Untuk penanggulangan Covid-19, DKI Jakarta mulai menerima distribusi vaksin. Pemprov DKI Jakarta berharap warga tidak menolak divaksin. Sesuai Perda DKI Jakarta No 2/2020, warga yang menolak bisa kena denda Rp 5 juta.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Provinsi DKI Jakarta sudah menerima 39.200 vial atau dosis vaksin Covid-19. Pada tahap awal, vaksin akan diberikan kepada tenaga kesehatan, menyusul kemudian warga. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengingatkan, warga yang menolak divaksin bakal dikenai sanksi berupa denda senilai Rp 5 juta.
Ketentuan mengenai sanksi pidana denda diatur dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19, khususnya Pasal 30. Menurut Ahmad Riza, ketentuan tentang denda karena menolak pemberian vaksin dimasukkan dalam perda karena saat penyusunan perda sudah ada kejelasan tentang vaksin. Perda yang awalnya hanya memasukkan pasal tentang denda bagi warga yang menolak uji usap dan penguburan jenazah dengan protokol Covid-19, kemudian juga memasukkan pasal tentang denda bagi warga yang menolak pemberian vaksin.
”Jadi, bagi warga negara, khususnya warga Jakarta, yang menolak divaksin kita perlakukan sama seperti menolak di-swab atau dikubur pemakaman jenazah sesuai protokol Covid-19 yang dendanya sanksi sebesar Rp 5 juta. Kalau terjadi pemaksaan atau kekerasan, ditingkatkan menjadi Rp 7 juta,” kata Ahmad Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (6/1/2021).
Untuk itu, Ahmad Riza meminta seluruh warga Jakarta agar bersedia divaksin. ”Memang ada beberapa yang menyampaikan menolak karena ini HAM, soal sukarela. Kami memahami, ada warga yang masih ragu dan sebagainya. Kalau terkait keraguan vaksin, tak usah khawatir, kami pemerintah pusat dan pemda bertanggung jawab. Bahkan, Pak Jokowi menjadi orang pertama yang ingin disuntik. Jadi, warga negara tidak perlu khawatir atau takut terkait vaksin. Kami bertanggung jawab sepenuhnya atas nama negara terhadap kesehatan dan keselamatan warga,” jelas Ahmad Riza.
Meski demikian, karena Indonesia adalah negara hukum, Ahmad Riza mempersilakan siapa saja warga yang keberatan atau menolak divaksin untuk mengajukan sesuai prosedur hukum. ”Silakan mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Apa pun yang menjadi keputusan tetap tentu kita sebagai pemerintah negara, setiap warga negara harus patuh dan taat. Sejak belum ada keputusan tetap, kita laksanakan ketentuan yang berlaku hari ini,” tegasnya.
Hingga Senin (4/1/2021), Dinas Kesehatan DKI Jakarta sudah menerima 39.200 dosis. Sejumlah 453 fasilitas kesehatan disiapkan untuk pemberian vaksin, dengan kapasitas penyuntikan 20.473 orang per hari. Adapun sasaran penerima vaksin pada tahap pertama adalah tenaga kesehatan, dengan jumlah keseluruhan mencapai 119.145 orang.
”(Pemberian vaksin) itu sudah kami siapkan. Pemberian vaksin direncanakan mulai 14 Januari,” jelas Ahmad Riza.
Pemberian vaksin direncanakan mulai 14 Januari. (Ahmad Riza Patria)
Secara terpisah, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho mengingatkan Pemprov DKI Jakarta tentang sosialisasi kepada warga yang masih minim terkait vaksin. ”Sosialisasi jelas masih sangat minim karena kepastian mengenai vaksinnya sendiri masih minim,” ujarnya.
Kebijakan pengetatan
Terkait kebijakan pengetatan selama pandemi yang diminta pemerintah pusat, Pemprov DKI menyambut baik. Menurut Ahmad Riza, DKI Jakarta sudah memberlakukan pengetatan kembali dengan perpanjangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi pada Minggu (3/1/2021) yang fokusnya menekan lonjakan kasus akibat libur Natal dan Tahun Baru.
Ia berharap, pemerintah pusat dan pimpinan daerah di sekitar DKI Jakarta memiliki integrasi kebijakan pembatasan sosial lebih baik dan optimal lagi, terutama dengan Jawa Barat dan Banten di kawasan Bodetabek. Kebijakan pengetatan diharapkan bisa beriringan dengan periode PSBB yang dilakukan DKI Jakarta sehingga semua kebijakan yang diambil bisa selaras.
”Kalau bisa, kebijakannya seiring DKI Jakarta, tentang batasannya, tentang jam operasional unit-unit yang dibuka. Pernah terjadi, kami menutup restoran, tetapi beberapa daerah di Bodetabek membuka restoran sehingga orang Jakarta makan dan berkumpul di Bodetabek. Akhirnya muncul kerumunan di sana dan kembali ke Jakarta. Mudah-mudahan setelah hari ini ke depan kami menyambut baik kebijakan pemerintah pusat terintegrasi,” jelasnya.
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menunjukkan, dalam beberapa hari ini terjadi peningkatan kasus. Per 5 Januari 2021, jumlah kasus aktif di Jakarta naik 706 kasus. Sementara per 6 Januari ini ada penambahan kasus aktif 1.074 kasus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia memaparkan, per Rabu ini dilakukan tes PCR sebanyak 15.437 spesimen. Dari jumlah tes tersebut, sebanyak 12.879 orang dites PCR.
Hasilnya, ada tambahan 2.172 kasus positif dan 10.707 kasus negatif. ”Namun, total penambahan kasus positif sebanyak 2.402 kasus lantaran terdapat akumulasi data sebanyak 232 kasus dari satu laboratorium swasta dalam dua hari terakhir yang baru dilaporkan,” jelas Dwi Oktavia.
Adapun jumlah kasus aktif di DKI Jakarta sampai hari ini sebanyak 16.450 orang yang masih dirawat atau isolasi. Sementara jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta sampai hari ini sebanyak 195.301 kasus.
Dari jumlah total kasus tersebut, total orang dinyatakan telah sembuh sebanyak 175.441 orang dengan tingkat kesembuhan 89,8 persen dan total 3.410 orang meninggal dengan tingkat kematian 1,7 persen, sedangkan tingkat kematian Indonesia sebesar 3 persen.
Data per 5 Januari 2021 menunjukkan ada peningkatan kapasitas tempat tidur isolasi dan tempat tidur ICU di RS-RS rujukan. Untuk tempat tidur isolasi sejumlah 7.379, persentase keterisiannya sebesar 87 persen dengan total pasien isolasi sebanyak 6.385 orang. Sementara untuk tempat tidur ICU berjumlah 960, persentase keterisiannya sebesar 79 persen dengan total pasien ICU sebanyak 762 orang.