Para pejalan kaki meminta agar akses mereka dikedepankan di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Permintaan ini disampaikan agar penataan kawasan itu dapat diakses warga dari semua kalangan, termasuk warga lansia.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Warga melintas di trotoar kawasan Senen, Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Selain mendapat apresiasi publik, revitalisasi kawasan Senen, Jakarta Pusat, ditanggapi kritis sebagian warga. Para pejalan kaki meminta agar akses untuk mereka lebih dikedepankan sehingga mobilitas saat pergantian moda angkutan ke tujuan lain lebih lancar dan aman.
Meski sudah ada jembatan penyeberangan orang di kawasan itu, sebagian nekat menyeberang di tengah kepadatan lalu lintas kendaraan di Jalan Raya Senen. Abdurrohman (70), warga Johar Baru, Jakarta Pusat, menyeberang langsung di Jalan Raya Senen karena tidak sanggup naik ke fasilitas JPO.
Dia lebih membutuhkan penyeberangan di jalan, seperti pelican crossing, agar dapat lebih mudah diakses warga lanjut usia. ”Saya beranjak dari halte bus pengumpan persis di seberang Mal Atrium Senen. Masih lebih cepat kalau saya langsung menyeberang di jalan daripada harus jalan sekitar 50 meter dan naik tangga JPO. Enggak hanya warga lansia, warga lain mungkin akan cenderung menyeberang langsung daripada naik JPO itu,” kata warga asal Madura, Jawa Timur, itu, Selasa (15/12/2020).
Warga menunggu di halte bus kawasan Senen, Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2020). Beberapa bus mini Transjakarta, seperti TR1 jurusan Stasiun Gondangdia-Senen, melintas di kawasan itu.
Berdasarkan pantauan Kompas, puluhan warga lain juga menyeberang langsung dari sekitar akses jalan lintas bawah Simpang Senen. Tujuan mereka umumnya adalah ke Mal Atrium Senen yang jaraknya hanya sekitar 20 meter dari seberang jalan. Sementara akses JPO berjarak sekitar 60 meter dan menghabiskan waktu lebih dari 10 menit ke Mal Atrium Senen.
Syakina (24), pegawai salah satu gerai di Mal Atrium Senen, kerap buru-buru sehingga harus menyeberang lewat jalan raya. Dia menyadari cara itu berisiko kecelakaan sehingga dia kerap menunggu rombongan warga lain yang juga perlu menyeberang.
”Sebenarnya kalau nyebrang sendiri agak seram, ya, karena mobil juga melaju kencang dari jalan lintas bawah. Pokoknya tunggu rombongan yang sama-sama nyebrang. Mau JPO-nya didesain bagus buat foto-foto juga, kalau lagi buru-buru, ya, mendingan langsung (menyeberang) saja,” ujar warga Kwitang, Senen, ini.
Foto udara penataan kawasan Simpang Lima Senen, Jakarta Pusat, Jumat (11/12/2020).
Soal aksesibilitas
Aksesibilitas menuju moda transportasi dan lokasi tujuan menjadi keluhan sebagian orang di Senen. Farrel (23), warga RW 001 Galur, Johar Baru, mengeluhkan akses tangga JPO yang begitu panjang untuk menuju moda Transjakarta.
Farrel mengapresiasi sejumlah fasilitas yang semakin membaik, seperti pelebaran trotoar, jalur sepeda, dan jalan yang lebih berwarna di kawasan Senen. Namun, dia merasa akses pejalan kaki ke sejumlah lokasi meeting point menjadi lebih sulit lewat JPO.
”Sebenarnya kalau lewat di Simpang Senen, kan, pakai zebra cross. Itu sudah bagus. Tetapi, kalau ke lokasi mal harus nyebrang lewat JPO dulu, ya, agak jauh. Mudah-mudahan bisa diganti menjadi zebra cross biasa saja, yang ada tombol lampu merahnya seperti di Monas,” ucap mahasiswa semester akhir di bilangan Rawamangun, Jakarta Timur, itu.
Terkait itu, Kepala Dinas Bina Marga DKI Hari Nugroho menyatakan, JPO telah didesain seapik mungkin dan dipastikan ramah pengguna. Pengerjaan JPO sudah sepaket dengan pengerjaan revitalisasi kawasan Simpang Senen secara keseluruhan.
Sejumlah warga nekat menyeberang di dekat jalan lintas bawah Senen, Jakarta Pusat, dengan tanpa bantuan akses penyeberangan. Warga enggan menggunakan jembatan penyeberangan orang yang berjarak beberapa meter dari lokasi semula.
Chairperson Department of Community and Regional Planning College of Agricultural, Life, and Natural Science Alabama A&M University Deden Rukmana mengapresiasi pembenahan kawasan Senen yang telah berjalan saat ini. Deden menilai, Jakarta memang sudah semestinya bergerak ke arah kota yang lebih ramah pejalan kaki.
Deden mengingatkan, pembangunan sarana dan prasarana kota ke depan jangan terus memihak pada kendaraan pribadi. Prinsip pembangunan di beberapa negara selama pandemi Covid-19 justru makin mengedepankan kehidupan penduduknya. Salah satu prinsip yang dimaksud adalah mendukung ketersediaan ruang terbuka hijau.
”Beberapa negara yang berhasil menghadapi pandemi kini mengalami tren gaya hidup baru. Bersepeda, misalnya, juga soal orang-orang yang gemar berjalan kaki. Pembangunan ke depan harus lebih mengedepankan prinsip kepentingan orang sebagai pejalan kaki,” ungkapnya.
Kawasan Senen juga memiliki karakteristik tersendiri. Dia berharap pemerintah bisa mengembangkan lingkungan yang lebih ramah, terutama bagi pejalan kaki, tetapi tetap mempertahankan keaslian kawasan yang ada.