Mau Pesta Nikah di Tanggal Cantik 12-12? Patuhi Semua Aturannya, Ya
DKI Jakarta masih menerapkan PSBB transisi. Penyelenggaraan sejumlah kegiatan, seperti pernikahan, diperbolehkan, tetapi tetap harus menerapkan protokol kesehatan dan menaati sejumlah aturan secara ketat.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
Akhir pekan ini, tepatnya Sabtu (12/12/2020), disebut-sebut sebagai tanggal cantik dan memicu banyak pihak untuk menyelenggarakan acara pada hari tersebut. Untuk itu, semua pihak penyelenggara acara, termasuk yang akan melangsungkan pernikahan dan pesta perayaannya pada hari spesial tersebut, harus mematuhi aturan yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Aturan ketat diterapkan karena saat ini Ibu Kota masih dalam masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Pada masa transisi ini ada sejumlah pelonggaran, salah satunya aturan untuk tidak memunculkan kerumunan yang berpotensi menularkan Covid-19. Untuk itu, ada sejumlah aturan yang mesti diikuti penyelenggara acara serta pengelola gedung demi mencegah penularan Covid-19.
Wakil Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Sahat Parulian, Jumat (11/12/2020), mengatakan, pada masa PSBB transisi, acara atau kegiatan pernikahan boleh digelar. Namun, ada sejumlah aturan yang mesti dipahami dan dipatuhi penyelenggara acara dan pengelola gedung pernikahan.
Pernikahan hanya bisa dilakukan dengan penerapan jumlah tamu atau orang yang hadir 25 persen dari kapasitas dan penyelenggara mesti menetapkan protokol kesehatan yang ketat.
Berdasarkan aturan, pernikahan hanya bisa dilakukan dengan penerapan jumlah tamu atau orang yang hadir 25 persen dari kapasitas dan penyelenggara mesti menetapkan protokol kesehatan yang ketat. Selain itu, pihak pengelola venue atau gedung juga harus berkontribusi menjaga agar jangan sampai terjadi kerumunan dengan membentuk satgas internal pencegahan Covid-19.
Sebelum menyelenggarakan pernikahan, lanjut Parulian, pengelola gedung mesti mengajukan izin ke dinas pariwisata dan ekonomi kreatif. ”Jadi, pengelola gedung, bukan event organizer (EO), yang mengajukan permohonan ke dinas pariwisata untuk menyelenggarakan pernikahan,” katanya.
Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Bambang Ismadi menambahkan, setelah pengelola gedung mengajukan izin itu, akan ada acara briefing dari tim disparekraf. Dalam kesempatan itu, pengelola gedung akan memaparkan langlah-langlah penerapan protokol kesehatan.
Tim dari disparekraf akan menindaklanjuti dengan turun ke lapangan dan ada simulasi. ”Sesuai atau tidak dengan paparan dan proposal. Apabila sesuai, izin bisa diterbitkan,” kata Bambang.
Selanjutnya, ada sejumlah pengetatan protokol kesehatan yang mesti diikuti pengelola gedung. Aturan yang dimaksud di antaranya kapasitas gedung maksimal 25 persen, jarak antarkursi minimal 1,5 meter, tidak diperkenankan jamuan prasmanan, alat makan-minum wajib disterilkan, makan atau minum hanya dilayani petugas, dan tamu hanya saling mengucap salam dengan tangan di dada atau tidak saling bersentuhan.
Selain itu, semua tamu dan empunya acara duduk di tempat yang sudah disediakan, tamu dilarang berjalan atau hilir mudik, apabila ada musik tidak diperkenankan ada yang menyumbang lagu, tidak diperkenakan meminta difotokan menggunakan telepon genggam atau HP pribadi, saat berfoto dilarang melepas masker, dilarang membawa anak usia di bawah sembilan tahun dan di atas 60 tahun, tidak disarankan memberi amplop langsung, dan data tamu tercatat lengkap.
Adapun pengawasan selama penyelenggaraan pernikahan dilakukan di antaranya oleh penyelenggara secara mandiri; tim gabungan instansi terkait, seperti satpol PP, dinkes, dan Polri/TNI; serta laporan masyarakat/media.