi kami berusaha menyiapkan mereka saat menerima kondisi kehilangan dari orang tercinta," ujar Danny.
Di sisi lain rumah sakit ini, tim identifikasi jenazah korban mengerahkan 306 petugas Disaster Victim Identification (DVI). Sejak kabar duka datang pada Sabtu (9/1/2021), mereka sudah bersiap termasuk mengumpulkan data antemortem dari keluarga penumpang Sriwijaya Air PK-CLC. Hingga Senin, baru satu jenazah yang teridentifikasi hingga Senin ini.

Petugas melayani keluarga penumpang pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di posko antimortem di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (11/1/2021). Posko ini mengumpulkan data fisik untuk identifikasi korban Sriwijaya Air yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
Kepala Pusat Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Polri Brigadir Jenderal Hudi Suryanto mengatakan, kerja tim identifikasi tidak mudah mengingat jasad korban yang terevakuasi berupa bagian tubuh. Tim mesti lebih teliti mengamati bagian mana saja yang bisa diidentifikasi, semisal sidik jari yang ada pada tangan.
"Dalam kecelakaan seperti ini, tidak ada bagian jasad yang masih utuh, sehingga hal tersebut menjadi kesulitan tersendiri bagi tim. Tim DVI secara keseluruhan juga mengupayakan identifikasi dari cara-cara lain, seperti dari sampel DNA atau barang-barang yang dipakai korban. Proses ini tidak bisa sebentar dan butuh kerja sama seluruh pihak," ungkap Hudi.
Untuk mengumpulkan data antemortem pun, pihak yang terlibat amat banyak lantaran keluarga korban berada di berbagai daerah seperti Jakarta, Pontianak, Lampung, dan Sumatera Barat.
Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak (Kalimantan Barat) dilaporkan hilang kontak pada Sabtu (9/1/2021) pukul 14.40 WIB dan diduga jatuh di perairan Kepulauan Seribu, antara Pulau Lancang dan Pulau Laki.
Pesawat yang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, tersebut mengangkut 62 individu, terdiri dari 6 awak aktif, 40 penumpang dewasa, 7 anak-anak, 3 bayi, dan 6 awak sebagai penumpang.
Sebanyak 77 lembaga atau organisasi, termasuk lembaga swadaya masyarakat bidang kemanusiaan, terlibat baik untuk penyediaan peralatan maupun sumber daya manusia. Hingga Senin (11/1/2021) sore, jumlah personel yang terlibat yaitu 3.818 orang yang terdiri dari 795 orang dari Basarnas dan 3.023 orang dari instansi lain. SAR Coordinator langsung dipegang Kepala Basarnas Marsekal Madya Bagus Puruhito, sedangkan Direktur Operasi Basarnas Brigadir Jenderal (Mar) Rasman menjabat SAR Mission Coordinator (SMC).

Petugas Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memeriksa dan mendokumentasikan serpihan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 PK-CLC yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara di Posko SAR Dermaga JICT, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (10/1/2021).
Alat utama untuk operasi pencarian dan pertolongan (SAR), terdapat setidaknya 12 pihak yang menyediakan. Mereka adalah Basarnas, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Udara, Polri, Kementerian Perhubungan, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kemenhub, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta Pelindo.
Dalam operasi ini, TNI AL mengerahkan 14 KRI, 3 helikopter, dan 1.257 personel. KRI tersebut ada yang bersiap di laut dan ada bertugas bolak-balik membawa barang temuan. Adapun KRI Semarang menjadi markas yang digunakan untuk memonitor semua kegiatan di lapangan termasuk penyelaman.
Rencana, KRI tersebut disiapkan selama 14 hari sesuai dengan prosedur operasi standar (SOP). Namun, mereka akan terus siap sesuai dengan perintah operasi yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Pencarian korban
Rasman menjelaskan, pada hari pertama dan kedua pencarian area operasi terbagi menjadi empat sektor, area di hari ketiga meluas dan terbagi jadi enam sektor. Luasnya 330 mil laut persegi (sekitar 1.131,87 kilometer persegi).
Bagus menekankan, pencarian dan evakuasi korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 merupakan prioritas utama. Pencarian material pesawat, termasuk kotak hitam yang diyakini menjadi petunjuk penyebab pesawat diduga jatuh di perairan Kepulauan Seribu, bersifat simultan dengan operasi pencarian korban.
”Fokus kami pada pencarian korban. Untuk material dan hal-hal lain adalah penting juga, simultan dengan pencarian dan evakuasi korban,” ucap Bagus.

Ia menyebutkan, pencarian kotak hitam merupakan wewenang Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), sedangkan Basarnas dan unsur pelaksana SAR lainnya membantu.
Kepala Sub Bagian Dokumentasi dan Publikasi Humas Basarnas Agus Basori menjelaskan, dalam misi ini Basarnas memiliki dua pusat komando yakni di kantor pusat Basarnas dan pos terpadu di Dermaga JICT, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dalam proses pencarian ini, operasi dilakukan 24 jam dengan pola pencarian di permukaan laut, dasar laut, pesisir pantai, dan udara. Namun, pada malam hari tidak dilakukan penyelaman karena faktor visibilitas dan risiko terlalu tinggi. Karena itu, pada malam hari hanya kapal yang memiliki peralatan seperti ROV (Remotely Operated Vehicle) yang melakukan pencarian. ROV akan berjalan seperti robot untuk melihat di dasar laut untuk mendeteksi korban, logam, atau kotak hitam.
Ketika melihat sesuatu yang ada di bawah laut, maka akan dibuat tanda berupa titik koordinat dengan potensi bunyi ping. Pada pagi harinya, penyelam akan menuju titik yang sudah ditandai.
Misi penyelaman minimal dilakukan dua orang dengan diikat tali jarak 2 hingga 3 meter. Tujuannya, ketika salah satu penyelam mengalami masalah, maka dapat dibantu rekannya.

Deretan ambulan yang siaga di posko SAR Gabungan di Dermaga JICT Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021).
Pada Senin (11/1) dibagi menjadi 6 tim. Masing-masing tim terdapat koordinator yang mengatur tugas masing-masing orang. Dalam misi pencarian ini, Basarnas juga melibatkan sejumlah kapal nelayan. Sebab, nelayan mendengar bunyi dentuman saat terjadi kecelakaan. Mereka juga menemukan serpihan-serpihan yang terapung.
Adapun anggota Basarnas atau relawan yang ikut misi pencarian di laut harus melewati pemeriksaan medis dan SOP. Mereka yang tidak bisa terjun di laut dapat membantu di darat.
Kerja kemanusiaan nampaknya belum segera berakhir. Namun, semangat dan niat menuntaskan misi ini masih tegak berdiri di hati mereka yang terlibat.
(DAN/DIV/JOG/PDS/IKI/ESA)