Mural Cegah Covid-19 Dibuat Susah Payah, Diabaikan dengan Mudah
Mural berisi imbauan penerapan protokol kesehatan muncul di banyak titik Ibu Kota. Meski dibuat dengan susah payah, karya seni sarat pesan ini masih kerap diabaikan oleh warga.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Sosok-sosok bermasker merah-putih tergambar pada tembok pembatas Kali Ciliwung di sepanjang Jalan Tomang Banjir Kanal, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Jumat (27/11/2020). Ada yang memakai baret, berjilbab, hingga berambut jabrik.
Mural itu memberi pesan yang lugas bahwa saat pandemi ini masker wajib dikenakan oleh semua orang tanpa terkecuali. Pesan yang sama juga tersirat lewat mural serupa yang terpampang di kolong jalan layang Tomang, sekitar 20 meter dari mural pertama.
Mural-mural tersebut dibuat oleh Firdaus (55), warga di RW 009 Tomang. Selama ini, ia dikenal oleh warga sekampung sebagai seniman jalanan. Hampir semua mural di kampung itu adalah hasil goresan tangan Firdaus.
”Kalau lagi galau atau enggak ada kerjaan, ya, saya gambari tembok-tembok di sini. Iseng saja. Biasanya warga yang iba ngasih rokok atau kopi,” ujarnya saat ditemui.
Mural wajah bermasker pertama yang dibuat Firdaus ada di kolong jalan layang Tomang. Gambar itu dibuatnya sekitar tiga bulan lalu. Saat itu, ia disokong dana Rp 100.000 oleh ketua RW setempat. Sebanyak Rp 45.000 ia gunakan untuk membeli cat. Sisanya dipakai untuk membeli makan, minum, dan rokok selama menggambar.
”Saya cuma beli cat kiloan tiga warna. Saya campur-campur sendiri buat dapet warna yang macem-macem. Jadinya irit,” kata pria yang membuka jasa servis elektronik ini.
Sadar karyanya bermanfaat bagi orang banyak, Firdaus enggan berhenti. Ia kembali membuat mural-mural wajah bermasker di dinding pembatas Kali Ciliwung. Kali ini, ia menggunakan cat-cat bekas yang biasa dikumpulkan dari warga. Alhasil, belasan mural wajah bermasker kini terpampang di kampung tersebut.
Gambar bertemakan protokol kesehatan ini sengaja dibuat Firdaus untuk menyadarkan warga. Di sisi lain, mural ini dianggapnya sebagai ajang promosi keterampilannya. Ia berharap, orang yang melihat karyanya akan penasaran. ”Siapa tahu dari situ banyak yang tertarik pengin saya gambarin. Dulunya, kan, saya gambar gini juga iseng. Lama-lama, orang sekampung pada tahu. Beberapa orang akhirnya minta digambarin,” katanya.
Diabaikan
Akan tetapi, pesan mural Firdaus belum mengubah kebiasaan warga. Dengan mudah kita melihat banyak warga yang mengabaikan pesan di mural, sekaligus menunjukkan ketidakpedulian atas protokol kesehatan. Seperti terlihat pada Jumat siang, beberapa warga dengan santai berjalan kaki di depan mural itu tanpa mengenakan masker. Seorang penjual batagor juga menawarkan dagangan di depan mural sambil memakai masker di dagu.
Sebelumnya, Kamis (26/11/2020) siang, warga bahkan secara sadar berkerumun di dekat mural-mural Firdaus di tepi Kali Ciliwung. Padahal, tulisan ”social distancing” juga tercetak jelas di dekat mereka.
Saat itu, warga ingin menyaksikan proses evakuasi seorang anak yang tenggelam di kali tersebut. Sayangnya, rasa ingin tahu mereka mengalahkan kesadaran akan pentingnya menjaga protokol kesehatan.
Manfaatkan tembok rusun
Sementara itu, puluhan mural juga terpampang di tembok pagar Rumah Susun KS Tubun. Ada lebih dari 50 gambar yang mengisi tembok di sepanjang Jalan Taman Bunga, Kota Bambu Selatan, Palmerah, Jakarta Barat. Dari gambar yang ada, sekitar 10 mural berisi pesan mengenai protokol pencegahan Covid-19.
Sebuah gambar wanita sedang memakai masker adalah salah satunya. Di samping gambar itu terdapat tulisan ”Lindungi diri dari Covid-19. Semua harus pakai masker dimana saja dan kapan saja”.
Ajakan untuk menaati protokol kesehatan di kawasan tersebut tidak juga tersampaikan secara gamblang melalui tulisan panjang lebar. Hanya ada beberapa kalimat padat dan jelas sehingga mudah dibaca orang yang sekadar melintas di situ.
Mural di Jalan Taman Bunga itu dibuat oleh Fathoni dan Agus. Keduanya adalah petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Kota Bambu Selatan, sekitar dua bulan yang lalu. Tembok itu sebelumnya dipenuhi coretan vandalisme.
”Awalnya, kami buat gambar ini untuk mempercantik lingkungan. Tapi karena sedang pandemi Covid-19, jadi kami disuruh buat yang ada pesan-pesan pencegahan Covid-19. Sisanya gambar tentang wajah Jakarta,” kata Fathoni.
Untuk membuat mural sepanjang lebih dari 100 meter itu, mereka membutuhkan waktu sekitar sebulan. Keduanya juga menaksir biaya yang dikeluarkan mencapai jutaan rupiah.
Lurah Kota Bambu Selatan Muhadi menjelaskan, pesan yang disampaikan melalui mural tentu penangkapannya berbeda dengan pesan yang disampaikan melalui spanduk. Menurut dia, mural memiliki nilai seni sehingga lebih menggugah warga untuk melihat.
Meski dana yang dikeluarkan lebih banyak, menurut dia, imbauan melalui mural lebih menarik dibandingkan dengan spanduk. ”Kami berusaha menyadarkan warga dan juga pelintas di sana. Bahkan, warga yang naik KRL dari Stasiun Tanah Abang juga bisa melihat pesan mural ini dengan jelas,” papar Muhadi.
Menurut dia, untuk mengetahui efektivitas mural terhadap kesadaran warga dalam menerapkan protokol kesehatan, perlu diukur secara ilmiah. Namun, secara kasatmata, masih banyak pelanggaran protokol kesehatan oleh warga dan pelintas di sana.
”Ya, memang masih banyak pelanggaran di sana. Kita tahu, warga baru akan taat kalau ada penegakan disiplin,” ujarnya.
Terbukti pada Jumat siang, banyak warga yang melintas di depan mural tersebut tanpa mengenakan masker. Di antaranya adalah warga yang keluar-masuk rumah susun. Mereka seakan menganggap mural sebagai hal yang biasa.
Salah satunya Maya (45), penghuni Rumah Susun KS Tubun. Ia mengaku tidak terlalu menganggap penting pesan mural tersebut. Ia lebih melihat mural di tepi Kali Ciliwung itu kian mempercantik kawasan di sana.
”Pesannya, ya, bagus saja warna-warni. Kalau dulu, kan, corat-coret isinya,” kata perempuan yang saat ditemui mengenakan masker di bagian dagu ini.