Sejak pandemi Covid-19, Pemprov DKI Jakarta telah menangani 1.213 kilogram limbah masker sekali pakai dari rumah tangga. Kesadaran warga untuk menangani masker bekas pakai agar tak mencemari lingkungan ternyata rendah.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemakaian masker yang masif oleh warga di masa pandemi Covid-19 rupanya belum dibarengi dengan kesadaran mereka dalam mengelola limbahnya. Masker bekas saat ini masih mudah ditemui di jalanan, kali, dan tempat umum lainnya.
Rabu (30/12/2020) siang, dua petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta terlihat menyisir Kali Grogol di Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat. Dengan menggunakan sebatang bambu, keduanya mengurai sampah-sampah yang menyangkut di bebatuan.
Salah satu petugas menemukan sebuah masker bedah di tengah tumpukan sampah rumah tangga tersebut. Masker itu masih berbentuk utuh. Artinya tidak ada bagian yang dirusak oleh pemakainya, termasuk pada kedua bagian pengait telinganya.
”Banyak kalau yang beginian. Setiap hari pasti nemu,” kata Azwar (53), salah satu petugas UPK Badan Air saat dijumpai.
Sepanjang Rabu pukul 08.00-11.00 saja, Azwar sudah menemukan tiga masker bedah serupa. Masker-masker tersebut ditemukan mengambang di permukaan air, yang artinya belum lama dibuang oleh si pemakai. Padahal, saat itu Azwar baru menyisir kawasan Kali Grogol sepanjang 1 kilometer.
Jumlah tersebut, menurut dia, masih mending lantaran dia pernah menemukan lebih dari 10 masker bedah dalam sehari. ”Pernah lebih dari 10 masker. Ada yang mengambang, ada yang tenggelam di dasar. Kalau masker ini memang cepat tenggelamnya,” tambahnya.
Azwar mengaku khawatir dengan banyaknya masker bekas yang bertebaran di kali-kali. Sebab, selama ini dia bekerja tanpa alat pelindung diri yang memadai. Satu-satunya pelindung yang dia pakai hanyalah masker kain.
Padahal, tidak jarang Azwar harus mengurai sampah-sampah yang menyangkut di batu menggunakan tangannya. ”Pas pakai tangan, ternyata ada masker bekasnya. Kita kan enggak tau itu masker ada virusnya atau enggak,” ujarnya.
Pernah lebih dari 10 masker. Ada yang mengambang, ada yang tenggelam di dasar. Kalau masker ini memang cepat tenggelamnya
Hal yang sama dikeluhkan oleh Ibrahim (62), pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Meski tidak setiap hari, ia kerap menemukan masker bekas saat menyapu di trotoar atau saat membersihkan saluran air.
”Pasti nemuin, tapi enggak setiap hari. Kayak hari ini kebetulan enggak nemu,” katanya.
Ibrahim menduga masker bekas tersebut dibuang begitu saja oleh warga yang sedang melintas. Sebab, masker yang dia temukan jumlahnya hanya satuan. Menurut dia, masker bekas dari orang rumahan biasanya akan dibuang pada tempat sampah.
Tak hanya petugas kebersihan yang mengeluh soal warga yang membuang masker bekas sembarangan. Nur (42), penjaga indekos di kawasan Kemanggisan sering dibuat jengkel dengan kelakuan para penghuni di indekosnya. Dia yang setiap pagi bertugas menyapu dan membuang sampah kerap melihat masker berserakan di area luar tempat sampah depan kamar penghuni indekos.
”Ada 24 kamar, masing-masing buang maskernya begitu saja. Kadang ada yang masuk tempat sampah, kadang ada yang di luarnya. Mau enggak mau harus saya yang ambil,” katanya.
Selain tidak dirusak, masker-masker tersebut juga tidak dibungkus menggunakan plastik. Padahal, di tempat sampah yang sama juga terdapat sampah-sampah bekas makanan yang dibungkus dengan kantong plastik.
”Apa susahnya maskernya juga dimasukkan ke dalam kantong plastiknya. Atau kalau enggak pakai plastik ya enggak usah pakai sekalian. Asal masuk ke tempat sampahnya,” katanya.
Sementara itu, Dina (30), penjual minuman di kawasan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengatakan selalu memakai masker bedah setiap hari. Masker yang tidak dipakai dia buang ke dalam tempat sampah bersama dengan sampah-sampah plastik bekas bungkusan minuman.
Dina juga mengaku selalu merusak masker bekas tersebut sebelum dibuang. Masker tersebut dia sobek-sobek menggunakan gunting. Gunting yang sama biasa dia gunakan untuk menggunting bungkus minuman untuk para pembelinya.
”Pasti saya rusak dulu. Saya gunting pengait telinganya sama bagian tengah maskernya,” katanya sembari menunjukkan gunting kecilnya.
Pedoman masker bekas
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan pedoman pengelolaan limbah masker dari masyarakat. Ada beberapa tahapan mengelola limbah masker. Mulai dari mengumpulkan masker bekas pakai, melakukan disinfeksi, mengubah bentuk, buang ke tempat sampah domestik, hingga mencuci tangan.
Proses disinfeksi bisa dilakukan dengan cara merendam masker dengan cairan disinfektan, klorin, atau pemutih. Sementara dalam pengumpulan masker, warga disarankan agar mengumpulkannya dalam satu wadah yang aman. Warga juga diimbau untuk merusak tali dan merobek bagian tengah masker.
Proses disinfeksi bisa dilakukan dengan cara merendam masker dengan cairan disinfektan, klorin, atau pemutih. Sementara dalam pengumpulan masker, warga disarankan agar mengumpulkannya dalam satu wadah yang aman.
Menurut Dewan Pakar Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Hanifa Maher Denny, masker bekas harus dikelola secara baik. Jika tidak, masker-masker tersebut dapat dengan mudah didaur ulang dan digunakan kembali oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Hanifa juga menegaskan, masker yang dibuang secara serampangan dapat menyebarkan kuman melalui air atau udara. Tidak hanya virus, menurut dia, ada bermacam-macam kuman yang dapat bersarang pada masker.
”Masker juga dapat mencemari tanah dan air karena bahannya tidak terdegradasi secara singkat,” katanya saat dihubungi.
Dalam hal ini, Hanifa mendorong pemerintah untuk mendidik masyarakat dan para petugas pengolahan sampah untuk memisahkan limbah masker dengan sampah lainnya. Masker-masker yang sudah terkumpul harus dibuang dengan wadah yang tertutup.
”Kesadaran dan edukasi ini harus dimiliki oleh pemerintah dan semua komponen masyarakat,” katanya.
Sementara itu, hingga pertengahan Desember lalu, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta telah menangani 1.213 kilogram limbah masker sekali pakai dari rumah tangga. Jumlah tersebut dihimpun dari data limbah infeksius dari April-Desember 2020.
”Dari awal Pandemi pada April, Jakarta sudah melakukan penanganan limbah infeksius dari rumah tangga secara rutin. Ini dilakukan agar limbah infeksius bisa ditangani dengan baik dan menghindari potensi penularan Covid-19,” ujar Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Syaripudin dalam keterangan tertulis.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rosa Ambarsari menjelaskan, pemilahan dan pengumpulan limbah infeksius dari rumah tangga telah dilakukan oleh petugas kebersihan. Untuk pemusnahannya, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bekerja sama dengan pihak pengolah limbah B3 berizin.
”Masker bekas tergolong limbah infeksius, Dinas Lingkungan Hidup bekerja sama dengan pihak pengolah limbah B3 untuk pemusnahannya, dengan cara diinsinerasi,” katanya.