Pengamat menilai PPKM akan sama saja dengan PSBB dan tidak berjalan efektif. Kolaborasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta antarpemda lemah.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sebagian pengunjung di pinggir lapangan Museum Fatahillah di kawasan Kota Tua, Taman Sari, Jakarta Barat, Minggu (22/11/2020), belum tertib menggunakan masker.
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Jawa-Bali dinilai tidak akan efektif. Selain belum ada kolaborasi tegas dan jelas antara pemerintah pusat dan daerah serta antardaerah, juga disebut masih ada pihak yang menolak PPKM.
”Kalau PPKM ini mau berjalan betul, kolaborasi harus kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta tidak ada lagi pusat menyalahkan daerah dan daerah menyalahkan pusat,” kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahadiansyah, Jumat (8/1/2021).
Kebijakan PPKM yang mendadak, menurut Trubus, merupakan kebijakan untuk menutupi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang gagal. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 terkait peningkatan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan direspons berbeda oleh setiap daerah. Ada yang menerbitkan peraturan daerah, peraturan gubernur, dan peraturan wali kota. Namun, semua aturan itu pun dinilai Trubus tidak ada yang berjalan.
Bahkan, untuk PSBB, ternyata tidak semua wilayah menerapkan kebijakan itu. Daerah-daerah yang tidak menerapkan PSBB tidak mendapatkan sanksi apa pun.
Juga terkait PSBB, kolaborasi antardaerah lemah, bahkan cenderung jalan sendiri-sendiri. Misalnya, Jabodetabek dengan Banten jalan sendiri. Jakarta menerapkan PSBB transisi, sementara Jawa Barat dengan PSBB skala mikro komunitas. ”Yang ada, setiap wilayah berjalan sendiri. Hasilnya? Mereka sendiri-sendiri, bukannya kolaborasi. Ujungnya malah kompetisi,” kata Trubus.
Setiap wilayah berjalan sendiri. Hasilnya? Mereka sendiri-sendiri, bukannya kolaborasi. Ujungnya malah kompetisi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pengendara sepeda motor berada di samping bus Transjabodetabek di Jalan S Parman, Jakarta Barat, Jumat (8/1/2021). Untuk mengatasi lonjakan penularan Covid-19, pemerintah akan memperketat sejumlah kebijakan pembatasan dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di seluruh provinsi di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021.
Menurut Trubus, semua itu menjadi sumber masalah. Kemudian muncul instruksi Menteri Dalam Negeri terkait PPKM. Namun, lagi-lagi ia menyoroti itu tidak akan efektif karena kepala daerah yang menjadi petahana dalam pilkada serentak sudah tidak akan mengambil kebijakan strategis.
Selain itu, ada penolakan PPKM dari sejumlah kepala daerah. Kalaupun ada kepala daerah yang setuju, dikhawatirkan hanya akan berupa wacana karena mereka membutuhkan proyek infrastruktur tetap berjalan dan kucuran anggaran dari pusat. Anggaran kompensasi jaring pengaman sosial saat ini sebesar Rp 300.000 per keluarga per bulan selama empat bulan tidak akan memadai untuk menanggulangi dampak ekonomi di daerah.
Selain itu, pelaku usaha dan industri juga akan mengalami kerugian. Akan ada rasionalisasi pekerja. Menurut Trubus, PSBB gagal karena lemahnya penegakan hukum. Sayangnya, pemerintah tidak mau mengakui itu.
Seharusnya, tambah Trubus, pelaksanaan PSBB dievaluasi lebih dahulu dan disampaikan hasilnya kepada publik. Kemudian, dikomunikasikan kebijakan baru dengan penguatan program lama, khususnya menguatkan kolaborasi pusat dan daerah, melakukan sosialisasi, baru pelaksanaan PPKM. Peran serta masyarakat yang dikaitkan dengan kepala daerah juga penting.
Untuk itu, ia melihat sebaiknya PPKM dikembalikan ke daerah. ”Semua diserahkan ke daerah untuk melaksanakannya karena daerah yang paling tahu. Pemerintah pusat menjadi pengawas dan menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan,” ujar Trubus.
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Hariadi Wibisono justru mempertanyakan, apakah sudah ada kesepahaman bersama antarpemerintah daerah untuk pelaksanaan PPKM, sepaham tentang manfaat aturan itu. ”PPKM itu kebijakan untuk mengatur. Namun, apakah yang diatur mau atau tidak?” katanya.
Kesepahaman yang dimaksud, lanjut Hariadi, apabila aturan itu dipahami untuk memutus rantai penularan Covid-19 dan supaya pandemi cepat selesai, pemerintah daearah akan menyepakati. ”Kalau cara pandang atau persepsi belum sama, nanti ada yang setuju, ada yang kurang setuju, ada yang tidak setuju, bervariasi. Kalau bervariasi, hasilnya bervariasi,” tutur Hariadi.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta memberhentikan mobil bak tertutup yang melanggar kapasitas muat dalam Operasi Tertib Masker di perbatasan Kota Bekasi dan Jakarta di Jalan Raya Kalimalang, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (14/9/2020).
Secara terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, DKI Jakarta menyambut baik kebijakan PPKM. DKI berharap PPKM bisa dilaksanakan serentak pada 11-25 Januari seiring pemprov yang sudah mulai melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk pembatasan.