Saatnya Bangun dari Mimpi Buruk 2020
Sebagian rencana sepanjang 2020 meleset dari target. Mereka yang terpuruk mulai menyiapkan rencana baru agar meraih kesuksesan di tahun 2021.
JAKARTA, KOMPAS — Bagi orang yang gagal, tahun 2020 ibarat mimpi buruk yang harus segera dilupakan. Kini pada tahun 2021, mereka sedang menyiapkan rencana untuk bangkit dan menuntaskan pencapaian-pencapaian yang tertunda.
Awalnya, Liana Dewi (29) berpikir akan melewati tahun 2020 dengan mulus. Namun, menjelang akhir tahun semuanya berubah. Ibu rumah tangga asal Pekalongan, Jawa Tengah, ini harus menerima kenyataan bahwa sang suami, Randy (29), positif Covid-19. ”Saat itu syok, kaget, dan bingung mau bagaimana. Jujur, ya, cuma bisa nangis,” ungkap Liana kepada Kompas, Jumat (1/1/2021).
Randy dinyatakan positif Covid-19 melalui hasil tes usap yang dilakukan pada 13 November 2020. Empat hari kemudian, giliran Liana yang menjalani tes usap. Hasilnya, Liana dinyatakan negatif Covid-19.
Baca juga: Muramnya Malam Pergantian Tahun di Jakarta
Sepekan sebelumnya, Liana sudah menduga bahwa suaminya terinfeksi Covid-19. Saat itu Randy demam dan batuk. Beberapa hari setelahnya, Randy mulai kehilangan indera penciuman. ”Saat itu dia sudah enggak bisa mencium bau parfum. Makan juga dibilang kurang asin. Bahkan, satu jam sebelum hasil tes usap keluar Randy sama sekali enggak bisa mencium bau apa pun dan batuknya semakin menyiksa,” kenangnya.
Randy kemudian memutuskan untuk menjalani isolasi mandiri pada salah satu hotel di Kota Semarang, Jawa Tengah, selama lebih kurang sepuluh hari. Dia harus berpisah dengan Liana yang juga menjalani isolasi mandiri di rumahnya, Pekalongan, meski dinyatakan negatif Covid-19.
Kejadian ini menyadarkan Liana bahwa Covid-19 benar-benar tidak bisa dianggap remeh. Dia telah menjadi saksi hidup bahwa virus ini nyata dan menyakitkan. Bahkan, hingga saat ini Liana masih trauma dengan kejadian yang dialami sang suami.
Baca juga: Tahun yang Berat bagi Kawula Muda
Menurut Liana, tahun 2020 sama sekali bukan tahun yang mudah untuk dilewati. Tahun 2021 ini, Liana mempunyai harapan yang sama dengan semua orang agar pandemi Covid-19 bisa segera berakhir. Dia pun bertekad untuk semakin mematuhi protokol kesehatan semaksimal mungkin. ”Saya sangat menghormati orang-orang yang tidak percaya Covid-19. Tetapi kenyataannya virus ini ada dan menyakitkan,” ujarnya.
Pandemi Covid-19 yang merebak di Tanah Air pada Maret 2020 telah mengacaukan rencana Icha (29), asisten penata rambut asal Depok, Jawa Barat. Awal tahun 2020, ia sudah bertekad untuk mengikuti ujian sertifikasi bahasa Jepang yang rutin diadakan dua kali setahun oleh The Japan Foundation.
Ujian sertifikasi tahun ini seharusnya diadakan 5 Juli dan 6 Desember di Jakarta. Namun, karena pandemi Covid-19 masih belum terkendali, ujian sertifikasi ini pun terpaksa harus ditiadakan. ”Saya sudah menunggu selama setahun, tetapi masih belum tahu kapan ujiannya bisa diadakan lagi,” ujarnya saat dihubungi.
Icha, yang sebelumnya kuliah di Jepang 2012-2018, pernah mengikuti ujian sertifikasi serupa di Jepang. Sayang, saat itu dia gagal dan keburu kembali ke Indonesia.
Baca juga: 2020 Kelabu, 2021 Belum Pasti
Padahal, sertifikasi Bahasa Jepang sangat krusial bagi perempuan yang berangan-angan berkarier di perusahaan penata rambut Jepang ini. Peluang ini bahkan terbuka tahun lalu ketika dia mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan salah satu perusahaan berbendera Jepang.
Namun, karena belum memiliki sertifikat bahasa Jepang, dia harus menunda impiannya terwujud. ”Kebetulan kemarin pernah ditawari salah satu perusahaan Jepang. Namun, mereka mewajibkan untuk punya sertifikat bahasa Jepang dulu,” ungkapnya.
Tahun 2021 ini, Icha ingin segera membalas kegagalan di tahun 2020. Sayangnya, dia tak bisa berbuat banyak. Icha hanya bisa berharap agar ujian sertifikasi tersebut dapat diadakan kembali di Jakarta.
Awal tahun 2020, Resty Adelyne (28), karyawan swasta asal Jakarta Barat, berharap agar dapat terhindar dari stres yang berlebihan. Sayangnya, kenyataan berkata sebaliknya. Tahun 2020 justru membuatnya semakin tertekan.
Baca juga: 2020, Bersyukur Mampu Bertahan
Atmosfer kerja yang berubah dari suasana kantoran menjadi suasana bekerja dari rumah cukup merepotkan Resty. Dia yang selama ini terbiasa bekerja di kantor menjadi kurang produktif selama bekerja dari rumah. ”Selama di rumah aku terganggu dengan hal-hal lain sehingga menjadi tidak fokus. Sebaliknya, begitu mau olahraga, jadi kepikiran pekerjaan,” katanya.
Awal tahun 2020, Resty juga menyusun beberapa target pencapaian yang harus dipenuhi sepanjang tahun. Beberapa di antaranya terpaksa gagal. Salah satu pencapaian yang gagal dia penuhi adalah mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. ”Konsumsi pemakaian plastik sepanjang tahun lalu masih jauh melebihi target,” sesalnya.
Lagi-lagi kegagalan ini dipicu pandemi Covid-19. Karena alasan kebersihan, penggunaan kantong plastik Resty malah semakin meningkat. Kantong-kantong plastik itu kerap dia gunakan untuk membungkus makanan dan limbah masker. ”Kalau beli makan di luar semua serba di-plastikin. Jadi, makin banyak konsumsi plastik selama pandemi,” ungkapnya.
Target pencapaian Resty lainnya yang juga gagal terpenuhi adalah naik jabatan di perusahaannya. Alih-alih dapat terpenuhi, Resty malah dua kali harus berganti perusahaan selama pandemi Covid-19.
Di tahun 2021 ini, Resty berharap dapat kembali pada target-target pencapaian yang lepas sepanjang tahun lalu. Meningkatkan jenjang karier menjadi salah satu target utamanya tahun ini.
Di sisi lain, dia ingin mengikuti kursus bahasa Jerman pada tahun ini. Belajar bahasa Jerman sebenarnya juga menjadi salah satu resolusinya yang belum tercapai pada tahun lalu. ”Dari dulu aku suka banget Jerman. Negaranya sangat maju dari segi industri dan teknologi. Salah satu teman yang sedang berkuliah S-2 di sana bilang kalau S-2 di Jerman gratis. Aku makin tertarik ke sana,” katanya.
Sementara itu, pada awal November 2020, Rizal Kurniawan (29), karyawan swasta asal Tegal, Jawa Tengah, memberanikan diri merintis usaha warung angkringan di pinggir jalan. Namun, usahanya tidak semulus yang dibayangkan. Berkali-kali warung angkringannya diminta tutup lebih awal oleh petugas satpol PP. ”Kemarin-kemarin pasti didatangi Satpol PP disuruh tutup pukul 9 malam biar enggak memicu orang nongkrong. Selama Tahun Baru malah warung saya tutup,” ujarnya.
Di tahun 2021 ini, Rizal berharap agar warung angkringannya bisa lebih produktif menghasilkan pundi-pundi rupiah. Hal ini hanya bisa terjadi jika kasus Covid-19 di Tegal melandai.
Di sisi lain, ia juga memendam kerinduan untuk bisa beribadah di masjid dengan tenang pada bulan Ramadhan tahun 2021. Dia berharap, suasana Ramadhan yang sunyi pada tahun lalu tidak kembali terulang tahun ini. ”Kebetulan dekat rumah ada masjid. Jadi, sangat berasa bedanya (shalat) Tarawih sama shalat Id tahun ini,” ungkapnya.
Namun, mimpi buruk di tahun 2020 tidak melulu soal pandemi Covid-19. Misalnya yang dialami Zakki (27), karyawan swasta asal Semarang, Jawa Tengah. Kisah percintaan Zakki harus dua kali kandas dengan pasangan yang sama pada tahun 2020. Dua kali pula dia harus mengalami patah hati. ”Galaunya sampai 1,5 bulan waktu itu. Yang pertama aku dikhianati. Yang kedua aku yang mutusin, tapi aku juga yang galau,” ungkapnya.
Dari patah hatinya ini, Zakki belajar satu hal. Dia tidak ingin terlalu cepat menilai orang dari penampilannya. Orang baik tidak selalu bisa dinilai dari sikap baiknya. Begitu pula sebaliknya. Pelajaran ini menjadi bekalnya dalam menghadapi tahun 2021. Tahun ini dia bertekad untuk mendapatkan pasangan hidup.