Pembangunan Berbasis Tata Ruang yang Baik Libatkan Para Pihak
Peran para ahli perencanaan penting guna memastikan semua aspek pembangunan serta pemberdayaan masyarakat dan lingkungan diperhatikan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perencanaan tata ruang seiring pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dijanjikan pemerintah menjadi lebih mudah, efisien, dan berkeadilan. Komitmen itu harus disertai pelibatan masyarakat serta pihak ketiga yang netral dan kompeten di bidang tata ruang untuk memastikan sejak awal tata ruang memang sesuai peruntukan sosial, ekonomi, dan ekologi.
Pembahasan itu muncul dalam diskusi ”Peran Perencana Kota dalam Mendukung Implementasi UU Ciptaker di Jakarta”, Selasa (22/12/2020). Proses lahirnya UU Cipta Kerja diwarnai pro dan kontra tajam serta dinilai berbagai pihak tidak pro kesejahteraan rakyat dan lingkungan. Di sisi lain, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, UU ini meringkas berbagai prosedur birokrasi yang berbelit-belit, terutama untuk perizinan investasi yang dikatakan tidak hanya bagi pemodal besar, tetapi turut mencakup pengusaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menurut Ariza, pemangkasan birokrasi melalui UU ini bisa mencegah terjadinya pungutan liar. Bagi UMKM juga memudahkan memperoleh izin usaha karena kini membentuk koperasi hanya mensyaratkan keanggotaan paling sedikit sembilan orang. Demikian pula untuk pengajuan sertifikasi halal dan izin para pengembang properti untuk percepatan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Abdul Kamarzuki menerangkan, kewenangan pemerintah daerah dibatasi UU Cipta Kerja. Jika ada investasi yang masuk, pemda diberi waktu satu bulan untuk membuat perencanaan terkait. Apabila lewat tenggat, pemerintah pusat mengambil alih perencanaan.
”Ada tantangan sekaligus peluang. Ada pula ancaman bagi alam dan masyarakat apabila perencanaan, eksekusi, dan pengawasan tidak dilakukan dengan saksama. Di sini peran para ahli perencanaan penting guna memastikan semua aspek pembangunan serta pemberdayaan masyarakat dan lingkungan diperhatikan,” kata Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) DKI Jakarta Dhani Muttaqin.
Sejauh ini, Jakarta sebagai Ibu Kota merupakan satu-satunya wilayah di Indonesia yang semua proyeknya sudah menggunakan rencana desain dan tata ruang. Wakil Ketua Badan Kejuruan Teknik Kewilayahan dan Perkotaan Persatuan Insinyur Indonesia Hari Ganie menjelaskan, dalam satu dekade ke depan Jakarta akan menjadi megapolitan terbesar di dunia dari segi jumlah penduduk dan akumulasi investasi. Bahkan, ketika tidak menjadi ibu kota negara pun Jakarta tetap akan berkembang pesat.
Ada tiga fase tata ruang, yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian, menjadi ”senjata” memastikan pembangunan kota berkeadilan untuk semua orang dan lingkungan. Dalam ketiga fase itu pemerintah harus duduk bersama para penanam modal; perwakilan pasar, seperti pengembang properti, hotel, dan retail; perwakilan masyarakat melalui komunitas lokal dan lembaga swadaya masyarakat; organisasi profesi terkait; dan akademisi.
Tidak boleh ada kelompok yang ditinggalkan sehingga sejak awal penataan ruang memperhatikan keberadaan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, layanan transportasi publik, cagar budaya, dan suaka alam. Setiap wilayah, meskipun ada di dalam satu kota, harus memiliki pola pengembangan tersendiri sesuai dinamika sosial dan lingkungannya. Metode ini menjamin pembangunan bisa berkesinambungan untuk semua pihak.
Panduan penataan ruang juga hendaknya dibuat pakar besertifikat dan spesifik untuk setiap wilayah.
”Harus ada inspektur pengawasan, bukan dari aparat penegak hukum, melainkan profesional tata ruang yang besertifikat. Bisa dari birokrasi pemerintah, akademisi, atau lembaga lain yang diakui,” papar Hari. Pengawasan bisa dilakukan secara rutin dan berjangka, misalnya dalam waktu lima tahun setelah proyek selesai dibangun untuk melihat pemakaiannya tidak menyalahi perencanaan yang disepakati semua pihak.
Panduan penataan ruang juga hendaknya dibuat pakar besertifikat dan spesifik untuk setiap wilayah. Di dalam panduan ada kajian risiko, dinamika lingkungan hidup, tren pembangunan sosial dan ekonomi, serta bentuk insentif maupun disinsentif yang perlu dikembangkan.
Menurut Hari, sistem ini harus diberlakukan secara nasional. Daerah yang tidak mempunyai sumber daya profesional tata ruang bisa ”meminjam” dari akademisi, organisasi profesi, dan konsultan resmi.
Di Jakarta sendiri sudah ada sistem informasi satu pintu melalui basis data JakartaSatu yang dikembangkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP). Data kependudukan, pajak, aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tata ruang, lingkungan hidup, dan perizinan terbuka bagi publik. Masyarakat juga bisa memberi masukan perbaikan data. Sistem ini terintegrasi dengan Badan Pertanahan Nasional dan batas wilayah hingga ke tingkat rukun warga.
”Proses perizinan berbasis kajian risiko dan rencana tata ruang. Khusus untuk UMKM, ada layanan petugas datang ke tempat untuk mengecek langsung kondisi lapangan dan mendatanya,” kata Kepala Dinas PMPTSP DKI Jakarta Benni Aguscandra.
Pada kesempatan berbeda, Pemprov DKI Jakarta mengadakan diskusi ”Pemulihan Pesisir Pantai Utara Jakarta” dengan perwakilan nelayan, masyarakat sipil, akademisi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan pemerintah pusat. Pejabat Sekretaris Daerah Jakarta Sri Haryati mengatakan, pemprov tidak akan membangun di 13 pulau. Fokus pemanfaatan lahan untuk publik hanya dilakukan di empat pulau.