Dari awalnya 100.000 penumpang MRT per hari, rata-rata menjadi 27.901 penumpang per hari. Pemulihan diperkirakan akan terjadi secara perlahan.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah penumpang MRT sepanjang pandemi Covid-19, sejak Maret 2020, turun hingga 73 persen dibandingkan dengan saat kondisi normal. Untuk kembali normal, dibandingkan dengan moda lain, pemulihan MRT Jakarta akan pelan-pelan karena karakteristik moda dan segmentasi penumpang.
Seperti dipaparkan William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, dalam forum jurnalis MRT Jakarta, Kamis (10/12/12020), angka penumpang MRT Jakarta hingga Januari dan Februari 2020 menggembirakan, hampir menyentuh 100.000 penumpang per hari. Begitu pandemi, Maret 2020, angka penumpang mulai turun.
Hingga awal Desember, rata-rata angka penumpang MRT Jakarta per hari mencapai 27.901 penumpang. Total dari Januari hingga 8 Desember 2020, penumpang MRT Jakarta sebanyak 9.570.059 penumpang. ”Penumpang MRT Jakarta turun sampai 73 persen,” ujar William.
Aditya Dwi Laksana, Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Senin (14/12/2020), menjelaskan, selama pandemi Covid-19, angka penumpang MRT Jakarta memang turun jauh dibandingkan dengan situasi normal. Namun, penurunan penumpang itu bisa dipahami dari aspek karakter MRT Jakarta sebagai moda transportasi perkotaan.
Berbeda dengan kereta komuter atau KRL yang melayani penumpang dari sub urban ke urban dan tarif terjangkau publik menengah ke bawah, MRT Jakarta merupakan moda transportasi yang saat ini baru melayani penumpang dari Lebak Bulus ke Bundaran Hotel Indonesia. Artinya, MRT Jakarta merupakan moda transportasi yang melayani penumpang di perkotaan.
Selain itu, ujar Aditya, segmen penumpang MRT adalah penumpang dari kelas menengah ke atas. Adapun KRL, meski ada pembatasan jumlah penumpang seiring protokol kesehatan, antusiasme dan animo penumpang masih tinggi.
Kondisi sepi penumpang MRT juga karena saat pandemi Covid-19, perkantoran banyak yang mengatur jam kerja dan mengatur jumlah karyawan. ”Dengan demikian, untuk turunnya penumpang MRT Jakarta selama pandemi ini, saya tidak melihat ada kaitannya dengan integrasi angkutan lanjutan baik first miles maupun last miles. Ini lebih karena karakter modanya dan segmen penumpang,” ujar Aditya.
M Kamaluddin, Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta, dihubungi terpisah, menjelaskan, salah satu cara yang akan ditempuh MRT untuk meningkatkan jumlah penumpang adalah melakukan kerja sama dengan penyedia angkutan lanjutan, di antaranya Damri.
”Dengan Transjakarta kami sudah bekerja sama dan akan terus ditingkatkan ke depannya. Kami optimistis dengan terus memperkuat angkutan lanjutan, jumlah penumpang akan semakin meningkat lagi,” ucap Kamaluddin.
Namun, Aditya menilai, dengan karakter penumpang MRT Jakarta, untuk bisa kembali pulih seperti sebelum pandemi, akan terjadi pelan-pelan. Pada saat masyarakat dan pengguna MRT dari segmen itu merasa kondisi ancaman virus bisa lebih bisa dikendalikan, mereka akan mulai menggunakan MRT.
Pendapatan non-iklan
Dengan penumpang yang turun hingga sebanyak itu, lanjut William, MRT Jakarta memang tidak bisa mengandalkan pemasukan dari penjualan tiket. MRT Jakarta saat ini mencatat pemasukan signifikan dari sisi non fare box (NFB) atau nontiket. Pada 2020, William menjelaskan, pemasukan dari NFB tercatat Rp 370 miliar.
MRT Jakarta juga mendapat pemasukan dari NFB dengan memanfaatkan pilar-pilar sepanjang MRT Jakarta stasiun layang untuk periklanan. Di sepanjang pilar-pilar stasiun elevated mulai dipasang LED. Tahun ini ada 438 pilar yang dipasang neon box dan 50 pilar yang dipasang LED. Pemasangan itu dilakukan di pilar-pilar stasiun MRT Jakarta Lebak Bulus Grab-ASEAN dan Depo Lebak Bulus.