Kecemasan di Pengujung Tahun dari Kluster Keluarga
Ancaman penularan Covid-19 dari kluster keluarga masih ada, tetapi belum semua orang menyadarinya. Warga yang menjadi penyintas dan berkontak erat dengan pasien positif waswas kluster ini makin merebak.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang momen libur akhir tahun, Rahma Dwi Arini (28) justru makin waspada. Dia dan beberapa warga di lingkungan RW 006 Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, dikejutkan dengan puluhan orang yang dijemput menggunakan bus sekolah dari Puskesmas Ciracas, Senin (7/12/2020) pekan lalu.
Semua warga mafhum kalau orang yang dijemput dengan bus itu adalah pasien Covid-19. Orang-orang di lingkungan tersebut kaget karena jumlah pasien mencapai lebih dari 60 orang. Jumlah itu sangat banyak untuk hitungan lokasi yang jarang mendapat kasus Covid-19.
Karena kondisi itulah warga yang tinggal di sekitar puskesmas mewawas diri terhadap potensi penularan Covid-19. Pihak Kecamatan Ciracas juga mewanti-wanti warga terhadap kluster penularan di keluarga.
”Orang kecamatan mengingatkan kalau beberapa pekan terakhir terjadi lonjakan kasus Covid-19 di kalangan keluarga. Ada sekitar 65 orang gitu kalau enggak salah. Gara-gara itu juga, warga jadi mengurangi bepergian untuk jaga-jaga tidak tertular,” jelas Rahma kepada Kompas, Senin (14/12/2020) siang.
Beberapa pekan terakhir, kluster penularan Covid-19 di kalangan keluarga kembali mencuat. Salah satu kasus yang menonjol adalah kluster di Ciracas. Kepala Puskesmas Ciracas Sunersih menyebut, 69 orang yang diangkut pada Senin, 7 Desember itu, memang berasal dari sejumlah anggota keluarga.
”Menurut rencana 72 pasien, tetapi yang dirujuk kemudian 69 pasien. Untuk ukuran satu kecamatan, biasa (sebanyak) itu,” ungkap Sunersih, seperti dilaporkan Kompas.com. Dia juga menerangkan bahwa sebagian pasien akan menjalani pemulihan di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, sedangkan sebagian lagi di hotel yang disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kenyataan ini sejalan dengan catatan Pemprov DKI Jakarta terkait kluster keluarga yang masih tinggi. Data per 6 Desember 2020, ada 410 kluster keluarga dengan total 4.052 kasus positif Covid-19. Total kasus itu didapat setelah periode libur panjang pada periode 28 Oktober hingga 1 November 2020.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, data 410 kluster keluarga tercatat pada periode 23-29 November 2020. Angka ini menyumbang sekitar 47,1 persen kasus Covid-19 selama periode tersebut. ”Kami mencatat kasus terkonfirmasi positif (Covid-19) mulai meningkat setelah cuti bersama libur panjang akhir pekan pada akhir Oktober lalu,” ucapnya lewat keterangan tertulis.
Penambahan kasus pada kluster keluarga membuat sebagian warga waswas. Alida Susanti (40), warga Depok, Jawa Barat, sempat merasakan sendiri betapa menderitanya tertular Covid-19 dari keluarga. Setelah dinyatakan pulih pada pertengahan November kemarin, dia masih tersugesti sedang merasakan kondisi yang kurang sehat.
”Saya termasuk yang ngalamin kluster keluarga karena tertular dari almarhum suami. Setelah negatif, saya masih merasa kurang sehat. Enggak tahu apakah memang ada gejala sisa atau karena waswas berlebihan,” ucap Alida.
Sunarno (63), warga Tanah Abang, Jakarta Pusat, juga mencemaskan kluster keluarga, terutama setelah adanya kerumunan di Kelurahan Petamburan, 14 November silam. Setelah situasi itu, dia terus mengingatkan warga setempat untuk mengurangi aktivitas keluar rumah.
”Ada saja orang yang khawatir, tetapi mereka juga enggak ikut tes untuk tahu kondisi kesehatan mereka. Daripada gawat, saya terus ingatkan agar warga di rumah saja kalau tidak ada urusan mendesak,” ucap Ketua RT 014 RW 004 Kelurahan Petamburan ini.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, menjelaskan, penularan kluster keluarga adalah hal yang mesti diantisipasi jelang libur panjang. Dari sejumlah tren sebelumnya, periode libur panjang selalu memicu lonjakan kasus Covid-19.
Menurut Pandu, kluster keluarga menyumbang kasus penularan yang cukup dominan. Hal ini lantaran satu pasien positif Covid-19 yang pulang ke rumah berisiko menularkan kepada anggota keluarga lain.
”Dari banyak kasus, kluster keluarga menjadi yang paling dominan. Hal tersebut dapat dipahami karena saat tertular, seseorang setidaknya pasti pulang ke rumah. Saat di rumah itu, entah karena kewaspadaan lengah, terjadi penularan ke anggota keluarga yang lain. Kondisi ini kerap diperparah dengan opsi isolasi mandiri yang berjalan kurang efektif,” ujar Pandu.
Menjelang libur akhir tahun ini, pemerintah harus benar-benar mewaspadai lonjakan kasus yang bakal terjadi. Pandu menuturkan, mobilitas warga harus dicegah agar kluster keluarga tidak bertambah.
Mengacu pada pemodelan yang dibuat tim Oxford University dan bisa diakses di Our World in Data, penambahan kasus harian di Indonesia saat ini menanjak dengan estimasi tertinggi 66.000 kasus per hari dan estimasi terendah 58.000 kasus per hari. Itu berarti, jumlah kasus yang ditemukan melalui pemeriksaan hanya sekitar sepersepuluh dari yang terjadi.
”Kasus harian di Indonesia dalam pemodelan epidemiologi minimal 50.000 kasus per hari. Ini akan makin besar kesenjangannya dengan jumlah kasus dikonfirmasi karena laju penularan lebih cepat dibandingkan pemeriksaan,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman.