Angin Perubahan Enggan Berembus di Tangerang Selatan
Kemenangan pasangan Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan dalam pemilihan kepala daerah menjadi isyarat angin segar perubahan masih belum jadi berembus menembus cengkeraman penguasa terdahulu di Kota Tangerang Selatan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·6 menit baca
Ingar-bingar pesta demokrasi di Tangerang Selatan berakhir dengan keunggulan pasangan Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan berdasarkan versi hitung cepat sejumlah lembaga survei. Benyamin-Pilar mengungguli perolehan suara dua pesaingnya, yaitu pasangan Muhamad-Rahayu Saraswati dan Siti Nur Azizah-Ruhamaben.
Hitung cepat yang dilakukan Charta Politika menempatkan pasangan Benyamin-Pilar yang diusung Partai Golkar sebagai pemenang Pilkada Tangsel dengan perolehan 40,25 persen suara. Raihan itu mengungguli pasangan Muhamad-Rahayu yang mengumpulkan 36,01 persen suara dan Siti Nur Azizah-Ruhamaben yang meraup 23,75 persen suara.
Adapun penghitungan resmi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum belum tuntas. Namun, dari hasil penghitungan sementara di laman resmi KPU, perolehan suara ketiga pasangan calon tersebut tak berbeda jauh dari hasil hitung cepat yang dirilis lembaga survei
Membicarakan Pilkada Tangsel berarti membicarakan perihal ambisi menggoyahkan status quo. Pasangan Benyamin-Pilar merupakan pasangan yang disokong Wali Kota Tangsel petahana Airin Rachmi Diany. Benyamin merupakan wakil Airin yang telah dua periode memimpin Tangsel.
Membicarakan Pilkada Tangsel berarti membicarakan perihal ambisi menggoyahkan status quo. Pasangan Benyamin-Pilar merupakan pasangan yang disokong Wali Kota Tangsel petahana Airin Rachmi Diany.
Untuk melawan hegemoni Benyamin-Pilar, pasangan Muhamad-Saraswati dan Azizah-Ruhamaben berkali-kali menjual isu perubahan dalam setiap kampanyenya. Rahayu Saraswati, misalnya, selalu menyebut masyarakat Tangsel sudah jenuh dengan kondisi Tangsel yang stagnan dan sangat menginginkan perubahan. Demikian pula Azizah yang pada saat debat menkonstruksikan dirinya serta Ruhamaben sebagai pasangan yang tidak memiliki beban atau hubungan masa lalu dengan pemerintahan Tangsel saat ini.
Menjelang hari pemungutan suara, termasuk pada saat kampanye, kedua pasangan calon itu selalu mengangkat isu, antara lain, ketidakmampuan Pemkot Tangsel menuntaskan persoalan sampah serta pembangunan yang tak merata.
Rahayu Saraswati, sehari setelah pilkada, secara implisit memohon maaf kepada para pendukungnya lantaran belum mampu meraih kemenangan untuk menghadirkan perubahan. Ia menyebut gabungan antara jumlah suara yang ia raih bersama pasangan Azizah-Ruhamaben, yaitu sekitar 60 persen, lebih besar dibandingkan suara Benyamin-Pilar yang mencapai 40 persen. Kondisi itu ia maknai sebagai hasrat besar warga Tangsel terhadap perubahan.
’Karena, yang saya lihat, suara yang lebih besar (dalam pilkada) adalah suara mereka yang menginginkan perubahan,” kata Rahayu, Kamis (10/12/2020).
Sebagai wali kota terpilih, Benyamin setidaknya sudah menyatakan bakal melanjutkan capaian-capaian serta program kerja Airin selama lima tahun mendatang. Dengan demikian, agak mustahil mengharapkan ada perubahan yang signifikan dalam tatanan sistem pemerintahan Tangsel mendatang.
Saat ditetapkan sebagai pemenang pilkada versi hitung cepat, Benyamin meminta dua rivalnya tersebut untuk membiarkan dirinya mengelola Tangsel sesuai program kerja yang ia rancang.
’Pesta sudah berakhir, mari kita bangun Tangerang Selatan dengan sebaik-baiknya. Program mereka yang bagus itu, izinkan saya melaksanakan program mereka yang bagus itu. Sudahlah, biarkan program kerja mereka yang bagus itu saya yang mengerjakan,” kata Benyamin.
Dinasti sarat korupsi
Benyamin dan Pilar dianggap sebagai representasi dinasti Banten yang dibangun mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Pilar merupakan anak dari Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah. Adapun tatu merupakan adik Atut.
Jaringan keluarga Ratu Atut sudah sedemikian menggurita di Provinsi Banten. Sanak keluarganya tersebar di tingkat eksekutif, legilslatif, partai politik, organisasi budaya, dan organisasi keolahragaan.
Dominasi keluarga di Banten ini memendarkan aroma tidak sedap karena keluarga Atut dilaporkan menguasai berbagai proyek yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Banten. Selama delapan tahun menguasai Banten, korupsi dan nepotisme merajalela. Atut dan sejumlah kerabatnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satu kasus korupsi dinasti Banten yang paling diingat publik adalah suap yang dilakukan adik Atut, yaitu Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi 2013 Akil Mochtar dalam sengketa Pilkada Kabupaten Lebak di Banten.
Wawan yang juga suami Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany hingga saat ini masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Selain terbukti menyuap Akil, Wawan juga didakwa atas sejumlah kasus korupsi di Banten.
Wawan yang juga suami Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany hingga saat ini masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Garis besarnya, dinasti politik Banten tidak menghadirkan kesejahteraan bagi warga secara keseluruhan. Anggapan itu pula yang memperberat peluang terjadi perubahan di Tangsel. Itu karena kerabat dinasti politik berkepentingan mempertahankan status quo. Berkerumunnya kerabat penguasa dalam lingkup kekuasaan lokal membuat lemah mekanisme demokrasi. Hal itu juga berimbas pada buruknya pelaksanaan pembangunan.
Kualitas pembangunan yang parah juga terjadi di sejumlah sektor akibat ketergantungan dengan berbagai rekanan bisnis dan politik. Mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki pernah mengatakan, dinasti politik menjadi pemicu utama keadaan Banten yang cenderung stagnan (Kompas, 25/3/2014).
Selain wajah ketertinggalan dan kemiskinan, infrastruktur jalan menuju desa di kawasan Lebak-Pandeglang juga terbilang parah. Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum Banten pada 2011, dari 770 kilometer panjang jalan provinsi, 500 kilometer di antaranya rusak sehingga mendorong inflasi yang tinggi.
Indeks pembangunan manusia di Banten juga kurang menggemberikan selama Atut berkuasa pada 2005-2012. Data yang dirilis BPS menunjukkan, IPM banten berkutat di angka 68-71 persen atau di bawah IPM nasional yang berada di rentang 69-73 persen.
Memperkuat kontrol
Kendati Rahayu menyebut sekitar 60 persen pemilih Tangsel menginginkan perubahan, apa daya nasi telah menjadi bubur. Hasil hitung cepat oleh lembaga survei dan KPU Tangsel sementara ini menunjukkan pasangan Benyamin-Pilar lah yang mendapat amanah memimpin Tangsel lima tahun mendatang.
Bagi Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng, menyesali atau mengutuk hasil pilkada tidak akan berdampak apa-apa pada agenda pembangunan Tangsel ke depan. Hal paling realistis yang bisa dilakukan warga Tangsel ke depan, menurut Robert, adalah memperkuat fungsi kontrol terhadap pemerintahan Benyamin-Pilar.
Kekuatan perubahan, kata Robert, tidak selalu harus ada di dalam pemerintahan. Suara-suara yang kecewa terhadap hasil pilkada lebih baik dialihkan untuk menjadi kekuatan kontrol agar dinasti tidak semakin merajalela. Bagi Robert, dinasti politik boleh saja memenangi pilkada. Namun yang lebih penting adalah dinasti politik tidak bisa dibiarkan terus menggerogoti pemerintahan, bahkan setelah pilkada usai.
”Dinasti tidak semata hanya masalah di pilkada, dinasti justru menjadi persoalan serius ketika dalam lima tahun ke depan tidak ada kekuatan kontrol terhadap jalannya pemerintahan,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak, mengemukakan, pasangan Benyamin-Pilar dihadapkan pada tantangan besar untuk membuktikan kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
Zaki menyebut pada periode pertama masa pemerintahan Airin, Tangsel masuk zona merah darurat korupsi. Oleh karena itu, Zaki berharap pasangan Benyamin-Pilar tidak membagi-bagi kekuasaan dan mampu melaksanakan reformasi birokrasi.
Selain itu, proyek-proyek pembangunan daerah yang selama ini rentan dikorupsi juga harus diawasi secara optimal oleh masyarakat sipil. ”Kita semua khawatir dengan dinasti politik yang ada. Karena itu, semua mesti waspada. Apalagi melihat pengalaman-pengalaman sebelumnya terkait peranan dengan dinasti dalam kasus-kasus korupsi besar di Banten,” kata Zaki.
Memasuki bulan Desember, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan, hujan deras dan angin kencang beberapa kali bertiup di Tangerang Selatan. Namun, meski dilanda angin kencang, ternyata angin segar perubahan yang dinanti-nanti 60 persen pemilih masih enggan berembus di sana.