Peredaran Narkoba Berisiko Meningkat Selama Wabah Covid-19
Dampak serius Covid-19 terhadap perekonomian mengakibatkan pengangguran naik serta tekanan terhadap mental warga makin besar.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tekanan kejiwaan dan pengangguran sebagai dampak pandemi Covid-19 yang mengerutkan ekonomi dan mobilitas masih menjadi tantangan penyalahgunaan narkoba sepanjang tahun 2021. Tanpa pengawasan ketat, peredaran narkoba justru bisa semakin marak.
”Ada kemungkinan peredaran narkoba tahun 2021 semakin tinggi karena faktor kondisi ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19 belum akan pulih normal,” tutur mantan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto saat dihubungi, Selasa (22/12/2020).
Menurut Benny, pandemi merupakan salah satu faktor pemicu peredaran narkoba tetap tinggi tahun 2020. Dampak serius Covid-19 terhadap perekonomian mengakibatkan pengangguran naik serta tekanan terhadap mental warga semakin besar. ”Kondisi ini membuka peluang bisnis ilegal narkoba berkembang,” ujarnya.
Mereka yang menganggur dan putus asa mencari pekerjaan jadi ”ladang basah” bagi perekrut kurir narkoba. Adapun warga yang tertekan berpotensi menjadikan narkoba sebagai pelarian.
Pemerintah memprediksi perekonomian makin sulit akibat lonjakan kasus Covid-19. Oleh karena itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali diturunkan. Awalnya, selama September-Oktober pemerintah memproyeksi perekonomian tumbuh negatif 0,6 persen sampai negatif 1,7 persen, kemudian direvisi menjadi negatif 1,7 persen hingga negatif 2,2 persen (Kompas, 22/12/2020).
Mereka yang menganggur dan putus asa mencari pekerjaan jadi ”ladang basah” bagi perekrut kurir narkoba. Adapun warga yang tertekan berpotensi menjadikan narkoba sebagai pelarian. Benny mencontohkan, peredaran narkoba terbukti berkembang di daerah konflik atau yang dilanda bencana akibat banyaknya orang tertekan atau menganggur.
Meski demikian, BNN menyatakan terus serius menangani penyalahgunaan narkoba walaupun sedang wabah Covid-19. Kepala BNN Komisaris Jenderal Heru Winarko menyebutkan, kerja keras BNN terbukti dari penurunan angka prevalensi penyalahguna narkoba pernah pakai, dari 2,4 persen pada 2015 menjadi 1,8 persen di 2019.
”Berarti, sampai dengan tahun 2019 sebanyak satu juta orang tidak lagi melakukan penyalahgunaan narkoba,” kata Heru. Langkah yang sudah dijalankan BNN, antara lain, pengurangan suplai dan permintaan, pertahanan aktif, kolaborasi dalam pemerintah hingga seluruh kementerian/lembaga diwajibkan mendukung program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), serta kerja sama bilateral dan multilateral.
Heru menuturkan, penegakan hukum kasus pidana narkoba terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Namun, BNN sepanjang tahun 2020 sudah memetakan 92 jaringan sindikat narkotika. Sebanyak 88 jaringan diungkap dengan 14 di antaranya tergolong jaringan internasional. Selain itu, ada 27 warga binaan lembaga pemasyarakatan (lapas) dari seluruh Indonesia yang aktif mengendalikan peredaran dari dalam lapas.
Dari pengungkapan jaringan tersebut, BNN mengungkap total 806 kasus dengan 1.247 tersangka. Barang bukti yang disita adalah 1,12 ton sabu, 2,36 ton ganja, dan 340.357 butir ekstasi.
Terkait masih banyaknya narapidana yang mengendalikan bisnis narkoba, Benny berpendapat, itu lantaran napi narkoba yang mendapat hukuman mati masih berpeluang mendapat keringanan hukuman melalui peninjauan kembali (PK) putusan kasasi di Mahkamah Agung. Sejumlah napi hukuman mati yang mengajukan PK bisa mendapat pengurangan hukuman menjadi 15 tahun.
Setelah pengurangan hukuman karena PK dikabulkan, hukuman mereka masih berpotensi berkurang lewat remisi dan pembebasan syarat. Ada napi semacam itu yang merupakan warga negara asing, kemudian kembali ke negaranya pascabebas. ”Contoh ini ternyata memotivasi napi lain untuk terus berbisnis narkoba agar hasilnya dapat digunakan untuk mengurus kasusnya,” ucap Benny.
Sejumlah napi juga bisa leluasa keluar penjara. Anggota Komisi Kepolisian Nasional itu mencontohkan, ia pernah menangkap napi yang sedang dirawat di salah satu rumah sakit di Cilacap, Jawa Tengah. Napi itu beralasan sakit, tetapi setelah dipantau beberapa hari, perempuan pekerja seks komersial setiap hari keluar-masuk RS. Napi itu ternyata hanya pura-pura sakit dengan membeli surat keterangan dokter agar direkomendasikan dirawat.
Heru menambahkan, hasil analisis BNN, tidak banyak perubahan signifikan dari sisi perkembangan modus penyelundupan narkotika sepanjang 2020. Pengiriman lewat jalur laut tetap primadona.
Meski demikian, upaya menciptakan modus baru tetap terendus. Personel Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan, misalnya, mengungkap pengemasan ganja dalam bentuk makanan siap saji, salah satunya berupa susu coklat.
Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Budi Sartono mengatakan, pihaknya awalnya menangkap pembeli susu coklat bercampur ganja, berinisial KA (32), yang tinggal di Cipete Utara, Jakarta Selatan. Setelah itu, polisi meringkus penyuplai susu ganja itu yang ada di Aceh, yakni SN (37).