Penghormatan Simon kepada yang Tersisa dari Para Korban
Berada di tengah sebaran runtuhan pesawat dan sisa jasad manusia, manusiawi jika rasa takut dan ngeri muncul, apalagi alam bawah laut dengan kedalaman 17-20 meter seakan sebuah ruang sunyi.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
Seusai kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, sukarelawan hingga Senin (11/1/2021) mengumpulkan 74 kantong jenazah berisi bagian tubuh manusia. Para pemilik raga yang tak utuh lagi itu mungkin adalah tulang punggung keluarga, anak kebanggaan orangtua, atau sahabat yang menjadi andalan saat kesulitan. Untuk itulah Simon memperlakukan secara hormat setiap bagian tubuh yang diambilnya dari dasar laut.
Nama lengkapnya Simon Boyke Sinaga (42), sukarelawan yang dikirim Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) untuk bergabung dalam operasi pencarian dan pertolongan (SAR) kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182. Pesawat rute Jakarta-Pontianak (Kalimantan Barat) itu hilang kontak pada Sabtu (9/1/2021) pukul 14.40 dan diduga jatuh di perairan antara Pulau Lancang dan Pulau Laki.
Sriwijaya Air SJ-182 pada Sabtu baru tiga menit mengudara dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, sebelum hilang kontak. Sebanyak 62 orang, termasuk 6 awak aktif, 3 bayi, dan 7 anak-anak, berada di dalam pesawat Boeing 737-500 PK-CLC ini.
Simon pun mulai ikut menyelam sejak Senin, membantu Indonesia Divers Rescue Team (IDRT) untuk mencari apa saja yang bisa ditemukan di sekitar titik koordinat pesawat hilang kontak. Namun, bagian tubuh manusia yang diduga korban kecelakaan merupakan ”incaran” utamanya karena ia terus memikirkan kekalutan dari keluarga penumpang, pilot, dan awak kabin yang menanti kabar di tengah ketidakpastian panjang.
Dengan adanya perasaan ingin berbuat lebih banyak buat anggota keluarga korban yang berharap anggota keluarga mereka dapat ditemukan, semua tim ingin terus menyelam mencari dan mencari terus.
Melihat badan pesawat hancur menjadi puing-puing dan berhamburan ke segala arah, Simon membayangkan betapa dahsyatnya hantaman antara Sriwijaya Air SJ-182 dan permukaan laut serta dampaknya terhadap tubuh manusia yang ringkih. Pencarian korban dengan demikian pasti menjadi misi yang teramat berat.
”Namun, dengan adanya perasaan ingin berbuat lebih banyak buat anggota keluarga korban yang berharap anggota keluarga mereka dapat ditemukan, semua tim ingin terus menyelam mencari dan mencari terus,” ucap pemegang sertifikat instruktur selam itu lewat pesan singkat, Selasa (12/1/2021). Rasa kecewa jika tidak menemukan apa pun saat menyelam meletupkan semangat untuk kembali terjun ke laut.
Senin kemarin, Simon dua kali menyelam dalam tim berisi tiga anggota di perairan Pulau Lancang. Sekitar sepuluh tim yang masing-masing beranggotakan 3-4 orang mencebur dari Kapal Negara SAR Wisnu, sama seperti Simon.
Penyelaman pertama digelar pukul 10.00. Tim Simon menemukan sejumlah bagian badan pesawat serta semacam tas ransel yang berisi kartu kredit dan surat izin mengemudi (SIM). Identitas pada SIM merujuk pada seorang perempuan asal Pontianak, Kalimantan Barat, kota tujuan Sriwijaya Air SJ-182.
Pada penyelaman kedua pukul 14.00, tim Simon kembali menemukan bagian dari pesawat, seperti potongan jok penumpang serta sejumlah bagian tubuh manusia, antara lain potongan tangan. Mungkin karena sudah membusuk, mereka kesulitan untuk mengangkat potongan-potongan tubuh tersebut.
”Begitu masuk ke kantong jenazah, langsung hancur lebur,” ucap aparatur sipil negara di Kementerian Kelautan dan Perikanan ini.
Manusiawi jika rasa takut dan ngeri muncul pada Simon. Apalagi, alam bawah laut dengan kedalaman 17-20 meter seakan sebuah ruang sunyi. Simon dan anggota tim lainnya tidak bisa berkomunikasi selain dengan sentuhan dan kode. Namun, membayangkan wajah gundah anggota keluarga korban kecelakaan pesawat, rasa berani mendorong mereka untuk mengutip satu per satu bagian tubuh.
Membantu keluarga korban selangkah lebih dekat menuju kepastian memberikan rasa bahagia.
”Sewaktu mengutip bagian-bagian kecil tubuh korban, kami dalam hati permisi dengan mengatakan, mohon maaf kami hanya berusaha membantu kalian,” ujar Simon.
Membantu keluarga korban selangkah lebih dekat menuju kepastian memberikan rasa bahagia. Lelah akibat menyelam hilang setelah berhasil menemukan bagian tubuh korban dan membawanya ke permukaan.
Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Bagus Puruhito menekankan, pencarian dan evakuasi korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 merupakan prioritas utama. Pencarian material pesawat, termasuk kotak hitam yang diyakini menjadi petunjuk penyebab pesawat diduga jatuh, berjalan beriringan dengan operasi pencarian korban.
”Fokus kami pada pencarian korban. Untuk material dan hal-hal lain adalah penting juga, simultan dengan pencarian dan evakuasi korban,” ucap Marsdya Bagus di Posko SAR Gabungan di Pelabuhan JICT 2 Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021). Ia menyebutkan, pencarian kotak hitam merupakan wewenang Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), sedangkan Basarnas dan unsur pelaksana SAR lainnya membantu.
Basarnas pun memastikan operasi kemanusiaan terus berjalan 24 jam sehari. Direktur Operasi Basarnas Brigadir Jenderal (Mar) Rasman mencontohkan, pada Minggu (10/1/2021) pukul 21.30 masih terdapat unsur SAR yang menyerahkan serpihan pesawat berupa turbin.
Perjuangan tanpa kenal lelah untuk menghimpun serpihan badan pesawat ataupun potongan tubuh korban kecelakaan menjadi ekspresi penghormatan pula bagi keluarga yang resah menanti kabar.