Okupansi Rumah Sakit di Kota Bogor Capai 90 Persen
Pemerintah Kota Bogor akan menyediakan rumah sakit darurat untuk penanganan pandemi Covid-19 yang terus meningkat. Saat ini okupansi di rumah sakit rujukan sudah mencapai 90 persen.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kasus harian positif Covid-19 di Kota Bogor, Jawa Barat, sudah mencapai rata-rata 50 kasus. Tingginya angka kasus harian menyebabkan Kota Bogor berstatus zona merah dan okupansi rumah sakit rujukan mencapai 90 persen.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, sejak Rabu (2/12/2020) hingga Sabtu, Kota Bogor mengalami lonjakan tinggi mencapai rata-rata 50 kasus positif Covid-19. Ia merinci, pada Rabu sebanyak 50 kasus, Kamis ada 53 kasus, Jumat jadi 58 kasus, Sabtu mencapai 56 kasus, dan Minggu (6/12/2020) turun menjadi 47 kasus. Total kasus terkonfirmasi sejak pandemi Covid-19 sebanyak 3.662 kasus.
”Pekan lalu rata-rata sekitar 40 kasus per hari. Sekarang rata-rata 50 kasus sejak Rabu hingga Sabtu menjadi rekor tertinggi selama ini. Dari Rabu hingga sekarang ada 256 warga yang terkonfirmasi positif,” kata Dedie, Minggu.
Peningkatan jumlah kasus, lanjutnya, menyebabkan okupansi 21 rumah sakit rujukan sudah mencapai 90 persen dari total 455 tempat tidur di ruang isolasi. Begitu pula ruang ICU sudah mencapai 90 persen.
Angka tersebut jauh melebihi batas 60 persen yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sementara ketersediaan tempat tidur khusus pasien atau orang tanpa gejala (OTG) di BNN Lido juga sudah mencapai 83 persen.
Dedie menjelaskan, dari data Dinas Kesehatan Kota Bogor pada Sabtu (5/12/2020), di 21 rumah sakit rujukan, pasien Kota Bogor yang dirawat mencapai sekitar 60 persen, pasien Kabupaten Bogor 30 persen, dan pasien dari kota lain 10 persen.
Dedie menyebutkan, peningkatan kasus di Kota Bogor menjadi peringatan untuk kedisiplinan ketat protokol kesehatan dan menghindari kerumunan. Untuk itu, Satgas Covid-19 Kota Bogor terus berupaya mengawasi dan menerapkan sanksi karena masih banyak warga hingga perkantoran yang melanggar protokol kesehatan.
”Selain itu, kami perkuat tim dengan merekrut relawan penanganan pandemi. Edukasi dan penerapan sanksi protokol kesehatan, unit lacak juga kami tambah untuk mencari dan mendata kontak erat setiap hari. Kami siapkan juga hotel sebagai rumah sakit darurat, saat ini masih dalam proses,” tutur Dedie.
Akibat tingginya okupansi ruang isolasi, kata Dedie, pihaknya sudah mengumpulkan pengurus rumah sakit rujukan untuk menambah tempat tidur sesuai arahan Ketua Satgas Covid-19 Kota Bogor Bima Arya.
Sebelumnya, Bima mengatakan, pertemuan daring bersama pengurus rumah sakit tidak hanya membahas penambahan ruang isolasi dan tempat tidur. Mereka juga membahas prosedur standar operasi (SOP) penanganan Covid-19. Pembahasan SOP itu terkait pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, yang dirawat di RS UMMI.
”Setiap perkembangannya harus segera lapor ke satgas atau Pemkot Bogor. Data terkait penanganan Covid-19 wajib dilaporkan kepada kami,” ucap Bima.
Dalam pertemuan daring itu, Bima menyampaikan regulasi tentang kode etik kedokteran dan medis menyangkut kerahasiaan pasien. Pemkot Bogor sangat menghargai kode etik tersebut serta tidak membuka data nama dan alamat pasien.
Namun, menurut Bima, Pemkot Bogor memiliki kewenangan untuk mengetahui data terutama terkait penanganan Covid-19, merujuk pada UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Permenkes Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran, dan SK Wali Kota Bogor No.900.45-282 Tahun 2020 tentang Penetapan Rumah Sakit yang Melayani Pasien dengan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Kota Bogor.
Dedie menambahkan, meski tingkat kasus positif meningkat, angka kesembuhan atau penanganan pasien dinilai cukup baik. Saat ini pasien sembuh atau selesai isolasi mencapai 2.917 dan angka kematian 98 kasus. Atas penanganan pasien, ia memberikan apresiasi tinggi kepada tenaga kesehatan yang memiliki komitmen 100 persen dalam penanganan pasien Covid-19.
”Apresiasi ini bisa kita tunjukkan dengan kita menjalankan protokol kesehatan ketat. Kita bantu dokter, perawat, dan tenaga medis dengan disiplin dan tidak abai protokol kesehatan. Pandemi ini berdampak luas, tenaga kesehatan juga menjadi garda yang harus dilindungi. Jika mereka sakit, dampaknya akan semakin luas dan penanganan pasien akan semakin berat,” tutur Dedie.
Kota Depok
Sementara itu, peningkatan kasus juga masih terjadi di Kota Depok. Berdasarkan pembaruan data pada Sabtu (6/11/2020), tercatat terjadi penambahan mencapai 111 kasus positif sehingga total menjadi 11.441 kasus. Adapun pasien sembuh mencapai 8.691 dan kematian mencapai 292 kasus. Sejak 23 November, Kota Depok sudah mencatat sekitar 10.000 kasus positif.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Novarita mengatakan, keterisian tempat tidur ICU Kota Depok sudah mencapai 75 persen atau 43 tempat tidur dari 58 tempat tidur. Selain itu, kapasitas tempat tidur isolasi di rumah sakit rujukan mencapai 80,78 persen atau terisi 517 dari 640 tempat tidur. Sementara ruang isolasi khusus OTG di Wisma Makara Universitas Indonesia sudah mencapai sekitar 80 persen dari ketersediaan 120 tempat tidur.
Novarita menyebutkan, saat ini pasien tanpa gejala tidak boleh lagi isolasi di rumah. Atas rekomendasi puskesmas, pasien OTG harus diisolasi di Wisma Makara agar penyebaran di lingkungan keluarga tidak semakin meluas.
Novarita melanjutkan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersama Satgas Covid-19 Jawa Barat dan Satgas Covid-19 Kota Depok berupaya menambah kapasitas tempat tidur di rumah sakit rujukan. Selain itu, Ridwan Kamil juga akan menjajaki gedung pemerintahan atau lembaga seperti Universitas Indonesia untuk membantu menyediakan ruang isolasi lainnya jika Wisma Makara penuh.
Penjabat Wali Kota Depok Dedi Supendi mengatakan, penyebab kenaikan kasus konfirmasi karena dibukanya aktivitas sosial ekonomi sehingga menimbulkan tingginya interaksi dan pergerakan orang. Peningkatan kasus juga terjadi karena dari kluster perkantoran yang berdampak pada penularan di lingkungan keluarga dan komunitas. Selain itu, warga juga mulai jenuh sehingga penerapan protokol kesehatan mulai longgar atau abai, terutama jaga jarak.
”Pemkot Depok terus berupaya memutus rantai penyebaran Covid-19, mulai dari pencegahan hingga penanganan. Upaya ini akan lebih lengkap dengan kolaborasi dalam hal penindakan melalui Tim Pemburu Covid-19 yang sudah beroperasi pada dua hari lalu,” lanjut Dedi.
Tim Pemburu Covid-19 Polres Depok, kata Dedi, diharapkan mengawasi dan menindak tegas para pelanggar protokol kesehatan karena warga yang mulai abai.
”Kami memahami bahwa warga sudah jenuh sekarang. Tapi dengan tim gabungan ini membuat lebih semangat lagi untuk menindak pelanggar protokol kesehatan,” ucapnya.