Gubuk Budak Portugis, Cikal Bakal Salah Satu Gereja Tertua di Indonesia
Gubuk bambu beratap jerami di tengah lahan pemakaman menjadi cikal bakal Gereja Sion atau Gereja Protestan Indonesia Barat Sion Jakarta. Gereja ini dibangun tahun 1693 dengan arsitek Ewout Verhagen.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
Sudah 325 tahun Gereja Sion berdiri kokoh di sudut Jalan Pangeran Jayakarta dan Jalan Mangga Dua, Jakarta Barat. Dibalik kekokohan itu tersimpan sejarah panjang budak Portugis mengenal agama Protestan.
Gereja Sion atau Gereja Portugis di Luar Tembok Kota Batavia dibangun tahun 1693 dengan arsitek Ewout Verhagen. Sebanyak 10.000 kayu dolken menjadi fondasi bangunan.
Fondasinya berdiri di lahan pemakaman untuk budak Portugis. Jauh sebelumnya, di situ budak Portugis mendirikan gubuk sederhana berdinding bambu dengan atap jerami di tengah-tengah makam.
Yahya Poceratu, juru pelihara situs Gereja Sion, menuturkan, kala itu VOC memerdekakan budak Portugis dari Kesultanan Malaka. Kemerdekaan disertai syarat beralih keyakinan ke Protestan lewat surat pembebasan.
Budak Portugis bersedia dibebaskan dan beralih keyakinan. Setelahnya mereka membangun gubuk di tengah pemakaman untuk berkumpul sekaligus belajar agama Protestan.
"Gubuk bambu beratap jerami di tengah pemakaman menjadi tempat budak Portugis belajar agama Protestan. Gereja dibangun untuk menampung jemaat yang saat itu sebagian besar merupakan budak yang dimerdekakan," ucap Yahya.
Gereja tertua di Jakarta ini kental dengan nuansa Eropa. Karakteristik arsitektur Portugis dengan bentuk denah bangunan sederhana, yaitu persegi panjang layaknya aula atau bangsal. Sementara karakteristik arsitektur Belanda terlihat pada enam pilar besar di dalam gereja (Kompas, 23 Desember 2017).
Ciri khas langgam Romanesque terlihat pada pilar-pilar dengan busur melengkung di pintu masuk bangunan ini. Ciri khas lainnya ada pada ornamen mimbar dan orgel pipa bergaya Baroque yang dikenal memiliki bentuk-bentuk dramatis dan dihiasi ukiran secara intensif. Mimbar ini berbentuk cawan setinggi sekitar 2,5 meter yang dipenuhi ukiran.
Gubuk bambu beratap jerami di tengah pemakaman menjadi tempat budak Portugis belajar agama Protestan. Gereja dibangun untuk menampung jemaat yang saat itu sebagian besar merupakan budak yang dimerdekakan
Pada bagian depan gereja tersisa 11 makam dari sebelumnya mencapai ribuan. Di antara ribuan makam itu terdapat korban wabah yang melanda Batavia.
Yahya menyebutkan, banyak makam dipindahkan ke Museum Taman Prasasti saat pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels. Saat itu, ada larangan yang berkembang di Eropa bahwa tidak boleh ada makam di sekitar tempat ibadah.
Restorasi
Setidaknya sudah terjadi sejumlah perbaikan dan tiga kali restorasi Gereja Sion. Pada 1725, pilar gereja dilapisi material untuk mencegah kerusakan. Bagian lantai gereja tetap sama. Lantai terbuat dari batu granit ukuran 40x40 cm dengan berat satu batu mencapai 10 kg
Yahya mengatakan, restorasi pertama berlangsung tahun 1920. Terjadi perubahan bagian atap dari persegi empat menjadi lancip. Sementara Pemerintah Indonesia merestorasi Gereja Sion tahun 1976 dan 2002. "Kami usahakan bangunan dapat perawatan atau perhatian dari pemerintah untuk restorasi kembali," katanya.
Pada altar gereja terdapat kanopi berukuran besar dengan bentuk atap menyerupai mahkota dari bongkaran Gereja Kubah, Jakarta. Tepat di bawah kanopi terdapat mimbar bergaya Barok, yang hampir serupa dengan mimbar Gereja Katedral. Bagian depan gereja sisi utara, ada balkon yang memuat orgel gereja hibah putri Pendeta John Maurits Moor, pada abad ke-17 (Kompas, 23/12/2003).
Gereja tua itu tetap tegak berdiri sampai saat ini. Bahkan, gempa bumi besar yang menjalar sampai ke Australia Selatan, Sri Lanka, dan Filipina, akibat letusan Krakatau pada Agustus 1883 tak sedikit pun meretakkan gereja ini.
Kali perayaan Natal dan Tahun Baru tidak akan semeriah biasanya karena pandemi Covid-19. Demikian pula di Gereja Sion.
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia dalam edarannya meminta agar gereja-gereja merayakan Natal dan Tahun Baru dalam bentuk virtual.
“Natal tahun ini hendaknya dirayakan secara sederhana dengan menghindari penyelenggaraan open house serta kegiatan sejenis lainnya. Hindarilah juga aktifitas bepergian dan persinggungan dengan kerumunan orang di ruang publik dalam berbagai bentuk acara perayaan Natal dan Tahun Baru,” kata Humas PGI Philip Situmorang.
Jumlah kehadiran umat dalam ibadah harus dibatasi, tetap melaksanakan protokol kesehatan ketat, dan berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 di wilayah masing-masing.