Kesunyian di malam pergantian tahun begitu membekas bagi warga di Jakarta. Dalam kesunyian itu, mereka berharap situasi akan lebih baik di tahun 2021.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesunyian malam pergantian tahun 2020-2021 membekas di ingatan warga Jakarta. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini warsa berganti tahun tanpa kemeriahan, kerumunan, dan lalu lalang orang karena pandemi Covid-19. Warga berharap situasi dapat membaik pada tahun ini.
Ruas kawasan Sudirman-Thamrin, misalnya, dua jalan utama di Jakarta ini biasanya menjadi salah satu pusat keramaian ketika malam pergantian tahun. Namun, pada Kamis (31/12/2020), akses jalan itu tertutup untuk mobilitas kendaraan.
Begitu pula warga yang hendak pergi ke Monas atau kawasan Medan Merdeka, mereka terpaksa putar balik karena tutup. Hal tersebut juga berdampak pada moda angkutan umum yang tidak beroperasi. Sementara itu, pengguna angkutan umum mobilitasnya terhenti di Halte Harmoni, Jakarta Pusat. Mereka yang ingin pulang ke arah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, bahkan ke Bekasi, terpaksa mencari alternatif moda lain untuk pulang.
Alda Fauzi (23) mendapati suasana sepi sepulang dari kantor di Jalan Jenderal Sudirman, Setiabudi, Jakarta Selatan. Dia menyelesaikan sif malam pada Kamis (31/12/2020) dengan kerlip kembang api di langit kota saat jam menunjukkan pukul 24.00. Langit tampak meriah dari kejauhan, sedangkan keadaan di sekitarnya begitu lengang.
Situasi kembali sepi tidak lama setelah kemeriahan kembang api pergi. Kesepian sangat terasa bagi Alda lantaran malam-malam pergantian tahun sebelumnya keadaan di kawasan Sudirman tak pernah sehening itu. Kawasan ini biasanya ramai dengan orang lalu lalang yang hendak menuju Bundaran HI atau Senayan.
”Malam Tahun Baru kali ini berbeda banget. Benar-benar enggak ada orang di sepanjang kawasan Sudirman. Tetap ada kembang api yang meriah, tetapi enggak ada orang di sini," ujar pegawai bidang kebersihan ini sepulang sif malam, Jumat (1/1/2021) dini hari.
Momen pergantian tahun itu seakan jadi anomali bagi Alda dan banyak orang di Jakarta. Sejak Kamis pukul 19.00, banyak tempat usaha yang mulai tutup. Ruang publik dan lokasi keramaian sejenisnya juga tutup. Seluruh akses jalan menuju pusat kota tidak bisa dilintasi demi mencegah mobilitas warga. Tidak heran jika kota menjadi sepi.
Sepinya hari pergantian tahun itu terasa hingga Jumat pagi. Indra Anugrah (25) melihat sendiri ruas Sudirman-Thamrin tidak terdapat lalu lalang orang. Keadaan sesepi itu membuatnya merinding karena Jakarta tampak seperti kota tanpa penghuni.
”Saya lewat sana saat bersepeda pagi tadi. Jakarta seperti kota mati akibat pembatasan kegiatan semalam. Saya juga takjub karena pandemi Covid-19 berdampak sebesar ini kepada aktivitas orang-orang,” ujar warga Tebet, Jakarta Selatan, itu.
Terbatasnya aktivitas di Jakarta juga membuat Indra kesal. Hal ini lantaran dirinya batal pulang ke kampung halaman di Makassar, Sulawesi Selatan. Berdiam di Jakarta terpaksa dijalaninya karena situasi pandemi yang belum terkendali.
Demi kesehatan
Segala keterbatasan aktivitas itu tetap dijalani sebagian warga karena alasan kesehatan. Indra, misalnya, berpikir berkali-kali saat ingin pulang ke Makassar. Selain karena keterbatasan uang, ibunya juga berpesan soal penularan Covid-19 saat perjalanan.
”Sempat dipesani ibu dan saya jadi berpikir ulang. Kalau saya pulang dan ternyata saya positif Covid-19, nanti urusan bakal panjang, harus isolasi mandiri, dan lain-lain. Bahaya juga kalau keluarga tertular hingga jatuh sakit,” kata orang Minahasa yang bekerja di Jakarta dua tahun terakhir itu.
Novia Mardesya (29) juga menghabiskan masa libur Tahun Baru dengan berdiam di apartemen di bilangan Cawang, Jakarta Timur. Dia enggan bepergian karena harus membuat daftar riwayat kunjungan untuk laporan ke kantor. Hal itu juga untuk mengurangi potensi paparan Covid-19 sebelum kembali masuk kantor. ”Kebetulan kantorku menerapkan laporan rutin riwayat bepergian yang harus disetor setiap hari. Kalau datang ke zona yang dianggap rawan penularan, ada tes untuk deteksi Covid-19,” jelasnya.
Ketua Satuan Tugas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Covid-19 Zubairi Djoerban memandang tahun 2020 adalah masa ujian. Hal itu terutama karena banyak orang, termasuk dirinya, masih harus berkegiatan di tengah pandemi yang belum terkendali.
Kendati kenaikan kasus di Indonesia terus meningkat hari ke hari, Zubairi optimistis vaksin Covid-19, yang akan bisa didistribusikan ke masyarakat tahun mendatang, akan memberi harapan. ”Kita masih akan menghadapi perjalanan panjang. Oleh karena itu, pandemi ini harus tetap membuka mata kita agar tolong-menolong tanpa melihat latar agama, suku, dan politik,” ujarnya.
Dengan kondisi itu, sebagian orang masih berusaha bersabar dan menjaga kesehatan di tahun 2021. Mereka tidak ingin anggota keluarga yang menjadi pasien Covid-19 selanjutnya.