MRT Jakarta Akan Akusisi 51 Persen Saham PT KAI di PT KCI
Akuisisi saham PT KAI di PT KCI tersebut bagian dari mandat penugasan kepada PT MRT Jakarta sebagai dirijen integrasi antarmoda transportasi berbasis rel dan dengan moda lainnya di Ibu Kota.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dalam rangka melaksanakan penugasan integrasi fisik dan layanan antarmoda transportasi di Jakarta, PT MRT Jakarta mendapat pinjaman dana melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN Rp 1,7 triliun. Langkah awal yang akan dilakukan adalah mengakuisisi saham PT KAI di PT KCI 51 persen. Kepemilihan mayoritas itu dinilai tepat dan akan memperkuat dan memberi kewenangan dalam hal pengintegrasian.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta, Damantoro, Jumat (11/12/2020) menjelaskan, semuanya berawal dari pembahasan untuk mengatasi kemacetan Jakarta juga transportasi di Jabodetabek sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Waktu itu sempat muncul sejumlah langkah mengatasi kemacetan Jakarta.
Lalu pembahasan berlanjut ke Presiden Joko Widodo. Pada Januari 2019, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas tentang transportasi, dihadiri sejumlah menteri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, juga Walikota.
Dalam ratas itu Presiden Joko Widodo memberi arahan, Jabodetabek harus memiliki transportasi massal yang terintegrasi untuk mendorong masyarakat lebih banyak menggunakan angkutan umum. Hal itu juga dilakukan untuk mengurangi tingkat kemacetan yang menimbulkan dampak kerugian baik dari aspek materil puluhan triliun rupiah setiap tahunnya akibat kemacetan di Jabodetabek maupun dari aspek lingkungan seperti polusi udara dan sebagainya.
Karena kompleksitas permasalahan kemacetan, lanjut Damantoro, membuat solusi yang diambil tidak bisa dengan satu cara atau satu kebijakan, tetapi harus dengan kebijakan yang komprehensif, yang tidak hanya satu moda, tidak satu level, tidak hanya horisontal tetapi juga vertikal. Untuk itu dibutuhkan satu pengendali utama yang cukup powerful termasuk dalam hal pembiayaan.
Ratas memutuskan DKI Jakarta menjadi penanggungjawab untuk menjalankan arahan itu. Pemprov DKI Jakarta lalu menugaskan PT MRT Jakarta untuk bekerja sama dengan PT KAI dalam pengintegrasian perkeretaapian umum di wilayah Jabodetabek.
Dalam Pergub 136 Tahun 2019, disebutkan pengintegrasian itu meliputi penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; penyediaan sistem pendukung penyelenggaraan perkeretaapian umum termasuk sistem pengintegrasian dengan moda transportasi lainnya; dan pengusahaan dan pengembangan kawasan berorientasi transit (TOD).
Untuk bisa melakukan integrasi fisik dan layanan antarmoda, pada Desember 2019, PT MRT Jakarta dan PT KAI membentuk PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (PT MITJ) dengan kepemilihan saham PT MRT 51 persen dan PT KAI 49 persen.
Untuk bisa melakukan integrasi fisik dan layanan antarmoda, pada Desember 2019, PT MRT Jakarta dan PT KAI membentuk PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (PT MITJ) dengan kepemilihan saham PT MRT 51 persen dan PT KAI 49 persen. Anak perusahaan hasil joint venture kedua perusahaan yang sama-sama mengelola angkutan umum berbasis rel inilah yang mengelola integrasi fisik dan layanan antarmoda.
Tahap awal, yang sudah terjadi adalah penataan empat stasiun yang dikelola PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) yang adalah anak perusahaan PT KAI. Di empat stasiun yang penataannya diresmikan Juni 2020 lalu itu, moda-moda angkutan mulai dikelola untuk bisa terintegrasi secara fisik dan layanan. Di sisa tahun 2020, penataan di lima stasiun KCI lainnya sudah dimulai, dan secara bertahap nantinya 42 stasiun KCI yang di wilayah Jakarta bisa ditata lebih baik.
Dari sana, PT MRT bersama PT MITJ, PT Transportasi Jakarta, dan PT Jakarta Propertindo membentuk anak perusahaan baru, PT Jaklingko Indonesia pada Juli 2020. Perusahaan hasil joint venture ini akan mengintegrasikan sistem pembayaran, tarif, dan tiket.
Damantoro melanjutkan, karena dalam inisiatif integrasi ini DKI Jakarta yang menjadi penanggung jawab, untuk melaksanakan tanggung jawab itu DKI Jakarta harus punya kewenangan untuk mengatur semua operator yang ada di Jakarta. Yang perlu diingat, operator angkutan itu ada yang berbentuk perusahaan swasta, ada yang perseroan terbatas (PT). Untuk bisa memiliki kewenangan itu, DKI Jakarta melalui PT MRT Jakarta yang memang sudah mendapat mandat penugasan, melakukan aksi korporasi, business to business (B to B).
"Langkahnya memang harus begitu, karena hendak diniatkan B to B untuk memastikan bahwa DKI punya kewenangan mayoritas di dalam operator angkutan umum yang bentuknya sudah PT. Sehingga untuk bisa mengakuisisi saham PT KCI, didasarkan pada Undang-Undang tentang PT dimana untuk menjadi mayoritas kepemilikan saham minimum adalah 51 persen," kata Damantoro.
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta dalam paparan di Forum Jurnalis MRT Jakarta, Kamis (10/12/2020) menjelaskan, untuk aksi korporasi itu, PT MRT Jakarta akan mengakuisisi 51 persen porsi kepemilikan saham PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) di PT KCI. Dengan kepemilikan saham 51 persen, akan memberikan kewenangan Pemprov DKI Jakarta dalam memanfaatkan stasiun dan kawasan di sekitarnya agar dapat terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.
Anggaran yang dipergunakan, lanjut William, adalah anggaran dari dana pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI). Anggaran pinjaman pemulihan ekonomi nasional (PEN) tersebut akan menambah penyertaan modal daerah (PMD) Pemprov DKI kepada PT MRT Jakarta yang tercatat dalam APBD DKI 2021.
Sebelumnya, melalui APBD 2021 juga, untuk pembangunan fase 2a, PT MRT Jakarta mendapat PMD dari pinjaman Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA) sebesar Rp 3,655 triliun. Sehingga pada 2021, total PMD bagi PT MRT Jakarta sebesar Rp 5,3 triliun.
Untuk proses akuisisi itu, dijelaskan William, saat ini tengah berlangsung proses due dilligence yang dikerjakan konsultan. Ia juga memperkirakan, angka akuisisi tidak akan menghabiskan seluruh anggaran PEN tersebut.
Terkait integrasi antarmoda transportasi itu sendiri, Pemprov DKI Jakarta menargetkan penggunaan transportasi publik akan mencapai 75 persen pada 2030. Sekarang ini penggunaan transportasi publik di Jakarta baru 25 persen.
Joni Martinus, VP Public Relations PT KAI yang dihubungi terpisah menjelaskan, terkait upaya akuisisi tersebut, masih dalam kajian. PT KAI terus berkomunikasi dengan Kementrian BUMN, Kementrian Perhubungan, dan pihak-pihak terkait lainnya.
"PT KAI akan memperhatikan aspek legal dan good corporate governance (GCG) dari rencana tersebut. Pada prinsipnya kami mendukung arahan Presiden untuk pengelolaan transportasi di Jabodetabek agar terpadu dan terintegrasi," kata Martinus.