Perbaiki Data Penerima Bantuan Penyandang Disabilitas
Di masa pandemi Covid-19, penyandang disabilitas seharusnya lebih diperhatikan. Pendataan penyandang disabilitas harus diperbaiki agar saluran bantuan sosial tepat sasaran.
Oleh
AGUIDO ADRI
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dari hasil survei distribusi bantuan sosial untuk penyandang disabilitas di DKI Jakarta oleh Indonesia Corruption Watch terhadap 120 responden yang dilakukan pada 14-20 Oktober 2020 menunjukkan bahwa secara ekonomi penyandang disabilitas sangat terdampak Covid-19. Perbaikan data penerima bansos bagi penyandang disabilitas harus diperbaiki agar pemberian bantuan lebih tepat sasaran.
Peneliti ICW, Dewi Anggraeni, mengatakan, 89 responden atau 74 persen mata pencarian penyandang disabilitas terdampak akibat pandemi Covid-19. Sementara 42 persen responden yang mata pencariannya terdampak merupakan tulang punggung keluarga. Di antara 42 persen responden tersebut, mereka berpenghasilan di bawah Rp 1 juta.
”Khususnya di tengah pandemi, penyandang disabilitas seharusnya lebih diperhatikan. Dari hasil survei, 45 responden (37,5 persen) merupakan tulang punggung keluarga, tetapi penghasilannya masih di bawah Rp 2 juta. Bahkan, 3 responden ada yang yang tidak berpenghasilan karena terkena pemutusan hubungan kerja,” kata Dewi, Selasa (1/12/2020).
Informasi mengenai bansos, kata Dewi, juga belum sepenuhnya ramah terhadap penyandang disabilitas, lengkap, dan mudah dimengerti, terutama oleh penyandang disabilitas sensorik. Saat ini telah banyak kanal pengaduan warga yang dibuka oleh instansi pemerintah dan lembaga negara. Namun, kanal tersebut hanya diketahui oleh sedikit responden. Alhasil, kanal tersebut tidak ada yang dimanfaatkan oleh responden.
Organisasi penyandang disabilitas berperan penting dalam pendataan penyandang disabilitas di DKI Jakarta. Mayoritas responden mengaku pernah didata untuk menerima bansos, pendataan dilakukan oleh organisasi tersebut. Sementara pendataan dari pemerintah juga dinilai belum optimal.
Sebelum pandemi Covid-19, sebanyak 65 persen penyandang disabilitas mengaku belum pernah didata dan 35 persen didata. Sementara ketika pandemi, 68 persen responden pernah didata dan 32 persen tidak pernah didata.
”Sebanyak 38 responden (32 persen) mengaku tidak didata saat pandemi. Padahal, pekerjaan responden tersebut adalah pemijat (19 responden) dengan pendapatan kurang dari Rp 1 juta per bulan,” kata Dewi.
Untuk jenis bantuan sosial yang diterima, kata Dewi, terbanyak adalah bantuan presiden dan bantuan bahan kebutuhan pokok dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sementara 12 responden hanya menerima Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ). Dari penerima bansos itu, ada responden yang menerima bansos satu kali atau dua kali. Namun, di sisi lain, ada menerima empat kali bansos dalam waktu satu bulan.
Ada pula responden menerima lebih dari satu bansos setiap bulan, tetapi terus menurun setiap bulannya atau bansos diduga sengaja dikurangi. Selain itu, ada penyandang disabilitas selama April-Oktober 2020 hanya menerima sekali bansos.
Dari temuan ICW, kata Dewi, ada pengurangan bansos yang cukup signifikan yang diterima penyandang disabilitas. Pengurangan seperti tiga kardus bahan kebutuhan pokok seharusnya diterima penyandang disabilitas menjadi hanya dua kardus. Bahan kebutuhan pokok seberat 25 kilogram menjadi 10 kilogram. Penyandang disabilitas yang seharusnya mendapat gula, sarden, dan biskuit tetapi tidak ada di dalam bungkus bahan kebutuhan pokok. Selain itu, empat kaleng sarden berkurang dua kaleng. Minyak goreng 2 kilogram menjadi 1 kilogram. Bahan kebutuhan pokok senilai Rp 300.00 berkurang Rp 150.000.
”Ketika mendapat bansos yang tidak sesuai, 87 persen responden hanya diam dan 13 persen melaporkan. Dari 13 persen responden yang melapor, juga tidak ada respons lanjutan. Ada 30 responden (25 persen) yang menilai bentuk dan jumlah bansos yang diberikan belum sesuai dengan informasi yang diketahui. Salah satu bentuk ketidaksesuaian seperti pengurangan bansos, kualitas bansos tidak layak, seharusnya menerima uang tetapi diberikan bahan kebutuhan pokok,” katanya.
Alasan lainnya, dari survei, bansos tidak cukup membantu karena keperluan yang dibutuhkan adalah uang untuk bayar listrik, anak sekolah, dan lainnya. Ada pula yang beralasan jumlah bansos yang sedikit karena hanya mendapat bahan pokok tanpa lauk-pauk sehingga tidak cukup untuk satu bulan. Terdapat 33 persen responden yang menjawab bahwa bansos yang diterima belum cukup membantu memenuhi kebutuhan di tengah pandemi Covid-19.
Dari hasil survei, responden merekomendasikan, pemberian bansos disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan penyandang disabilitas karena pemerintah pusat dan daerah mempunyai beragam jenis bansos dengan nominal serta bentuk berbeda. Bentuk bantuan bervariasi, tidak monoton itu-itu saja, dan berkualitas.
”Bantuan diberikan secara langsung ke alamat, tanpa perantara RT/RW, sehingga tidak mengantre dan tidak ada pengurangan bantuan atau pungli. Informasi tentang bansos disampaikan lebih jelas, terutama untuk penyandang disabilitas rungu. Penyandang disabilitas juga berharap, bantuan diberikan sampai situasi normal atau pandemi Covid-19 berakhir, penyandang disabilitas lebih diperhatikan dan diutamakan, ingin mendapat bantuan tunai jadi tidak hanya bahan kebutuhan pokok, serta distribusi lebih merata dari sebelumnya,” kata Dewi.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Hary Hikmat mengakui bahwa informasi yang diterima di masyarakat kurang jelas karena variasi bansos ada misinformasi. Survei ICW menjadi catatan untuk perbaikan selanjutnya.
Peran Kemensos dalam penanganan Covid-19, kata Hary, yaitu perluasan program sembako menjadi 20 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan peningkatan indeks menjadi Rp 200.000 per bulan per KPM.
”Penugasan khusus presiden untuk bansos di Jabodetabek, kaitannya juga bansos dari pemda, sumbernya dari Kemensos. Bantuan khusus dari DKI Jakarta berupa Rp 200.000 paket sembako, santunan kematian bagi ahli waris korban Covid-19 yang meninggal, paket sembako untuk 460 lembaga kesehatan sosial di Jabodetabek, bantuan penguatan usaha sustainment grant bagi 10.000 KPM,” kata Hary.
Hary menambahkan, untuk bantuan tunai ada Rp 9 juta untuk per keluarga untuk wilayah di luar bansos sembako di Jabodetabek. ”Jadi, bantuan berupa uang Rp 600.000 per keluarga per bulan pada April, Mei, Juni. Selanjutnya Rp 300.000 per bulan per keluarga pada Juli-Desember. Kasusnya kemarin banyak penyandang disabilitas tidak bisa mengambil karena yang mengambil bukan dia atau keluarga yang terdata di data terpadu kesejahteran sosial,” katanya.
Sementara, realisasi bansos bidang perlindungan sosial per Oktober 2020 di Jabodetabek sebesar Rp 6,84 triliun dan terealisasi Rp 5,65 triliun atau 82, 59 persen. Bansos tunai (BST) besar sebesar Rp 32,4 triliun dan terealisasi Rp 26,62 triliun (82,17 persen). Bansos tunai bagi KPM sebesar Rp 4,5 triliun dan terealisasi Rp 4,5 triliun atau 100 persen. Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 36,71 triliun dan terealisasi 100 persen. Bansos beras sebesar Rp 5,26 triliun dan terserap 100 persen.
Hary melanjutkan, selama ini penyaluran bansos berdasarkan nama dan alamat. Namun, berdasarkan pencatatan data administrasi kependudukan, penyandang disabilitas belum seluruhnya terdata.
”Banyak faktor penghambat karena itu saya sudah berbicara dengan dirjen dukcapil untuk proaktif mendata penyandang disabilitas. Banyak data yang diusulkan lembaga kesejahteraan sosial, informasi kependudukan sangat terbatas. Penyandang disabilitas tidak ada NIK, KTP, bahkan ada yang tidak tercatat di kartu keluarga, itu fakta yang terjadi. Oleh karena itu, upaya kami menyiapkan kartu penyandang disabilitas secara daring yang ramah bagi mereka. Ini dalam proses,” kata Hary.
Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial Dinas Sosial DKI Jakarta Ika Yuli Rahayu mengatakan, terkait bansos untuk penyandang disabilitas, Pemprov DKI Jakarta dari masa pandemi April atau tahap ke-11, ada 6.363 keluarga yang di dalamnya ada anggota penyandang disabilitas yang menerima bantuan. Selain itu, dari KPDJ, pihaknya sudah mencairkan tiap bulan sebesar Rp 300.000 kepada 9.570 keluarga.
”Persyaratan lainnya jika sudah mendapatkan banpres tidak lagi mendapat bantuan provinsi. Namun, jika ada data yang belum menerima bantuan, kami berikan juga melalui komunitas dan lembaga yang fokus pada penyandang disabilitas,” katanya.