Sinyal perayaan Natal yang lebih sederhana dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya diberikan oleh kue-kue kering. Penjualan kue kering kini tengah meredup seiring pandemi yang memukul semua sektor.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepuluh hari menjelang perayaan Natal, para penjual bahan kue dan kue kering mengaku masih minim permintaan. Hal ini seakan menjadi pertanda perayaan Natal tahun ini akan berlangsung lebih sederhana dari tahun-tahun sebelumnya.
Rika (58) bersiap menutup kios kuenya yang berada di lantai 1 Pasar Slipi, Kemanggisan, Jakarta Barat, Selasa (15/12/2020) siang. Kondisi pasar yang kian sepi selama pandemi ini memaksanya menutup kios 4,5 jam lebih awal. Sepuluh hari menjelang Natal, kiosnya sudah tutup pukul 14.30. Normalnya, ia biasa berkemas pada pukul 18.00.
”Habis mau gimana lagi, jam segini sudah enggak ada orang lewat. Semenjak ditutup tiga hari karena ada yang kena Covid-19 waktu PSBB kedua, pasar sepi terus,” ujarnya saat ditemui.
Tidak seperti tahun lalu, menjelang Natal tahun ini tidak ada kue-kue khusus yang dipajang di kios Rika. Ia mengaku tidak berani menyediakan stok kue khas Natal, seperti nastar, kastengel, kue mede coklat, dan kue sagu keju.
Belajar dari pengalaman Lebaran lalu, kue-kue tersebut rupanya sangat sulit dijual. Satu stoples nastar, misalnya, baru laku sekitar dua pekan setelah ia pajang di kios. Padahal, saat itu perayaan Lebaran tinggal menunggu hari.
”Saya masih belum berani stok kue. Kue-kue yang biasa saya jual harian saja masih sering saya buang karena tidak laku. Paling banyak pernah buang stik balado sampai 2 kilogram karena sudah enggak laku lebih dari sebulan,” ungkapnya.
Habis mau gimana lagi, jam segini sudah enggak ada orang lewat. Semenjak ditutup tiga hari karena ada yang kena Covid-19 waktu PSBB kedua, pasar sepi terus.
Selama pandemi, omzet terbanyak yang pernah diterima Rika dalam sehari adalah Rp 300.000. Padahal, sebelum pandemi Rika kerap mendapatkan omzet sebanyak Rp 600.000 satu hari. Khusus menjelang perayaan Lebaran dan Natal, omzet Rika bisa mencapai Rp 1 juta per hari.
”(Menjelang Natal) tahun ini masih jauh. Bayar kontrakan kios Rp 700.000 per bulan saja masih telat terus. Harusnya setiap tanggal 20, tetapi sekarang baru bisa bayar akhir bulan,” ujar perempuan yang sudah delapan tahun berjualan kue ini.
Hal yang sama dirasakan Irwan (60), pemilik Toko Asan yang menjual berbagai macam bahan kue. Menurut dia, kios yang berada di lantai 1 Pasar Tomang Barat, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, itu biasanya sudah dipadati pembeli saat memasuki bulan Desember. Namun, hingga pertengahan Desember ini, pemandangan serupa belum ia saksikan.
”Biasanya mereka pada antre di depan sini karena awal-awal Desember mereka sudah bikin kue untuk diiklankan ke penjualnya. Namun, sekarang belum banyak,” tuturnya.
Hal itu terbukti dari banyaknya bahan kue yang diborong pembeli. Dulu, tidak jarang ada seorang pembeli yang memborong bahan kue, seperti butter, margarin, dan terigu, dengan nilai lebih dari Rp 1 juta. Sekarang, satu pembeli paling banyak hanya membeli bahan seharga ratusan ribu rupiah.
”Kalau kayak gini, nyari omzet Rp 10 juta per hari susah. Biasanya kalau mendekati Natal atau Lebaran bisa Rp 20 juta lebih per harinya,” lanjutnya.
Irwan menduga hal ini terjadi karena kondisi ekonomi para pelanggannya terpuruk selama pandemi Covid-19 sehingga harus mengurangi pengeluaran. Ia menyadari, banyak karyawan yang harus rela gajinya dipotong, bahkan kehilangan pekerjaan.
Aling (45), penjual kue di lantai 1 Pasar Tomang Barat, juga heran dengan berkurangnya varian kue kering yang dititipkan oleh para pembuat kue di kiosnya. Biasanya, memasuki Desember, stoples-stoples kue kering mereka, seperti kastengel, kue semprong, atau kue kacang, berjajar rapi di raknya.
Selasa siang, hanya terlihat beberapa toples nastar yang dipajang di sana. ”Biasanya tanggal 10-an mereka sudah pada nitip, tetapi sekarang peminatnya juga masih sedikit. Masih jarang yang nyari, baru satu atau dua orang,” ujarnya.
Selain karena daya beli masyarakat yang tengah menurun, Aling menduga perayaan Natal tahun ini akan berlangsung lebih sederhana. Jika tahun lalu warga bisa leluasa berkumpul dengan keluarga besar dan kerabat, menurut dia hal tersebut tidak akan terjadi.
”Dari situ mungkin orang-orang enggak banyak-banyak beli kue. Silaturahim ke rumah-rumah juga kayaknya masih dihindari,” ujar Aling yang juga merayakan Natal.
Hal ini dibenarkan oleh Tari (50), warga Tomang, Grogol Petamburan. Menurut dia, perayaan Natal di rumahnya tahun ini tidak akan seramai dan semeriah tahun-tahun sebelumnya. Ia memperkirakan hanya ada dua keluarga yang nantinya akan berkumpul di rumahnya selama libur Natal.
”Biasanya ada lima keluarga saudara yang ngumpul di rumah. Baik yang Muslim maupun Kristen pada dateng. Tahun ini sepertinya enggak semua bisa kumpul,” katanya saat ditemui di Pasar Tomang Barat.
Hal ini secara tidak langsung memengaruhi jumlah kue yang disiapkan oleh Tari. Kebetulan, selama ini Tari selalu membuat kue dengan resepnya sendiri. Menu kue yang ia buat biasanya disesuaikan dengan anak-anak saudaranya yang datang.
”Biasanya saya bikin kue buat anak-anak. Mereka sukanya macem-macem, ada yang nastar, sagu keju, atau cookies cokelat gitu. Biasanya satu macam lima toples,” katanya.