Pemulihan Ekonomi Jakarta Tergantung Keberhasilan Penanganan Pandemi Covid-19
Setelah disuntik vaksin pun, penduduk dunia tak bisa langsung bebas berkumpul seperti sebelum pandemi. Kita semua tetap harus memakai masker dan menjaga jarak. Ini perubahan gaya hidup total yang harus dijalani bersama.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
Penegakan protokol kesehatan jangan diadu dengan kepentingan ekonomi sehingga membuat kedua hal itu seolah bertentangan. Kemajuan ekonomi Ibu Kota sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dan seluruh warganya menangani pandemi Covid-19. Kuncinya tetap pada ketegasan aturan, kesadaran menerapkan protokol kesehatan, dan penegakan kedisiplinan yang tidak pernah melonggar.
Demikian pelajaran yang mengemuka pada hari kedua Forum Pengembangan Jejaring Kolaborasi Jakarta (JDCN Forum) tahun 2020, Jumat (18/12/2020). Selama ini, penegakan 3M, yaitu mengenakan masker, menjaga jarak fisik, serta mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, sukar dilakukan secara maksimal.
Survei persepsi rRisiko yang dilakukan Nanyang Technological University, Singapura, terhadap warga Jakarta maupun survei Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengungkapkan bahwa meskipun memahami risiko penularan Covid-19, warga Ibu Kota tidak disiplin menerapkan 3M dengan alasan sibuk bekerja dan tidak nyaman harus terus bermasker.
Satu-satunya cara agar kegiatan ini kembali menghasilkan untung ialah menangani pandemi.
Adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang melarang berbagai kerumunan orang serta sempat menutup tempat-tempat umum juga dinilai warga memukul telak kesempatan mereka memproleh nafkah. ”Memang selama ada PSBB, tidak ada usaha yang bisa benar-benar bangkit. Perkiraannya, di medio 2021 pertumbuhan ekonomi Jakarta hanya bisa naik 4-5 persen,” kata Chatib Basri, Menteri Keuangan periode 2013-2014, yang juga salah satu pendiri perusahaan konsultasi ekonomi dan keuangan Creco Consulting.
Ia menerangkan pola konsumsi masyarakat Jakarta selama pandemi Covid-19. Kalangan yang berpenghasilan menengah dan atas umumnya masih bisa hidup dari tabungan, tetapi mereka menurunkan pengeluaran secara drastis. Sebelum pandemi, kalangan ekonomi ini mengalokasikan 9 persen dari pengeluaran mereka untuk kebutuhan dasar, sepeti makanan. Adapun 91 persen pengeluaran mereka dipakai untuk kebutuhan sekunder dan tersier. Kegiatan hiburan, di antaranya, berupa jalan-jalan, menonton film di bioskop, menginap di hotel, dan koleksi barang-barang hobi.
PSBB mengakibatkan kalangan ini, yang umumnya berbanding lurus dengan pendidikan tinggi, menghindari tempat umum, seperti pusat-pusat perbelanjaan. Praktis, pajak dari sektor ini berkurang, padahal hampir semua pendapatan asli daerah Jakarta berasal dari pajak hiburan, perkantoran, dan kendaraan bermotor. Sebagai gambaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Jakarta prapandemi adalah Rp 87 triliun, sekarang jumlahnya Rp 47 triliun atau berkurang 53 persen.
”Satu-satunya cara agar kegiatan ini kembali menghasilkan untung ialah menangani pandemi. Ini butuh kerja sama semua pihak, tidak hanya di Jakarta. Apabila masyarakat melihat faktor keamanan dan kesehatan sudah tercukupi, baru mereka mau bepergian dan menginap di hotel. Selama kasus positif tidak berkurang drastis, masyarakat yang memiliki uang untuk dibelanjakan tidak akan mau mengambil risiko,” papar Chatib.
Ia menjelaskan, perkembangan perekonomian dunia menunjukkan, negara-negara yang berpengalaman menghadapi wabah, seperti China, Taiwan, Korea Selatan, dan Vietnam, lebih stabil ketika diterpa guncangan Covid-19. Mereka memiliki sarana dan prasaran di semua sektor yang berpengalaman menghadapi wabah sindrom pernapasan akut parah (SARS). Ada persiapan holistik mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, industri, hingga pariwisata mengenai pencegahan serta penanganan bencana non-alam berupa penyakit.
Poin ini senada dengan penjelasan Arnaud Bernaert, Kepala Bidang Kesehatan dan Layanan Kesehatan Forum Ekonomi Dunia. Perubahan iklim mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit baru, juga memungkinkan penyakit yang awalnya hanya ada pada binatang kini bisa merambat kepada manusia. Harus ada konsep penanganan pandemi dan pemulihan yang holistik. Artinya, pemulihan ekonomi juga harus memikirkan kesinambungan manusia dengan alam.
Penanganan pandemi tidak hanya mencari solusi atas Covid-19, tetapi juga mempersiapkan Jakarta menghadapi kemungkinan adanya gelombang berikutnya serta munculnya wabah-wabah penyakit yang lain. Sebelumnya, pada hari pertama JDCN Forum 2020, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengungkapkan, ketika pandemi Covid-19 terjadi, Ibu Kota memang kaget karena dalam pemerintahan modern ini belum pernah menghadapi wabah. Kemampuan sumber daya kesehatan baru pada taraf menangani kejadian luar biasa, seperti difteri, demam berdarah, campak, dan pneumonia.
”Sekarang, di setiap puskesmas sudah ada sistem penanganan 25 jenis penyakit menular dan pencegahan penyakit-penyakit baru,” ujar Widyastuti.
Tikki Pangestu, profesor di Yong Loo Lin School of Medicine National University of Singapore sekaligus mantan Direktur Kajian Kebijakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menjabarkan, perubahan gaya hidup dengan 3M tidak bisa ditawar. Saat ini, seluruh dunia sedang mengalami euforia atas adanya vaksin Covid-19. Secara teori, kekebalan tubuh massal baru bisa tercapai apabila 70 persen penduduk diimunisasi.
”Setelah disuntik vaksin pun, penduduk dunia tidak bisa langsung bebas berkumpul seperti sebelum pandemi. Kita semua tetap harus memakai masker dan menjaga jarak. Ini adalah perubahan gaya hidup total. Pesan kesehatan ini yang harus benar-benar dimengerti oleh semua anggota masyarakat,” katanya.
Setelah disuntik vaksin pun, penduduk dunia tidak bisa langsung bebas berkumpul seperti sebelum pandemi. Kita semua tetap harus memakai masker dan menjaga jarak. Ini adalah perubahan gaya hidup total.
Pada acara dialog dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengakui, masih ada kelompok masyarakat yang bersikeras bahwa pandemi tidak ada. Ada pula kelompok yang berpasrah diri apabila terkena penyakit sehingga tidak melakukan tindakan pencegahan agar tidak tertular Covid-19.
Dari segi kemampuan melakukan tes reaksi berantai polimerase, Jakarta sudah melakukan 7.000-8.000 tes per hari. Angka kasus positif terus naik, tetapi tingkat kesembuhan sangat tinggi, yaitu 93 persen, sedangkan angka kematiannya 1,9 persen.
Menurut Ariza, aparat penegak hukum terus melakukan razia terhadap para pelanggar 3M. Pemberian hukuman berupa sanksi sosial, seperti menyapu jalan dan membayar denda, terus dilakukan. Efektivitas kegiatan ini dalam menurunkan kasus positif adalah 20 persen.
”Artinya, 80 persen lagi sangat bergantung pada kesadaran masyarakat menjaga diri dan sesama. Apalagi, ini mau libur Natal dan Tahun Baru. Para pemuka agama Nasrani sudah berkomitmen merayakan dengan bersahaja, tetapi untuk libur Tahun Baru, masyarakat harus bisa menahan diri tidak bepergian atau kumpul-kumpul,” ujarnya.
Sebagai langkah berjaga-jaga, kata Ariza, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membatasi jam operasional restoran, mal, dan tempat umum lain hingga pukul 21.00. Aturan ini berlaku sampai tanggal 8 Januari 2021. Khusus tanggal 24 Desember, yang merupakan malam Natal, jam operasional tempat umum hanya sampai pukul 19.00.