Budaya Indonesia yang patronistik membuat masyarakat akar rumput baru bergerak apabila sosok tokoh formal atau birokratis dan tokoh informal, seperti tokoh pemuda, agama, dan organisasi masyarakat, mendatangi mereka.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana keramaian arus lalu lintas di Jalan Raya Puncak di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/8/2020). Lalu lintas di Jalan Raya Puncak pada hari terakhir libur panjang 1 Muharam yang berlanjut dengan libur cuti bersama dan libur akhir pekan dipenuhi kendaraan arah Jakarta. Meski padat, kondisi arus balik ini lancar.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pakar mempertanyakan ketegasan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menangani kasus penularan Covid-19 yang terus menaik. Selain langkah hukum pidana mengenai kerumunan, patut ditinjau kembali kemungkinan untuk menarik rem darurat dan menerapkan kembali pengetatan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB seperti yang dijanjikan oleh Pemprov DKI Jakarta sebelum ada pelonggaran.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jakarta, Senin (30/11/2020), ada penambahan 1.099 kasus baru dengan rincian 250 kasus merupakan akumulasi dari pemeriksaan raksi berantai polimerase (PCR) di beberapa rumah sakit. Tercatat ada 10.112 kasus aktif yang pasiennya tengah menjalani perawatan ataupun isolasi. Artinya, sejak bulan Maret, Ibu Kota sudah mengalami 136.861 kasus Covid-19 dengan persentase kesembuhan 90,7 persen dan kematian sebanyak 2 persen.
Meskipun begitu, daya tampung berbagai rumah sakit, termasuk RS Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran kian mendekati penuh. Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet Kolonel Laut dokter gigi M Arifin mengatakan, hanya menara lima yang kini dikhususkan untuk isolasi pasien tanpa gejala. Keterisiannya sudah 81,15 persen. Adapun menara 4, 6, dan 7 diperuntukkan pasien dengan gejala penyakit (Kompas, 30 November 2020).
Persepsi warga Jakarta dipengaruhi kejadian di wilayah tetangga. Di Ibu Kota justru ini kesempatan Pemprov DKI Jakarta merangkul berbagai tokoh nonformal beserta pegiat lembaga swadaya masyarakat dan sukarelawan Covid-19 untuk turun ke lapangan secara rutin.
Lonjakan kasus terjadi akibat adanya libur panjang di akhir Oktober dan awal November. Selain itu, juga ada peristiwa keramaian di Petamburan, Jakarta Pusat, yang melibatkan kegiatan salah satu organisasi massa. Insiden ini tengah diselidiki oleh Polda Metro Jaya karena ditemukan pelanggaran pidana.
Keramaian lain juga terjadi di wilayah Tebet, Jakarta Selatan. Di Jakarta, sebelumnya, bahkan sampai sekarang, ada temuan berbagai kafe dan tempat makan dipenuhi pengunjung sehingga mengakibatkan kekesalan warganet.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga bersepeda di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (29/11/2020). Sejumlah tren menunjukkan kerumunan yang mengabaikan protokol kesehatan berdampak pada penambahan kasus positif Covid-19.
Melihat fenomena tersebut, sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, mengingatkan, kemarahan masyarakat akan adanya pembiaran keramaian kian menghilangkan kepercayaan terhadap pemerintah. Aturan yang indah di atas kertas tidak berarti tanpa penegakan, apalagi jika hanya tajam ke warga tetapi tidak ke golongan atau kelompok tertentu.
”Masyarakat menunggu ketegasan Pemprov DKI Jakarta dalam menegakkan hukum yang mereka buat sendiri. Pada PSBB transisi pertama di bulan Juni, Gubernur Jakarta Anies Baswedan menjanjikan sistem darurat yang sewaktu-waktu bisa ditarik apabila pandemi mulai sukar dikendalikan. Sekarang data medis sudah menunjukkan Jakarta menuju ke arah tersebut,” ujarnya.
PSBB dengan penerapan yang ketat ini sempat diberlakukan kembali pada awal Oktober ketika kasus harian Jakarta melebihi 1.000 kasus positif. Menurut Rakhmat, menerapkan PSBB dengan pengetatan tidak berisiko memunculkan gejolak sosial karena yang terjadi saat ini adalah kejenuhan akan pembiaran pelanggaran protokol kesehatan. Justru ini kesempatan melakukan PSBB yang lebih mengakar dengan membuka dialog bersama masyarakat akar rumput.
Budaya Indonesia yang patronistik membuat masyarakat akar rumput baru bergerak apabila sosok tokoh formal atau birokratis dan tokoh informal, seperti tokoh pemuda, agama, dan organisasi masyarakat mendatangi mereka.
Di wilayah tetangga Jakarta, seperti Tangerang Selatan dan Depok, saat ini terjadi kekosongan tokoh formal yang bisa mengambil langkah strategis karena petahana sibuk berkampanye untuk pemilihan kepala daerah. Bahkan, kegiatan kampanye ini kerap mengakibatkan kerumunan.
ARSIP HUMAS POLDA METRO JAYA
Petugas Polda Metro Jaya, Minggu (29/11/2020), di Petamburan, Jakarta Pusat, mengantar surat pemanggilan kepada M Rizieq Shihab, Pemimpin Front Pembela Islam, untuk hadir sebagai saksi dalam pemeriksaan di markas polda pada Selasa (1/12/2020). Ini terkait kerumunan dalam akad pernikahan putri Rizieq tanggal 14 November lalu.
”Persepsi warga Jakarta dipengaruhi kejadian di wilayah tetangga. Di Ibu Kota justru ini kesempatan Pemprov DKI Jakarta merangkul berbagai tokoh nonformal beserta pegiat lembaga swadaya masyarakat dan sukarelawan Covid-19 untuk turun ke lapangan secara rutin. Ini menunjukkan niat baik untuk memperbaiki citra yang tercoreng akibat kerumunan dengan tindakan nyata,” ujarnya.
Bagi para tokoh nonformal dan organisasi masyarakat juga menjadi wadah menunjukkan kepedulian yang lebih dari bagi-bagi masker, memberi bantuan sosial, ataupun memasang spanduk agar warga jangan melupakan memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menjaga jarak fisik (3M). Kehadiran mereka di tengah masyarakat akar rumput untuk melakukan sosialisasi jauh lebih efektif. Sosok-sosok nonformal ini memiliki kekuatan mewadahi aspirasi masyarakat mengenai upaya mewujudkan 3M sesuai dengan warna di setiap komunitas.
Rakhmat mengatakan, dialog yang rutin ini bisa dilakukan dengan diwadahi oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 lokal di level kelurahan, rukun warga, dan rukun tetangga. Pendekatan ini memungkinkan penegakan protokol kesehatan tidak tergantung dengan kehadiran aparat penegak hukum ataupun satuan polisi pamong praja.
Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (LAKMI) DKI Jakarta Baequni Boerman dalam waktu yang berbeda mengatakan bahwa PSBB selama ini cukup memberi hasil, tetapi sebatas di ruang publik yang terstruktur formal. ”Contohnya di perkantoran dan di mal yang memiliki sumber daya manusia dan sarana untuk menegakkan 3M. Jika ada pelanggaran, ada jalur formal untuk penindakannya,” tuturnya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Anak-anak bermain sepeda di Kampung Mangga Dua, RW 005 Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (30/10/2020). Protokol kesehatan tidak dilaksanakan oleh sebagian warga Ibu Kota, seperti di Mangga Dua.
Berbeda dengan di ruang publik informal, seperti masyarakat akar rumput, yang seolah tidak tersentuh PSBB. Kehidupan sosial di permukiman padat terus berlanjut, seperti kesibukan pedagang kaki lima, ibu-ibu belanja dengan berkerumun, anak-anak bermain tanpa masker, dan kebiasaan kongko. Padahal, semua kegiatan ini tetap bisa dilakukan dengan prinsip 3M, hanya masyarakat tidak mengetahui bahwa hal tersebut penting dan wajib.
”Pastinya semua pakar harus dilibatkan di setiap jenjang satuan tugas, mulai dari pusat hingga ke satuan terkecil agar tidak ada langkah sendiri-sendiri,” katanya.