Meski ada kenaikan volume lalu lintas pada PSBB transisi kedua, Dinas Perhubungan DKI belum akan menerapkan lagi ganjil genap. Masih perlu ada koordinasi terkait nasib kebijakan itu nantinya.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun ada peningkatan volume kendaraan saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB transisi jilid dua, kebijakan ganjil genap nomor kendaraan bermotor belum akan diterapkan. Dinas Perhubungan DKI Jakarta masih terus berkoordinasi dengan pakar transportasi untuk menyikapi kebijakan ganjil genap.
Ahmad Riza Patria, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rabu (25/11/2020), di Balai Kota DKI Jakarta, menjelaskan, soal kebijakan ganjil genap, Pemprov DKI masih terus melakukan rapat koordinasi dengan semua pihak. ”Prinsipnya kami setiap minggu ada rapat koordinasi rutin, dialog, dan diskusi dengan para pakar, epidemiologi. Termasuk Kadis Perhubungan DKI Jakarta berkoordinasi dengan pakar transportasi menyikapi ganjil genap,” kata Ahmad Riza.
Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan di DPRD DKI Jakarta, menjelaskan, selama pelaksanaan PSBB transisi jilid kedua, pada pemantauan Dinas Perhubungan ada kenaikan volume lalu lintas 13,4 persen. ”Hal itu berdasarkan pemantauan kami di tiga titik pantau, yaitu di Cipete, Senayan, dan Dukuh Atas,” kata Syafrin.
Pada masa PSBB ketat jilid kedua (14 September-11 Oktober), jumlah kendaraan yang lewat di Cipete rata-rata 75.468 kendaraan. Saat PSBB transisi jilid kedua (12 Oktober-23 November) volume kendaraan yang terpantau di Cipete rata-rata 77.870 kendaraan.
Di titik Senayan, pada masa PSBB kedua volume kendaraan yang lewat rata-rata 150.684 kendaraan. Sementara pada PSBB transisi jilid kedua, volume kendaraan yang lewat rata-rata 178.682 kendaraan. Kemudian di titik Dukuh Atas, pada masa PSBB kedua volume kendaraan yang lewat rata-rata 139.326 kendaraan. Sementara pada PSBB transisi jilid kedua, volume kendaraan yang lewat rata-rata 157.891 kendaraan.
”Rata-rata volume lalu lintas kendaraan bermotor pada PSBB masa transisi kedua mengalami peningkatan 13,4 persen dibandingkan dengan pada saat pemberlakuan PSBB kedua,” kata Syafrin.
Sementara untuk penumpang harian angkutan umum perkotaan, disebutkan Syafrin, pada masa PSBB transisi kedua rata-rata 795.927 penumpang per hari. Angka itu mengalami peningkatan 29,23 persen dibanding pemberlakuan PSBB kedua sebanyak 615.918 orang per hari.
KRL menjadi moda yang mengangkut penumpang paling banyak dengan rata-rata 409.402 penumpang per hari atau 51,44 persen dari rata-rata jumlah penumpang angkutan umum perkotaan per hari.
Meski ada kenaikan volume, lanjut Syafrin, untuk penerapan kembali kebijakan ganjil genap di tengah pandemi Covid-19, pertimbangan yang dipergunakan bukan hanya volume lalu lintas. Disebutkan Syafrin, ada banyak aspek lain yang harus dimasukkan sehingga kebijakan menjadi komprehensif.
Di antara pertimbangan lain yang juga dipakai adalah evaluasi dari sisi pertambahan kasus positif Covid-19 di Jakarta.
Gembong Warsono, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta yang dihubungi terpisah, menjelaskan, untuk kebijakan ganjil genap itu, ia malah meminta supaya sebaiknya kebijakan itu diakhiri saja. Dinas Perhubungan sebaiknya segera fokus pada penerapan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP).
Sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat yang termuat dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), ada target di akhir 2029 pergerakan orang yang menggunakan angkutan umum massal perkotaan mencapai 60 persen. Untuk mencapai itu, Pemprov DKI mengupayakan penyediaan sarana prasarana transportasi umum yang nyaman, aman, dan selamat.
Diharapkan juga warga terdorong meninggalkan kendaraan pribadi dan memilih menggunakan angkutan umum dengan adanya sarana angkutan umum yang nyaman aman itu. Masalah kemacetan juga bisa berkurang.
”Makanya dengan mengakhiri kebijakan ganjil genap itu dan mulai beralih ke ERP, masyarakat terdorong menggunakan angkutan umum. Kalau mau tetap menggunakan kendaraan pribadi, dia mesti membayar sejumlah tarif saat melewati jalan tertentu,” kata Gembong.
Gembong menilai, ganjil genap tidak efisien mengelola volume lalu lintas. ”Tetap tidak efektif dan malah memberikan dampak kerugian warga. Supaya itu tidak terjadi, akhirilah ganjil genap itu,” kata Gembong.
Syafrin melanjutkan, untuk ERP di wilayah DKI Jakarta belum mulai diterapkan. Saat ini Dinas Perhubungan masih melakukan pengkajian ulang dokumen. ”Sekarang dalam tahapan finalisasi dokumen teknis administrasi, dan kami harapkan setelah itu selesai baru siap untuk ditenderkan,” kata Syafrin.