Penutupan Pelintasan Palmerah untuk Keselamatan Pengguna Jalan
Penutupan pelintasan sebidang Gelora di sekitar Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, banyak dikeluhkan masyarakat. Di sisi lain, langkah itu dilakukan untuk memastikan keselamatan warga dan pengguna jalan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelintasan sebidang di sekitar Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, ditutup permanen, Minggu (29/11/2020). Kebijakan itu banyak dikeluhkan masyarakat yang bergantung dengan akses pelintasan tersebut. Di sisi lain, penataan lalu lintas dan keselamatan pengguna jalan tetap menjadi prioritas.
Pelintasan sebidang yang membelah Jalan Tentara Pelajar dan menghubungkan Jalan Gelora dan Jalan Palmerah Selatan kini tidak bisa lagi dilalui, baik oleh kendaraan maupun pejalan kaki. Sabtu (28/11/2020) lalu pun menjadi hari terakhir Herlina (21) melalui jalan itu.
Pekerja kontrak di Mal Senayan Park yang tinggal di kawasan Palmerah Selatan itu pun menyayangkan hal itu. Sebab, untuk pergi dan pulang bekerja, ia tidak hanya biasa berjalan kaki, tetapi juga membawa sepeda motor melalui pelintasan tersebut. Penutupan pelintasan membuatnya harus melalui jembatan penyeberangan Stasiun Palmerah yang berlokasi sekitar 250 meter dari titik menyeberang di pelintasan sebidang.
”Kalau sepeda motor agak ribet pastinya karena harus memutar jauh ke Slipi Petamburan, lalu Pamerah Utara. Kalau harus naik ojek online pasti ongkosnya jadi jauh lebih mahal,” ujarnya kepada Kompas.
Perempuan yang disapa Lina itu pun khawatir dirinya semakin malas berjalan kaki dan mengeluarkan biaya transportasi lebih karena harus menempuh jarak makin jauh dengan melalui jembatan penyeberangan Stasiun Palmerah. Hal yang sama juga dikeluhkan Tuti (45), karyawan yang berkantor di Kompleks Parlemen, Senayan.
Perempuan yang menyewa indekos di daerah Kemandoran Pluis, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, itu juga telah lima tahun berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor ke kantornya melalui jalur pelintasan tersebut.
”Pada jam istirahat kantor, saya dan teman kerja juga sering menyeberang di sana untuk makan siang di warung-warung makan dekat pasar. Kalau ditutup gini, kami agak keberatan, bagaimana juga pedagang-pedagang di sekitar pelintasan?” ujarnya.
Kendati demikian, Tuti mencoba melihat sisi positif dari penutupan pelintasan tersebut. Adanya lampu merah dan jalur penyeberangan dinilai belum cukup aman bagi pejalan kaki. ”Jalan itu memang banyak dilanggar pengguna jalan, khususnya pengendara motor yang kerap melawan arus untuk mengambil jalan pintas,” katanya.
Adrian Ramadhan (30), warga yang juga kerap melalui pelintasan tersebut, juga menilai pelintasan itu banyak dipakai pengguna kendaraan untuk mengambil jalan pintas dengan melawan arus. Ia pun mengaku pernah ditilang polisi lalu lintas yang berjaga di daerah tersebut saat ketahuan melawan arus dari arah Pasar Palmerah ke Jalan Tentara Pelajar arah Simprug. ”Hikmahnya, mungkin, polisi tidak perlu lagi memantau jalan tersebut untuk menilang pelanggar dan tentunya pelanggaran serta risiko kecelakaan berkurang,” ujarnya.
Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta sebelumnya menyampaikan, penutupan jalur pelintasan merupakan bagian dari perjanjian antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Kereta Api Indonesia (KAI), serta PT Mass Rapid Transit Jakarta (Perseroda).
Perjanjian tersebut tertuang dalam aturan Nomor 1/-1.811.32 tentang Penataan Kawasan Stasiun PT KAI secara Terintegrasi di Wilayah Provinsi DKI Jakarta Melalui Rencana Aksi Jangka Pendek (quick win).
”Untuk mendukung pelaksanaan penataan kawasan Stasiun Palmerah dan dalam rangka peningkatan keselamatan perjalanan kereta api dan pengguna jalan, Dishub DKI Jakarta akan menutup pelintasan sebidang APIL JPL 43, Jalan Gelora, Jakarta Selatan (Stasiun Palmerah),” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo.
Penutupan pelintasan sebidang untuk melindungi keselamatan pengguna jalan masih terus dilakukan di banyak tempat. Vice President Public Relations PT KAI Joni Martinus menyebutkan, selama 2020 sampai akhir Oktober terdapat 305 pelintasan sebidang yang ditutup. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan 158 pelintasan yang ditutup selama 2019.
Sepanjang 2020, PT KAI mencatat, jumlah pelintasan sebidang liar mencapai 1.556. Sementara total pelintasan sebidang resmi sebanyak 3.124. ”Tahun ini, kami terus berupaya untuk lebih banyak menutup pintu pelintasan sebidang yang tidak resmi karena terkait dengan keselamatan perjalanan KA. Artinya, semakin banyak pintu pelintasan yang tidak resmi atau liar, akan berpotensi membahayakan perjalanan KA dan masyarakat,” katanya saat dihubungi Kompas.
Sepanjang tahun berjalan ini, jumlah korban kecelakaan di pelintasan sebidang tercatat telah mencapai 215 orang. Sementara pada 2019 mencapai 409 orang.